Kamis, 19 Desember 2013

LP TEORI ASKEP ASFIKSIA

BAB 1
LANDASAN TEORI ASFIKSIA
1.1       Tinjaun Medis          
1.1.1    Pengertian
Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam udara pernafasan, yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia (Noswantari, 1998)
          Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas dengan spontan dan adekuat (Hanafi, 1994)
       Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan teratur setelah dilahirkan, disebabkan karena otak mengalami hipoksia, iskemia dan hiperkapnia selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya edema otak dan bermacam gangguan sirkulasi secara klinis ditandai dengan APGAR rendah dan asidosis ( Alimul Aziz, 2006)
1.1.2        Etiologi
1)       Faktor ibu
Meliputi          : Amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diintuksikan          oleh kehamilan, obat-obatan dan infeksi, gizi buruk
2)       Faktor uterus
Meliputi         : Persalinan lama, presentasi janin abnormal
3)       Faktor Plasenta
Meliputi         : Plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta
4)       Faktor umbilical
Meliputi         : Prolaps tali pusat, lilitan tali pusat
5)       Faktor janin
Meliputi         : Disporposi sefalopelvik, kelainan congenital, kesulitan  kelahiran
1.1.3       
faktor ibu,faktor bayi,faktor uterus, faktor plasenta
 
Web Of Caution



 
Prematur dapat disebabkan karena faktor ibu, bayi,uterus dan plasenta, bayi yang lahir prematur mengalami imaturitas pada alat-alat pernafasan, imunitas dan alat-alat pencernaan. Pada alat pernafasan surfaktan belum terbentuk secara sempurna, sehingga bayi tidak dapat benafas secara spontan mengalami penurunan O2 dan peningkatan CO2 sehingga bayi mengalami asfiksia. Bayi yang mengalami asfiksia mengalami penurunan O2 dalam jaringan sehingga menyebabkan metabolisme anaerob,endotel kapiler dan duktus alveolus rusak mengalami transudasi membentuk fibrin, sehingga jaringan menjadi nekrotik, melapisi alveoli dan mengalami gangguan pertukaran gas. Penurunan O2 dalam jaringan menyebabkan cyanosis sehingga menyebabkan gangguan pertukaran gas. Penurunan O2 menyebabkan O2 dalam otak berkurang sehingga menyebabkan sesak nafas dan terjadi pola nafas tak efektif. Imaturitas imun mengakibatkan terjadinya risti infeksi.Imaturitas alat-alat pencernaan bentuk lambung yang kecil, enzim tidak terbentuk sempurna mengakibatkan penurunan kemampuan mencerna protein dan absorbsi nutrisi dan juga reflek menghisap yang masih lemah mengakibatkan nutrisi tidak adekuat dan terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.Prematur juga terjadi imaturitas system termoregulasi yang ditandai dengan hipotalamus belum sempurna mengalami gangguan pengaturan suhu tubuh dan mengakibatkan ketidakefektifan termoregulasi
  
1.1.4        Klasifikasi
1)      Asfiksia Ringan (Vigorous Baby)
Yaitu :  APGAR skore 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa
2)      Asfiksia Sedang (Mibel Moderete Asfiksia)
Yaitu :  APGAR skore 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada
3)      Asfiksia Berat
Yaitu :  APGAR skore 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit,tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada
TANDA
Score
0 - 3
4 - 6
7 - 10
Frekuensi jantung
Pernafasan
Tonus otot
Reflek
Warna kulit
Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada
Biru / pucat
< 100x /menit
Berobat tidak teratur
Ekstermitas agak fleksi
Gerakan sedikit
Tubuh kemerahan, ekstermitas biru
> 100x /menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Gerakan kuat / melawan
Seluruh tubuh kemerahan
1.1.5        Manifestasi Klinis
1)      Pernafasan terganggu
2)      Detak jantung menurun
3)      Reflek atau respon melemah
4)      Tonus otot menurun
5)      Warna kulit biru atau pucat
6)      Kejang
7)      Kegagalan system multi organ
1.1.6    Pemeriksaan Penunjang
1)      Hb 15 – 20 gr/dl
2)      HCT 43 – 61 %
3)      Jumlah sel darah 120 / m3 neotrofil sampai 23.000 – 24.000 /mm3 hari pertama setelah lahir
4)      Bilirubin total 6 mg/dl hari pertama kehidupan, 8 mg/dl : 1 – 2 hari, 12 mg/dl pada hari ke 3 – 5
5)      Destruksi tetes glukosa pertama selama 4 – 6 jam pertama setelah lahir rata – rata 40 – 50 mg/dl meningkat 60 – 70 mg/dl pada hari ke 3
1.1.7        Penatalaksanaan
1)      Mengobservasi bayi yang telah berhasil diresustasi untuk kelompok tanda – tanda berikut :
a.       Pernafasan spontan tidak ada
b.      Aktivitas kejang pada 12 jam pertama setelah lahir
c.       Penurunan atau peningkatan haluaran urine
d.      Perubahan metabolic
e.       Peningkatan TIK
2)      Mengurangi stimulus lingkungan yang merigikan
3)      Memantau tingkat reaksi, aktivitas, tonus otot dan postur bayi
4)      Memberi obat – obatan yang diprogramkan, misal obat anti kejang
5)      Memberi dukungan pernafasan
6)      Memantau komplikasi
a.       Ukur dan catat asupan dan haluaran untuk mengevaluasi fungsi ginjal
b.      Periksa setiap berkemih ( darah )
c.       Periksa setiap feses ( darah )
d.      Lakukan penentuan glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemia
7)      Memberi dan mempertahankan cairan intra vena
8)      Memberi penyuluhan dukungan emosional
1.1.8        Komplikasi
1)      Perdarahan otak
2)      Oliguria
3)      Hiperbilirubinemia
4)      Kejang sampai koma
5)      Pneumothoraks
1.2      Konsep Inkubator
1.2.1                                Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
1.2.2        Cara Menggunakan Inkubator
Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
1)      Inkubator Terbuka :
(1)    Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi
(2)    Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan
(3)    Membungkus dengan selimut hangat
(4)    Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara
(5)    Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
(6)    Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.
2)      Inkubator Tertutup :
(1)    Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
(2)    Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
(3)    Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi
(4)    Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
(5)    Pengaturan oksigen selalu diobservasi
(6)    Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.
1.2.3                            Pengaturan Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
0 – 24 jam
( 0 C )
2 – 3 hari
( 0 C )
4 – 7 hari
( 0 C )
8 hari
( 0 C )
1500
34 – 36
33 – 35
33 – 34
32 – 33
1501 – 2000
33 – 34
33
32 – 33
32
2001 – 2500
33
32 – 33
32
32
> 2500
32 – 33
32
31 – 32
32
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
1.3    Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.3.1   Pengkajian
1)      Pemeriksaan fisik
a.       Aktivitas atau istirahat
Bayi ampak semi koma saat tidur, menangis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat ( REM ), tidur sehari – hari 20 jam
b.      Sirkulasi
Tanda : Rata – rata nadi pada 12 – 14 jam setelah kelahiran dapat berfluktuasi dari 70 – 100 ( tidur ) sampai 180 ( menangis ) pada 4 – 6 jam meningkat sampai 120, nadi perifer mungkin lemah
c.       Eliminasi
Tanda : Abdomen lunak tanpa distensi, bising usus aktif sampai beberapa jam setelah kelahiran, urin tidak berwarna atau kuning pucat
d.      Makanan atau cairan
Tanda : BB rata – rata 2500 – 4000 gram, penurunan BB diawali ≤ 40 %, saliva dimulut banyak, paltum keras
e.       Neurosensori
Tanda : Lingkar kepala 32 – 37 cm, kontanel anterior dan posterior lunak atau datar, kaput suksedanium mungkin ada selama 3 – 4 hari, kelopak mata mungkin edema, subkonjungtiva haemoragi, fenomena mata boneka sering ada, bagian telinga atas sejajar dengan bagian dalam dan luar kantung mata, pemeriksaan neurologis adanya reflek masa, plantar palmar, babinski
f.       Pernafasan
Tanda : Takipnea sementara dapat terlihat, cuping hidung ringan kadang terlihat, retraksi interkostal, substernal atau subkostal menandakan distres pernafasan
g.      Keamanan
Tanda : Sefal hematom dapat tampak sehari setelah kelahiran
h.      Seksualitas
Tanda : Labia agak kemerahan / edema, testis turun, skrotum tertutup, kadang fimosis
1.3.2  Rencana Asuhan Keperawatan
1.3.2.1 Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan surfaktan paru yang tidak adekuat
Tujuan : Tidak ada kesulitan bernafas
Kriteria Hasil :
(1).    PaO2  dalam batas normal
(2).    Frekuensi pernafasan dalm batas normal
Intervensi dan Rasional :
(1).      Pertahankan pernafasan dan pantau jantung
R : Sianosis dan takikardi biasanya timbul sebagai hasil dari demam, dehirasi dan hipoksemia
(2).      Pantau warna kulit, mukosa dan kuku
R : Sianosis kuku menggambarkan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap demam
(3).      Pantau konsentrasi oksigen setiap jam dan monitor ABG
R : Untuk memantau perubahan proses penyakit
(4).      Berikan O2 dengan kap oksigen
R : Pemberian terapi O2 untuk menjaga PaO2 di atas 60 mmHg, O2 yang diberikan sesuai dengan toleransi pasien
1.3.2.2 Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia  berhubungan dengan sistem  pengaturan suhu tubuh yang belum matang
1)      Batasan karakteristik
Mayor (80% - 100%)
Hipotermia :
(1)   Penurunan suhu tubuh di bawah 35.50 C (960 F) per rectal
(2)   Kulit dingin
(3)   Pucat (sedang)
(4)   Menggigil (ringan)
Hipertermia
(1)   Suhu lebih tinggi dari 37,80  C (1000 F) per oral atau 38,8 0 C (1010 F) per rektal
Minor (50% - 79%)
Hipotermia
(1)   Kebingungan mental atau mengantuk atau gelisah
(2)   Nadi dan pernafasan menurun
(3)   Kakeksia atau malnutrisi
Hipertermia
(1)   Kulit kemerahan
(2)   Hangat pada sentuhan
(3)   Peningkatan frekuensi pernafasan
(4)   Takikardia
(5)   Menggigil atau merinding
(6)   Dehidrasi
2)      Tujuan
Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36  – 37 5 o C
3)      Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1)    Mempertahankan suhu tubuh normal 36  – 37 5 o C
(2)    Akral hangat
(3)    Tidak sianosis
(4)    Badan berwarna merah
4)      Implementasi dan Rasional
(1)    Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
R :       Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2­ (hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
(2)    Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik
R :       Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
(3)    Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
R :       Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
(4)    Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop
R :       Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
(5)    Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup
R :       Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
1.3.2.3                                        Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan relek menelan dan menghisap lemah
Batasan Karakteristik :
1.    Mayor (harus terdapat)
Seseorang yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan masukan makanan, kurang dari yang dianjurkan sehari-hari (RDA) dengan atau tanpa terjadinya penurunan berat badan dan atau kebutuhan metabolic actual atau potensial pada kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan
2.        Minor (mungkin terdapat)
(1)    Berat badan 10% - 20% di bawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh di bawah ideal
(2)    Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar otot
(3)    Pertengahan lengan kurang 60% dan ukuran standar
(4)    Kelemahan dan nyeri tekan otot
(5)    Mudah tersinggung dan bingung
(6)    Penurunan albumin serum
(7)    Penurunan transferin atau kapasitas pengikat zat besi
Tujuan : Nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria Hasil :
(1).        Minum meningkat secara bertahap
(2).        BB meningkat sesuai usia
(3).        Reflek menghisap dan menelan kua
(4).        Tidak Muntah
Intervensi dan Rasional :
(1).        Timbang BB tiap hari
R : Peningkatan dan penurunan BB merupakan indikasi masukan nutrisi
(2).        Berikan susu atau ASI  tiap 3 jam sekali,beri waktu istirahat
R : Meningkatkan masukan nutrisi yang adekuat
(3).        Observasi intake dan output
R : Pemasukan dan pengeluaran intake output yang seimbang mengindikasikan masukan nutrisi yang adekuat
(4).             Posisikan bayi miring setelah pemberian minum
R : Posisi bayi miring mencegah terjadinya aspirasi
(5).             Kolaborasi dalam pemberian vitamin
R : Vitamin dapat menambah pemasukan nutrisi
1.2.2.4  Diagnosa : Pola nafas tak efektif berhubungan dengan imaturitas pada system pernafasan
1)      Batasan karakteristik
Mayor (harus terdapat)
Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya), perubahan nadi (frekuensi, irama dan kualitas)
Minor (mungkin terdapat)
(1)    Ortopnea
(2)    Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi
(3)    Irama pernafasan tidak teratur
(4)    Pernafasan yang berat
2)      Tujuan : Pola nafas menjadi efektif
3)      Kriteria Hasil :
(1).      Tidak terjadi sumbatan jalan nafas
(2).      Nafas dalam batas normal
4)      Intervensi dan Rasional :
(1).        Observasi tanda – tanda vital nafas tiap 4 jam
R : Tanda vital terutama nafas sebagai indikator adanya sumbatan jalan nafas
(2).        Hisap lendir jika terdapat sumbatan pada jalan nafas
R : Membebaskan jalan nafas dari sumbatan
(3).        Berikan posisi semifowler
R : Memungkinkan paru – paru dapat bekerja optimal
(4).        Hindari posisi kepala hiperekstensi
R : Posisi tersebut dapat menyumbat jalan nafas
(5).        Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R : Terapi dapat membantu penyembuhan pasien
1.2.2.5    Diagnosa : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologi
1)               Batasan Karakteristik
Terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa
2)      Tujuan : Infeksi tidak terjadi
3)      Kriteria Hasil :
(1).        Suhu dalam batas normal
(2).        Tanda – tanda infeksi tidak ada
(3).        WBC dalam batas normal
4)      Intervensi dan Rasional :
(1).        Obsevasi tanda – tanda vital tiap 4 jam
R : Tanda vital terutama suhu sebagai indikator adanya infeksi
(2).        Observasi tanda – tanda infeksi
R : Penemuan dini tanda infeksi sebagai acuan daln perawatan
(3).        Rawat bayi dalam inkubator
R : Perawatan bayi dalam inkubator sebagai masa penyesuaian bayi
(4).          Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
R : Mencuci tangan dapat mencegah terjadinya infeksi silang
(5).          Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
R : Antibiotik dapat memutus mata rantai penyebaran virus
2.3 Evaluasi
1)      Pasien dapat bernafas dengan normal
2)      Suhu lingkungan normal
3)      Nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat
4)      Pola nafas pasien efektif
5)      Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Doengoes, E. Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Markum. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : FKUI
Nelson. (2002). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar