A. Ketidakberdayaan
Menurut Muhammad
bin Hasan bin Aqil Musa Syarif, 2008. Ketidakberdayaan atau disfungsionalitas adalah
ketidakmampuan melakukan suatu tindakan, dan keberadaan orang tsb akhirnya menjadi beban bagi orang lain.
Ketidakberdayaan
Jiwa Yakni sekumpulan sifat negative pada diri manusia seperti putus asa, tidak
bergairah, pesimis, terasing dari pergaulan yg baik dan lain-lain. Hal ini
memerlukan terapi yg kontinyu, dengan berdoa
lalu merumuskan langkah dengan bantuan psikolog atau yg sejenisnya.
Diantara syaratnya adalh seseorang perlu menumbuhkan perasaan bahwa setiap
orang memiliki potensi dan kemampuan yg bias dipersembahkan untuk orang, setaip
orang punya kemampuan untuk berbuat baik bagi masyrakatnya, dan hal ini akan
mendorong seseorang untuk berbuat.
Fenomena/
contoh-contoh ketidakberdayaan :
1.
Meninggalkan amar ma'ruf
nahi munkar
: sebagian orang saleh lebih memilih ber-'uzlah (mengucilkan diri dari
masyarakat untuk beribadah) daripada berda'wah, mereka lebih senang berdzikir
daripada mengajarkan kebajikan kepada orang lain, mereka hanya memikirkan
kesalehan dirinya sendiri dan tidak mempedulikan nasib orang lain, ini adalah bentuk
egoisme orang-orang saleh.
2.
Kikir atau ketidaktepatan dalam
ber-infaq; Ada
sebagian orang kaya yg kikir berinfaq
untuk kebutuhan da'wah seperti penerbitan buku, perlawanan terhadap
kristenisasi dll. Ada juga yg lebih suka berinfaq untuk hal-hal yg tidak
diperlukan seperti membangun masjid di daerah yg sudah terdapat masjid,
menjalankan ibadah haji bagi yg sudah menjalankan, membagikan zakat kepada
banyak orang dengan jumlah/nominal sedikit sehingga habis dikonsumsi.
3.
Keahlian yg tidak dikembangkan; seperti perilaku sebagian pekerja
yg ulet namun malas berwirausaha, juga sebagian ustadz yg enggan berbicara di
hadapan public/ ceramah padahal orang lain sangat membutuhkan ceramahanya.
4.
Ketidak tepatan melakukan tindakan
sesuai dg skala prioritas
seperti kesibukan berlebih dalam mencari nafkah untuk keluarga, dengan
meninggalkan kewajiban da'wah. Sibuk mengurus anak dan mengalahkan sholat
berjaaah.
5.
Seorang tsiqoh ( orang
yang diberi kepercayaan oleh orang lain, dalam hal agama, perilaku, dan akal )
yang menghujat orang tsiqoh yang lainnya. Banyak sekali kaum muslimin yg mencela ulama dan kelompok
lain yg bukan satu jamah dengan alasan
adanya bid'ah dan sebagainya. Padahal seandainya benar kritikan mereka, maka
menyembunyikan aib orang lain adalah tetap lebih baik dari pada mengobrolnya.
a. Banyaknya waktu
yang disia-siakan.
b. Tujuan yg rendah dalam melakukan tindakan
c. Melanggar janji; Seperti janji untuk
mengerjakan suatu pekerjaan, berjanji menyelesaikan suatu masalah, berjanji
untuk datang di suatu acara dll namun mereka tidak melaksanakan, padahal mereka
tahu bahwa ingkar janji adalah tanda kemunafikan, anehnya lagi ada diantara
mereka yg melanggar janji namun tetap merasa tidak berdosa/ bersalah.
6.
Ketidak mampuan mengendalikan
keluarga. Banyak
juga orang-orang salaeh yg tidak mampu menendalikan keluarganya, sehingga
istrinya mengendalikan bahtera rumah tangga, dan suami tidak berani menegur
istrinya ketika berbuat salah, terlebih apabila ia tinggal bersama mertua atau karena istri memiliki penghasilan yg
melebih penghasilan suami.
Penyebab
ketidakberdayaan:
1.
Tawadlu yang palsu; yakni sikap inkisar atau patah semangat dalam kepribadian.
Ia tidak mau melakukan sesuatu dengan alasan tidak mampu, padahal ada orang
lain yg lebih rendah kemampuannya, namun
iamampu melaksanakan pekerjaan itu. Dengan alasan tawadlu' ia tinggalkan
hal-hal penting yg harus ia kerjakan.
2.
Terlalu sensitive; Sensitifitas memang perlu, namun
apabila sentiment pribadi telah menguasai diri seseorang, maka ini akan
berbahaya, karena ia akan menfasirkan setiap pembicaraan orang lain dg berbagai
macam penafsiran yg mungkin tidak diniatkan oleh pembicara itu sendiri,
akhirnya ia mudah tersinggung dsb.
3.
Malas; kemalasan adalah penyakit besar yg
melanda setiap orang , itulah sebabnya maka kita dianjurkan untuk berlindung
kepada Allah dari sifat malas dan lemah.
4.
Kebosanan/ Futur; Kebosanan bisa timbul karena sifat
seseorang pembosan, karena tidak mantap pada suatu hal, karena selera dalam
bekerja yg hanya mau mengerjakan sesuatu hanya
dg dasar like and dislike, tidak melihat sisi hukumnya, atau
future juga bisa meuncul karena kegagalan.
a. Inqibadh (sempit dada), kurang sabar dan kurang ulet.
b. Putus asa. Putus asa adalah kematian dini,
seseorang akan menjadi tak berdaya dan
patah semangat untuk mencari solusi atas problematika yg dihadapi,
kadang-kadang hal ini terwujud dengan ketidaksiapan mereka menerima
amanah-amanah tertentu, karena mereka menganggap apa yg dilakukan tdak akan
bermanfaat.
5.
Takut
6.
Ketidak jelasan (ghumud)
7.
Ragu-ragu.
Mengobati
Ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan secara umum :
1.
Membaca Buku, khususnya buku biografi.
Dengan biografi kita bisa mengetahui himmah (semangat) orang lain dan
mengenal keunikan mereka, agar kita bisa mencontohnya.
2.
Mengunjungi orang-orang saleh yg
memiliki semangat tinggi.
Seseorang yg melihat orang lain yg memiliki kelebihan, biasanya ia akan
terpengaruh, ini adalah watak manuisa secara umum. Itulah perlunya
bersilatrrahmi dan berkumpul dengan orang-orang saleh.
3.
Memahami misi manusia dalam kehidupan ini. Manusia diciptakan untuk
beribadah, menundukkan didinya kepada Allah dan menundukkan diri mahluk yg lain
kepada Allah. Ia ada di dunia ini karena
adanya tugas dari Allah, manusia ada bukan tanpa tujuan. Selama tujuan belum
terwujud maka ia harus berusaha semaksimal mungkin dan tidal kenal lelah.
4.
Keteguhan hati dalam mengikis
ketidakberdayaan.
Seseorasng yg tidak antusias memerangi ketidakberdayaan maka ia akan menjadi pasif dan tidak dapat hidup maju, meskipun hal ini
perlu banyak latihan, namun sadarlah bahwa manusia memiliki potensi besar yg
diberikan oleh Allah swt.
5.
Memiliki cita-cita yg tinggi dan
bersemangat untuk menggapainya.
B. Koping individu
Koping
individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan ditentukan
oleh berbagai hal. Beberapa ahli menunjukkan ketertarikan untuk meneliti
berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping. Brehm & Kassin (1990)
berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh:
a. Faktor-faktor
internal seperti
pikiran, perasaan, genetik, fisiologis, dan/atau tipe kepribadian
b. Faktor-faktor
eksternal seperti
peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang terjadi dalam hidup individu,
konteks budaya dimana individu berada, dan/atau hubungan-hubungan sosial yang
dihadapinya.
Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi individu dalam melakukan koping adalah kepribadian. Cara
individu dengan kepribadian introver atau ekstrover misalnya, jelas akan
berbeda. Pada individu introver, dia akan lebih memfokuskan pada koping yang
mendukung kepribadiannya yang lebih melihat ke dalam dirinya. Sedangkan
individu yang ekstrover akan memilih koping yang lebih banyak melihat atau
melibatkan hal-hal di luar dirinya.
Sment (1984) berpendapat bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan koping terhadap tekanan.
Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Kondisi
individu yang bersangkutan,
seperti berapa umurnya, apa jenis kelaminnya, bagaimana temperamennya,
faktor-faktor genetik yang didapat dari leluhurnya, tingkat intelegensi,
tingkat atau jenis pendidikan, suku asal, kebudayaan dimana ia
tinggal/dibesarkan, status ekonomi, dan/atau kondisi fisik secara umum
b. Karakteristik
kepribadian
seperti tipe keribadian A atau B, individu yang optimis atau pesimis, dan
jenis-jenis /tipologi kepribadian lainnya
c. Kondisi
sosial kognitif
seperti dukungan sosial, jaringan sosial, dan/atau kontrol pribadi atas diri
individu itu sendiri
d. Hubungan
yang terjadi antara individu tersebut dengan lingkungan sosial atau jaringan sosialnya, dan/atau
penyatuan diri masing-masing individu dalam sebuah kelompok pada masyarakat di
mana ia tinggal
e. strategi
mengatasi tekanan
yang lebih banyak diambil setiap menghadapi situasi yang membutuhkan
pengentasan masalah, seperti berfokus pada emosi, pada masalah, menghindar dari
masalah, atau menganggap masalah tersebut tidak ada.
C. Gangguan citra tubuh
Citra tubuh
adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau
tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi,
keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus (anting,
make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda). baik masa lalu maupun sekarang.
Gangguan
citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh
yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan,
makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat di rumah
sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi.
Stresor pada tiap
perubahan adalah
a.
Perubahan ukuran tubuh berat badan yang
turun akibat penyakit,
b.
Perubahan bentuk tubuh, tindakan
invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus.
c.
Perubahan struktur, sama dengan
perubahan bentuk tubuh di sertai degnan pemasangan alat di dalam tubuh.
d.
Perubahan fungsi berbagaipenyakit yang
dapat merubah sistem tubuh
Keterbatasan gerak, makan, kegiatan.
Keterbatasan gerak, makan, kegiatan.
e.
Makna dan objek yang sering kotak,
penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi,
respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain)
Tanda dan gejala gangguan citra
tubuh :
1.
Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah
2.
Tidak menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi/akan terjadi
3.
Menolak penjelasan perubahan tubuh
4.
Persepsi negatif pada tubuh
5.
Preokupasi dengan bagian tubuh yang
hilang
6.
Mengungkapkan keputusasaan
7.
Mengungkapkan ketakutan
D. HDR situasional
Yaitu
terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat dapat terjadi
harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan :
a.
Pemeriksaan
fisik yang sembarangan,
b.
Pemasangan
alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit,
c.
Perlakuan
petugas yang tidak menghargai.
Selain itu, Harga diri rendah adalah
penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. (Struart & Sunden, 1998). Harga diri rendah adalah keadaan
dimana individu mengalami/ beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang
kemampuan diri. (Carpenito L.J 1997).
Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif. (Wilkinson,2007) Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri serta
merasa gagal mencapai keinginan.
Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah transisi antara respon konsep diri adaptif dan mal adaptif adalah sebagai berikut :
Respon-respon maladaptif meliputi :
Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman yang sukses. Konsep diri positif individu
mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya.
Rentang respon yang berada antara rentang respon adaptif dan maladaptif meliputi :
·
Harga
diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami
evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.
Rentang respon maladaptif meliputi :
·
Kekacauan
identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa
kanak-kanak kedalam kematangan kepribadian pada remaja yang harmonis.
Depersonalisasi adalah perasaan yang
tidak realistik dan merasa asing
dengan diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan kegagalan
dalam ujian realitas. Individu mengalami kesulitan membedakan diri sendiri dari
orang lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.( Struart,
2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar