Kamis, 19 Desember 2013

Keperawatan Jiwa Mengenai Gangguan Kecemasan

A.  Ketidakberdayaan
Menurut Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa Syarif, 2008. Ketidakberdayaan atau disfungsionalitas adalah ketidakmampuan melakukan suatu tindakan, dan keberadaan orang tsb akhirnya  menjadi beban bagi orang lain.
Ketidakberdayaan Jiwa Yakni sekumpulan sifat negative pada diri manusia seperti putus asa, tidak bergairah, pesimis, terasing dari pergaulan yg baik dan lain-lain. Hal ini memerlukan terapi yg kontinyu, dengan berdoa  lalu merumuskan langkah dengan bantuan psikolog atau yg sejenisnya. Diantara syaratnya adalh seseorang perlu menumbuhkan perasaan bahwa setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yg bias dipersembahkan untuk orang, setaip orang punya kemampuan untuk berbuat baik bagi masyrakatnya, dan hal ini akan mendorong seseorang untuk berbuat.
Fenomena/ contoh-contoh  ketidakberdayaan :
1.        Meninggalkan  amar ma'ruf  nahi munkar : sebagian orang saleh lebih memilih ber-'uzlah (mengucilkan diri dari masyarakat untuk beribadah) daripada berda'wah, mereka lebih senang berdzikir daripada mengajarkan kebajikan kepada orang lain, mereka hanya memikirkan kesalehan dirinya sendiri dan tidak mempedulikan nasib orang lain, ini  adalah bentuk  egoisme orang-orang saleh.
2.        Kikir atau ketidaktepatan dalam ber-infaq; Ada sebagian orang kaya yg kikir  berinfaq untuk kebutuhan da'wah seperti penerbitan buku, perlawanan terhadap kristenisasi dll. Ada juga yg lebih suka berinfaq untuk hal-hal yg tidak diperlukan seperti membangun masjid di daerah yg sudah terdapat masjid, menjalankan ibadah haji bagi yg sudah menjalankan, membagikan zakat kepada banyak orang dengan jumlah/nominal sedikit sehingga habis dikonsumsi.
3.        Keahlian yg tidak dikembangkan; seperti perilaku sebagian pekerja yg ulet namun malas berwirausaha, juga sebagian ustadz yg enggan berbicara di hadapan public/ ceramah padahal orang lain sangat membutuhkan ceramahanya.
4.        Ketidak tepatan melakukan tindakan sesuai dg skala prioritas seperti kesibukan berlebih dalam mencari nafkah untuk keluarga, dengan meninggalkan kewajiban da'wah. Sibuk mengurus anak dan mengalahkan sholat berjaaah.
5.        Seorang tsiqoh ( orang yang diberi kepercayaan oleh orang lain, dalam hal agama, perilaku, dan akal ) yang menghujat orang tsiqoh yang lainnya. Banyak sekali kaum muslimin yg mencela ulama dan kelompok lain yg bukan satu jamah  dengan alasan adanya bid'ah dan sebagainya. Padahal seandainya benar kritikan mereka, maka menyembunyikan aib orang lain adalah tetap lebih baik dari pada mengobrolnya.
a.    Banyaknya  waktu  yang disia-siakan.
b.    Tujuan  yg rendah dalam melakukan tindakan
c.    Melanggar janji; Seperti janji untuk mengerjakan suatu pekerjaan, berjanji menyelesaikan suatu masalah, berjanji untuk datang di suatu acara dll namun mereka tidak melaksanakan, padahal mereka tahu bahwa ingkar janji adalah tanda kemunafikan, anehnya lagi ada diantara mereka yg melanggar janji namun tetap merasa tidak berdosa/  bersalah.
6.        Ketidak mampuan mengendalikan keluarga. Banyak juga orang-orang salaeh yg tidak mampu menendalikan keluarganya, sehingga istrinya mengendalikan bahtera rumah tangga, dan suami tidak berani menegur istrinya ketika berbuat salah, terlebih apabila ia tinggal bersama mertua  atau karena istri memiliki penghasilan yg melebih penghasilan suami.
Penyebab ketidakberdayaan:
1.        Tawadlu  yang palsu; yakni sikap inkisar atau patah semangat dalam kepribadian. Ia tidak mau melakukan sesuatu dengan alasan tidak mampu, padahal ada orang lain yg  lebih rendah kemampuannya, namun iamampu melaksanakan pekerjaan itu. Dengan alasan tawadlu' ia tinggalkan hal-hal penting yg harus ia kerjakan.
2.        Terlalu sensitive; Sensitifitas memang perlu, namun apabila sentiment pribadi telah menguasai diri seseorang, maka ini akan berbahaya, karena ia akan menfasirkan setiap pembicaraan orang lain dg berbagai macam penafsiran yg mungkin tidak diniatkan oleh pembicara itu sendiri, akhirnya ia mudah tersinggung dsb.
3.        Malas; kemalasan adalah penyakit besar yg melanda setiap orang , itulah sebabnya maka kita dianjurkan untuk berlindung kepada Allah dari sifat malas dan  lemah.
4.        Kebosanan/ Futur; Kebosanan bisa timbul karena sifat seseorang pembosan, karena tidak mantap pada suatu hal, karena selera dalam bekerja yg hanya mau mengerjakan sesuatu hanya  dg dasar like and dislike, tidak melihat sisi hukumnya, atau future juga bisa meuncul karena kegagalan.
a.    Inqibadh  (sempit dada), kurang sabar dan kurang ulet.
b.    Putus  asa. Putus asa adalah kematian dini, seseorang akan  menjadi tak berdaya dan patah semangat untuk mencari solusi atas problematika yg dihadapi, kadang-kadang hal ini terwujud dengan ketidaksiapan mereka menerima amanah-amanah tertentu, karena mereka menganggap apa yg dilakukan tdak akan bermanfaat.
5.        Takut
6.        Ketidak jelasan  (ghumud)
7.        Ragu-ragu.
Mengobati Ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan secara umum :
1.        Membaca  Buku, khususnya buku biografi.  Dengan biografi kita bisa mengetahui himmah (semangat) orang lain dan mengenal keunikan mereka, agar kita bisa mencontohnya.
2.        Mengunjungi orang-orang saleh yg memiliki semangat tinggi. Seseorang yg melihat orang lain yg memiliki kelebihan, biasanya ia akan terpengaruh, ini adalah watak manuisa secara umum. Itulah perlunya bersilatrrahmi dan berkumpul dengan orang-orang saleh.
3.        Memahami misi manusia  dalam kehidupan ini. Manusia diciptakan untuk beribadah, menundukkan didinya kepada Allah dan menundukkan diri mahluk yg lain kepada Allah. Ia ada di dunia  ini karena adanya tugas dari Allah, manusia ada bukan tanpa tujuan. Selama tujuan belum terwujud maka ia harus berusaha semaksimal mungkin dan tidal kenal lelah.
4.        Keteguhan hati dalam mengikis ketidakberdayaan. Seseorasng yg tidak antusias memerangi ketidakberdayaan  maka ia akan menjadi pasif  dan tidak dapat hidup maju, meskipun hal ini perlu banyak latihan, namun sadarlah bahwa manusia memiliki potensi besar yg diberikan oleh Allah swt.
5.        Memiliki cita-cita yg tinggi dan bersemangat untuk menggapainya.
B.  Koping individu
Koping individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan ditentukan oleh berbagai hal. Beberapa ahli menunjukkan ketertarikan untuk meneliti berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping. Brehm & Kassin (1990) berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh:
a.    Faktor-faktor internal seperti pikiran, perasaan, genetik, fisiologis, dan/atau tipe kepribadian
b.    Faktor-faktor eksternal seperti peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang terjadi dalam hidup individu, konteks budaya dimana individu berada, dan/atau hubungan-hubungan sosial yang dihadapinya.
Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan koping adalah kepribadian. Cara individu dengan kepribadian introver atau ekstrover misalnya, jelas akan berbeda. Pada individu introver, dia akan lebih memfokuskan pada koping yang mendukung kepribadiannya yang lebih melihat ke dalam dirinya. Sedangkan individu yang ekstrover akan memilih koping yang lebih banyak melihat atau melibatkan hal-hal di luar dirinya.
Sment (1984) berpendapat bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan koping terhadap tekanan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a.    Kondisi individu yang bersangkutan, seperti berapa umurnya, apa jenis kelaminnya, bagaimana temperamennya, faktor-faktor genetik yang didapat dari leluhurnya, tingkat intelegensi, tingkat atau jenis pendidikan, suku asal, kebudayaan dimana ia tinggal/dibesarkan, status ekonomi, dan/atau kondisi fisik secara umum
b.    Karakteristik kepribadian seperti tipe keribadian A atau B, individu yang optimis atau pesimis, dan jenis-jenis /tipologi kepribadian lainnya
c.    Kondisi sosial kognitif seperti dukungan sosial, jaringan sosial, dan/atau kontrol pribadi atas diri individu itu sendiri
d.   Hubungan yang terjadi antara individu tersebut dengan lingkungan sosial atau jaringan sosialnya, dan/atau penyatuan diri masing-masing individu dalam sebuah kelompok pada masyarakat di mana ia tinggal
e.    strategi mengatasi tekanan yang lebih banyak diambil setiap menghadapi situasi yang membutuhkan pengentasan masalah, seperti berfokus pada emosi, pada masalah, menghindar dari masalah, atau menganggap masalah tersebut tidak ada.
C.  Gangguan citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda). baik masa lalu maupun sekarang.
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi.
Stresor pada tiap perubahan adalah
a.         Perubahan ukuran tubuh berat badan yang turun akibat penyakit,
b.        Perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus.
c.         Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai degnan pemasangan alat di dalam tubuh.
d.        Perubahan fungsi berbagaipenyakit yang dapat merubah sistem tubuh
Keterbatasan gerak, makan, kegiatan.
e.         Makna dan objek yang sering kotak, penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain)
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh :
1.        Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2.        Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3.        Menolak penjelasan perubahan tubuh
4.        Persepsi negatif pada tubuh
5.        Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6.        Mengungkapkan keputusasaan
7.        Mengungkapkan ketakutan
D.  HDR situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan :
a.         Pemeriksaan fisik yang sembarangan,
b.        Pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit,
c.         Perlakuan  petugas yang tidak menghargai.
Selain itu, Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. (Struart & Sunden, 1998). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami/ beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri. (Carpenito L.J 1997). Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif. (Wilkinson,2007) Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri serta merasa gagal mencapai keinginan.

       Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah transisi antara respon konsep diri adaptif dan mal adaptif adalah sebagai berikut :
Respon-respon maladaptif meliputi :
Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman yang sukses. Konsep diri positif individu mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya.

Rentang respon yang berada antara rentang respon adaptif dan maladaptif meliputi :
·           Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.
Rentang respon maladaptif meliputi :
·           Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan kepribadian pada remaja yang harmonis.
Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa asing dengan diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan kegagalan dalam ujian realitas. Individu mengalami kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.( Struart, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar