BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru
yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan
penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan
proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia
adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap
infeksi, klurang pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya
pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia
berdasarkan data tahun 2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan
garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu kelompok umur
2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%. Bronkopneumonia
berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%,
imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan
Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta
39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak
ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada broncopnemonia dapat menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia?
1.3 Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia.
1.4 Tujun Khusus
1.4.1 Untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai penyakit broncopneumonia
1.4.2 Menambah pengetahuan mengenai berbagai penyakit pada sistem pernafasan salah satunya broncopneumonia yang telah terjadi di masyarakat sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah bronkus kanan maupun kiri atau keduanya. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat mengenai alveolus sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
2.2 Klasifikasi Pneumonia
2.2.1 Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.)
1.) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang dewasa
2.) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-anak
3.) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
1.) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
2.) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired pneumonia.)
3.) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
1.) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
2.) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan tubuh
2.2.2 Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
1.) Sering terjadi pada semua usia
2.) Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza
- Pneumonia Atipikal
2.) Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
- Pneumonia yang disebabkan virus
2.) Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan tubuh yang lemah
- Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
2.) Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
2.2.3 Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
1.) Sering pada pneumonia bakterial
2.) Jarang pada bayi dan orang tua
3.) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronchopneumonia
1.) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
2.) Dapat disebabkan bakteri maupun virus
3.) Sering pada bayi dan orang tua
4.) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia
1.) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau bronki
2.) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik (Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)
2.3. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
2.3.1 Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumococcus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumococcus, Bordetella Pertusis, M. tuberculosis.
2.3.2 Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
- Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau pemasangan selang NGT ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
- Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
2.4 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
- Faktor host (diri)
- Usia
- Status Gizi
- Riwayat penyakit terdahulu
- Faktor Lingkungan
- Rumah
- Kepadatan hunian (crowded)
- Status sosioekonomi
2.5 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
- Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
- 2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.6 Manifestasi Klinis
1.) Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit atau selama sakit 2.) Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen dan bisa terjadi hemoptisis
3.) Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila proses menjalar ke pleura (terjadi pleuropneumonia)
4.) Tanda & gejala lain yang tidak spesifik : mialgia, pusing, anoreksia, malaise, diare,
mual & muntah.
2.7 Pemeriksaan
2.7.1 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
b. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi : Redup, fremitus raba / suara meningkat, suara napas bronkovesikuler – bronchial, suara bisik, krepitasi
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak
1.) Mempunyai banyak keterbatasan
2.) Usahakan bebas dari kontaminan dengan berbagai cara :
- Sputum dicuci dg garam faali, diambil sputum yang mengandung darah dan nanah
- kavum orofaring dibersihkan dulu dengan cara berkumur
- aspirasi trakeal
- memakai bronkosokopi
- pungsi transtorakal
b. Pemeriksaan darah
- Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi
- 2. Hitung jenis bergeser ke kiri ( shift to the left)
- LED dapat juga tinggi
- Kultur darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang tidak diobati
- Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan karena pengisian alveoli oleh cairan radang berupa : opasitas / peningkatan densitas ( konsolidasi ) disertai dengan gambaran air bronchogram
- Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis negatif, maka ulangan foto toraks harus diulangi dalam 24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
- Pemeriksaan gas darah
- Hipoksemia & hipokarbia
- Asidosis respiratorik pada stadium lanjut
KARAKTER KLINIS |
PNEUMONIA BAKTERIAL |
PNEUMONIA NON BAKTERIAL (ATIPIKAL) |
Timbulnya gejala |
Mendadak sebagian besar di paru |
Berangsur-angsur, sering bersifat umum selain di paru |
Batuk |
Produktif dengan banyak sputum, purulen/mukopurulen |
Tidak produktif, sputum sedikit |
Pengecatan gram |
Sering ditemukan mikroba |
Non diagnostik, baik pada pengecatan gram maupun kultur |
Leukositosis |
Ada dan tinggi, leukopeni pada kasus yang jelek |
Biasanya tidak ada, atau leukopeni |
Nyeri dada |
Ada, bervariasi dari yang ringan sampai berat |
Jarang |
Foto paru |
Tanda konsolidasi lobar, segen atau bronkopneumonia |
Tidak mengikuti batas anatomis, kelainan interstitial |
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi, yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten terhadap penesilin.
A.) Faktor modifikasi adalah keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan kuman patogen yg spesifik. Kuman-kuman tersebut meliputi :
- Streptococcus pneumoniae yg resisten terhadap penisilin :
b. Mendapat tx betalaktam dlm 3 bulan terakhir
c. Pecandu alkohol
d. Penyakit gangguan imunitas (tms tx steroid)
e. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
f. Kontak dengan anak-anak
- Enterik gram-negative :
- Penghuni rumah jompo
- Adanya dasar penyakit kardiopulmoner
- Adanya penyakit ko-morbid yang lain
- Pengobatan antibiotika sebelumnya
- 3. Pseudomonas aeruginosa :
- Kerusakan jaringan paru (bronkiektasis)
- Terapi kortikosteroid (>10 mg pednison/hari)
- Pengobatan antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari sebelumnya
- Malnutrisi
- kecenderungan epidemiologis setempat
- usia penderita
- penyakit penyerta / komorbid
- faktor risiko sosial (alkohol, drug abuse, dll)
- temuan kelainan paru (pemeriksaan fisik dan radiologis)
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik
-
- Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang darti 4 jam
c. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
2.9 Asuhan Keperawatan
No. |
Diagnosis Keperawatan |
Perencanaan |
|||||
Tujuan |
Intervensi |
Rasional |
|||||
1. |
Data Subjektif
Data Objektif
|
Jalan napas bersih dan efektif setelah hari perawatan, dengan criteria: a) Tidak ada dypsnoe, sianosis, ronchi dan suara krek-krek b) BGA mormal pH = 7,35 – 7,45 H+ = 35–45 nmol/L(nM) PaO2 = 80–100 mmHg PaCO2 = 35–45 mmHg HCO3−= 22–26 mmol/L |
1) Mengkaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi 2) mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki. 3) Memberikan posisi semi fowler. 4) Memberikan minum hangat sedikit sedikit tapi sering. 5) Melaksanakan tindakan delegatif : Bronchodilator, mukolitik, untuk mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. |
|
|||
2. |
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen |
Menunjukan fungsi paru yang optimal dengan kriteria sesak hilang, tidak ada sianosis pada kulit, membran mucosa dan kuku. |
1) Mengkaji frekuensi, Kedalaman dan kemudahan pernafasan. 2) Mengbsevasi warna kulit, membran mucosa dan kuku apakah terdapat sianosis. 3) Mempertahankan istirahat dan tidur. 4) Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi |
|
|||
3. |
Intoleransi aktivitas berhubungan dewngan kelemahan umum. |
Mampu toleran terhadap aktivitas sesuai kemampuan / kondisi anak. |
1) Membantu aktivitas anak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2) Menyarankan keluarga untuk membatasi aktivitas anak yang berlebihan yang dapat menimbulkan kelelahan. 3) Menyarankan untuk melakukan aktivitas secara bertahap. |
|
|||
4. |
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru. |
Nyeri hilang / berkurang dengan kriteria : Menunjukan penurunan skala nyeri , wajah tampak rileks. |
1) Menentukan karakteristik nyeri misalnya tajam, ditusuk, dll. 2) Memberikan tindakan kenyamanan 3) Mengjarkan tekhnik relaksasi, atau latihan nafas. 4) Memberikan tindakan delegasi pemberian analgetika untuk menurunkan nyeri. |
|
|||
5. |
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi |
Pengetahuan orang tua meningkat dengan kriteria : mampu mengulang kembali penjelasan yang diberikan. |
1) Memberikan penjelasan tentang penyakit anak, pencegahan,
penatalaksanaan di rumah sakit atau yang dapat dilakukan dirumah agar
oreang tua mengetahui dan mau aktif ikut serta dalam setiap tindakan. 2) Memotivasi ibu untuk melaksanakan anjuran petugas. |
|
|||
6. |
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi. |
Gangguan nutrisi tidak terjadi dengan kriteria makanan yang disediakan dapat dihabiskan. |
1) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah 2) Memberikan makan porsi kecil tapi sering. 3) Menyajikan makanan dalam keadaan hangat. 4) Menimbang BB setiap hari |
|
|||
7. |
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan , penurunan pemasukan oral |
Tidak terjadi kehilangan volume cairan dengan kriteria : Meningkatnya
masukan cairan , tidak ada tanda – tanda kurang volume cairan. |
1) Mengkaji perubahan tanda-tanda vital. 2) Mengkaji turgor kulit. 3) Menyatat intake dan out put cairan. 4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. |
|
|||
Download : WOC ASKEP BRONKOPNEUMONIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar