surangga jaya
Nip : 2011.087
LAPORAN
PENDAHULUAN
POST
PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar,
1998).
Sectio
Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada
dinding uterus yang utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
B. Etiologi
a. Indikasi
Ibu
a) Panggul
sempit absolute
b) Placenta
previa
c) Ruptura
uteri mengancam
d) Partus
Lama
e) Partus
Tak Maju
f) Pre
eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi
Janin
a) Kelainan Letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul
sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara
lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b) Gawat Janin
c) Janin Besar
c. Kontra Indikasi
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan
sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah
terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan
pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat.
Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea
juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.
D. Manifestasi Klinik Post Sectio
Caesaria
Persalinan dengan Sectio Caesaria ,
memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi
klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian
abdomen
c.
Fundus
uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea
sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan
darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional
dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak
terdengar atau samar
i.
Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j.
Status
pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak
direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur
l.
Bonding
dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio
Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio
caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih
cepat,tidak mengakibatkan komplikasi
kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada reperitonealisasi
yang baik danuntuk persalinan berikutnya
lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi
pada segmen bawah rahim dengan kelebihan
penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan
kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki
kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan
pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut
arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan
:
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung
kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal
atau distal
Kekurangan
:
a) Infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC
klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri
karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura
uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil
lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
e. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan
dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan
:
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan
reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap
baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik
kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan
:
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan
dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih
post operatif tinggi.
F. Komplikasi
a. Infeksi
Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi
disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang
telah pecah terlalu lama.
b. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus
dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
c. Luka
pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi
terlalu tinggi.
d. Suatu
komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada
proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal /
spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak
maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan
anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan
diri.
Kurangnya
informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -
saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht)
untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek
kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi
adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan,
waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam
pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya
DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan
perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap
meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan
penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut,
hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang
penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara
pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk
memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan
luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan
Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post
operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi
rasa nyeri.
(Manuaba,
1999)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan,
suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor
medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan
nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
a) Riwayat
kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang
berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang
dirasakan setelah pasien operasi.
b) Riwayat
Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang
dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama (Plasenta previa).
c) Riwayat
Kesehatan Keluarga
d) Meliputi
penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai
riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin
terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 mL
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi
sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik
diri, atau kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen
lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan
gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber
karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri
tekan uterus mungkin ada.
f) Pernapasan
Bunyi
paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
h) Balutan abdomen dapat tampak sedikit
noda / kering dan utuh.
i)
Seksualitas
Fundus
kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b.
Intoleransi
aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c.
Gangguan
Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
d.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
e.
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan
dan perawatan post operasi.
f.
Defisit
perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
3. Rencana Kperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan
pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a) Mengungkapkan nyeri dan tegang di
perutnya berkurang
b) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37
0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d) Wajah tidak tampak meringis
e) Klien tampak rileks, dapat
berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi
:
1. Lakukan pengkajian secara
komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari
ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk
berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan,
dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik
nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan
yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan,
suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan,
penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan
aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu
melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk
beraktivitas
2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap
kondisi luka dan kondisi tubuh umum
3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
4. Bantu klien untuk melakukan tindakan
sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
5. Evaluasi perkembangan kemampuan
klien melakukan aktivitas
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan
pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil
: Tidak terjadi kerusakan integritas
kulit
Intervensi :
1. Berikan
perhatian dan perawatan pada kulit
2. Lakukan latihan
gerak secara pasif
3. Lindungi kulit
yang sehat dari kemungkinan maserasi
4. Jaga kelembaban kulit
d. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi
(kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
b) Suhu dan nadi dalam batas normal (
suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)
c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9
10^3 / uL)
Intervensi
:
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor
risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor,
rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap
eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan
pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan
Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik
sesuai indikasi
e. Ansietas berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas
klien berkurang dengan kriteria hasil :
a) Klien terlihat lebih tenang dan
tidak gelisah
b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya
berkurang
Intervensi
:
1. Kaji respon psikologis terhadap
kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang
dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien
(misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme
koping
5. Berikan informasi yang benar
mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.
6. Diskusikan pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami
klien secara verbal
DAFTAR PUSTAKA
·
Carpenito,
I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
·
Doengoes,
Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
·
Manuaba,
I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
·
Manuaba,
I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
·
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
·
Sarwono,
Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar