Kamis, 19 Desember 2013

ADHD (Attention Deficit with Hyperactivity Disorder)


ADHD (Attention Deficit with Hyperactivity Disorder)
            Istilah hiperaktif sudah sangat populer di masyarakat, terutama orangtua dan guru. Anak dengan ADHD cenderung memiliki kesulitan mengendalikan aktivitas atau tindakan mereka dalam situasi yang menuntut mereka duduk tenang. Ketika dituntut untuk tenang, mereka tidak mampu berhenti bergerak atau berbicara. Tindakan mereka terkadang tampak membahayakan. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh aktivitas berlebih dan ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian. Gangguan ini menimbulkan masalah sosial, dan biasanya merugikan orang lain daripada anak-anak yang menerima diagnosis ini.
Anak-anak dengan ADHD dapat memahami tindakan social yang tepat dalam situasi tertentu, tetapi tidak mampu menterjemahkan pemahamannya ini ke dalam perilaku tepat dalam interaksi social nyata. Anak-anak dengan gangguan ini biasanya berperilaku agresif, tidak menyenangkan, dan mengganggu. Oleh karena itu, biasanya mereka sulit untuk menjalin persahabatan dan bermain dengan anak-anak seusianya. Anak-anak dengan gangguan ini juga biasanya akan dijauhi, ditolak, atau diabaikan oleh teman-teman seusia mereka.
            Sekitar 15-30% dari anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan belajar, dan sekitar separuh dari anak-anak ADHD ditempatkan dalam program pendidikan khusus karena kesulitan mereka dalam beradaptasi pada tipikal lingkungan kelas. Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika anak berada di sekolah dasar, ketika masalah pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas menghambat anak untuk menyesuaikan diri di sekolah. Keluhan yang sering muncul dari orangtua atau guru adalah anak tampak tidak dapat duduk tenang, gelisah, suka bergerak-gerak di kursi, mengganggu kegiatan anak-anak lain, mudah marah, sering membuat keributan di kelas, melakukan perilaku yang berbahaya, gagal menangkap instruksi, gagal menyelesaikan tugas, memiliki kesulitan belajar dan pernah mengulang kelas. 
Berdasarkan DSM IV, berikut adalah criteria diagnostik untuk gangguan ADHD:
A.    1.)  Enam atau lebih gejala dari inattention yang telah menetap selama paling sedikit 6 bulan dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tahap perkembangan.
Inattention: Gagal memusatkan perhatian pada detail, careless mistakes, gagal mempertahankan perhatian pada aktivitas, tidak mendengarkan, sering tidak mengikuti instruksi, kesulitan mengorganisasikan tugas, mudah terdistraksi, sering lupa, dll.
2.) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas dan impulsivitas selama paling sedikit 6 bulan dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tahap perkembangan.
Hiperaktivitas: gelisah, lari-larian, memanjat-manjat berlebihan, tidak bisa diam, berbicara berlebihan.
Impulsivitas: suka menjawab pertanyaan sebelum selesai, tidak sabar menunggu giliran, sering menginterupsi orang, dll.
B.    Beberapa hiperaktivitas dan impulsivitas atau gejala inattentive yang menyebabkan hendaya muncul sebelum usia 7 tahun.
C.   Beberapa hendaya dari gejala-gejala muncul pada dua atau lebih seting lingkungan (contoh: di sekolah dan di rumah)
D.   Harus ada bukti klinis yang jelas dari hendaya fungsi-fungsi sosial, akademis, atau pekerjaan.
E.    Gejala-gejala tidak terjadi secara eksklusif selama perkembangan gangguan menetap, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak termasuk gangguan mental lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, dll)
DSM IV juga membagi ADHD menjadi beberapa subtipe gangguan seperti di bawah ini:
    • ADHD predominantly inattentive type (enam atau lebih gejala inatensi disertai gejala hiperaktivitas paling sedikit terjadi selama enam bulan).
    • ADHD predominantly hyperactive-impulsive type (enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif disertai gejala inatentif paling sedikit terjadi selama enam bulan).
    • ADHD combined type (enam atau lebih gejala inatentif dan enam atau lebih gejala hiperaktivitas selama sekurang-kurangnya enam bulan). Tipe ini adalah tipe yang paling banyak dialami oleh anak-anak.
  • Individu yang pada tahap awal menderita predominantly inattentive atau predominantly hyperactive dapat berkembang menjadi combined type, dan sebaliknya.
  • Penampakan bervariasi tergantung pada usia dan tahap perkembangan.
  • Biasanya pada anak penderita ADHD skor IQ nya lebih rendah.
Dalam gangguan yang parah gangguan sangat menjadi hendaya, mempengaruhi penyesuaian sosial, familial dan skolastik. Gerak yang berlebihan pada anak akan hilang bersama kematangan usia, dan gejala hiperaktivitas akan berbentuk keresahan atau kegelisahan dalam diri.
            Prevalensi ADHD sulit untuk dipastikan karena berbagai definisi dari gangguan dari waktu ke waktu dan perbedaan sampel populasi. Berdasarkan consensus bahwa ada sekitar 3-5% dari anak-anak di seluruh dunia mengalami ADHD (DSM IV, 1994). Diyakini bahwa gangguan ini lebih umum dialami oleh anak laki-laki disbanding anak perempuan.
PERSPEKTIF TEORITIS/PENYEBAB
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi gangguan ini, yaitu factor biologis dan factor psikologis.
1.  Text Box:  Faktor Biologis.
·         Genetik.
Penelitian menyatakan bahwa predisposisi genetic memegang peran dalam  gangguan ADHD. Orangtua yang mengalami ADHD, besar kemungkinan anaknya akan mengalami gangguan yang sama.
·         Kurang aktifnya korteks otak besar bagian depan.
Ada juga peneliti lain yang menemukan bahwa ada bagian otak yang dapat mempengaruhi ADHD, yaitu kurang aktifnya otak bagian depan dari korteks otak besar, dimana bagian otak ini bertanggung jawab untuk menghambat impuls/dorongan dan mempertahankan kendali diri (self control).
·         Abnormalitas ringan.
Studi EEG dan MRI (tes neuropsikologis) menunjukkan adanya abnormalitas ringan di area otak yang mengatur perhatian, keterangsangan, kontrol  perilaku gerakan, dan komunikasi antara hemisfer kiri dan kanan.
·         Racun lingkungan.
Teori populer mengenai ADHD mencakup peran pengaruh racun dari lingkungan dalam mengembangkan gangguan ini. Nikotin diketahui sebagai salah satu racun lingkungan yang berpengaruh pada janin. ADHD lebih banyak terjadi pada anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilan daripada yang tidak. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak selama perkembangan prenatal. Selain itu, berdasarkan studi pada hewan mengindikasikan bahwa eksposur kronis terhadap nikotin meningkatkan pelepasan dopamine di otak yang menyebabkan hiperaktivitas (Fung & Lao, 1989; Johns et al. 1982)
·         Faktor perinatal dan prenatal,
seperti berat lahir rendah, komplikasi saat kelahiran, berbagai zat yang dikonsumsi ibu (tembakau dan alkohol).
2.  Faktor Psikologis
·         Faktor Lingkungan. Psikoanalis anak, Bruno Bettelheim (1973) menyatakan bahwa hiperaktivitas berkembang ketika suatu predisposisi terhadap gangguan terkombinasikan dengan pola asuh orangtua yang otoritarian. Jika seorang anak dengan disposisi aktivitas yang berlebihan dan mood yang sulit dikendalikan ditekan oleh orangtua yang tidak sabar dan penuh penolakan, anak menjadi tidak mampu mengatasi tuntutan
orangtua untuk patuh. Sejalan dengan itu, orangtua pun menjadi semakin negatif dan hubungan orangtua-anak pun menjadi lebih buruk. Faktor lingkungan lain juga diduga memiliki peranan dalam gangguan ini, namun juga belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa peneliti masih mencoba meneliti beberapa faktor lingkungan, seperti tingginya konflik dalam keluarga, stres emosional selama kehamilan.
·         Faktor Belajar. Hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku atau modeling dari orangtua dan saudara kandung.

PENANGANAN
                 ADHD biasanya ditangani dengan memberikan obat-obatan dan metode behavioral yang berdasarkan operant conditioning.
Terapi Obat.
                 Obat-obatan stimulant, khususnya Ritalin (metylphenidate) telah menjadi resep yang diberikan psikiater sejak awal tahun 1960an. Obat-obatan stimulan ini dapat menenangkan, meningkatkan rentang perhatian anak-anak ADHD, mengurangi impulsivitas, hiperaktivitas, perilaku mengganggu dan agresi. Pemberian obat ini biasanya berlanjut hingga masa remaja atau bahkan dewasa. Di sisi lain, penggunaan stimulan menimbulkan efek samping, yaitu tingginya tingkat kambuh jika anak berhenti menggunakan, hilangnya nafsu makan, sulit tidur, memperlambat perkembangan fisik, dan terjadinya penyalahgunaan Ritalin.
Walaupun obat memiliki kelebihan seperti yang disebutkan di atas, namun obat tidak mampu mengajarkan keterampilan baru pada anak-anak ADHD. Oleh karena itu, perlu penanganan dengan pendekatan yang lain.
Kognitif-Behavioral.
1.  Selain medikasi, penanganan yang dinilai efektif terhadap ADHD mencakup training orangtua dan perubahan dalam manajemen kelas, menggunakan prinsip operant conditioning. Penanganan dengan pendekatan ini dilakukan dengan modifikasi perilaku yang biasanya dilakukan dengan penggunaan reinforcement. Program ini telah menunjukkan paling tidak keberhasilan jangka pendek dalam meningkatkan baik perilaku social dan akademik anak. Dalam penanganan ini, perilaku anak pada saat di sekolah maupun di rumah dimonitor dan diberikan penguatan atau reinforcement untuk perilaku yang tepat. Sebagai contoh, bila anak dapat duduk tenang di kursi dan mengerjakan tugas yang diberikan, anak diberikan reinforcement. Misal, pemberian bintang, sticker, atau poin jika anak dapat duduk diam dan tenang selama mengerjakan satu tugas. Bintang, sticker, atau poin dapat ditukar dengan hadiah pada akhirnya. (Catatan: guru dan orangtua diajarkan untuk menggunakan reinforcement dengan lebih tepat). Focus untuk penanganan ini adalah lebih pada meningkatkan pengerjaan tugas akademis anak, penyelesaian tugas di rumah, mempelajari keterampilan social yang spesifik daripada untuk mengurangi tanda hiperaktivitas anak.
2.  Pelatihan bagi para guru. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar para guru memahami kebutuhan dari anak-anak dengan gangguan ini dan dapat menerapkan teknik-teknik operan di kelas. Penelitian menunjukkan bahwa struktur kelas tertentu dapat berdampak positif pada anak dengan ADHD. Misalnya, dimana guru dapat memvariasikan format materi dan presentasi, tugas-tugas diberikan dalam bentuk singkat, memberikan feedback dengan segera, sediakan waktu luang untuk physical exercise, dll. Para guru juga dapat diminta untuk membuat laporan kepada orangtua mengenai perilaku anak di sekolah. Kemudian, orangtua akan menindaklanjuti dengan hadiah dan konsekuensi di rumah. Perubahan lingkungan didesain untuk mengakomodasi keterbatasan yang dimiliki anak-anak dengan gangguan ini, daripada mengubah gangguan ini sendiri.
REFERENSI
  Weiner.I.B (1982). Child and adolescent psychopathology, Singapore: John Wiley & Sons
  Davison.G.C, Neale.J.M, Kring.A.M. (2004), 9th edition, USA: John Wiley & Sons
  Diagnostic and Statistical Manual IV, APA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar