Jumat, 29 Maret 2013

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) HARGA DIRI RENDAH



STRATEGI PELAKSANAAN (SP) HARGA DIRI RENDAH
Tugas mata ajaran keperawatan jiwa Dos ibu Hikmah
 SURANGGA JAYA AMD,KEP
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP-1 Pasien : Harga Diri Rendah
Pertemuan Ke-1

PROSES KEPERAWATAN
Kondisi Klien
An.Raka (19 tahun) gelisah, sering melamun, terkadang juga menangis. Mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi karena tidak mampu mewujudkan impian orang tuanya untuk menjadi Perawat.Raka adalah salah satu mahasiswa keperawatan tetapi Ia sebenarnya tidak menyukai jurusannya tersebut, Ia bersedia kuliah di jurusan keperawatan karena keinginan orang tuanya dan sebagai anak Ia juga berusaha membagiakan kedua orang tuanya dengan menuruti perintah orang tuanya tersebut. Tetapi di saat sudah kuliah Ia justru uring-uringan karena merasa memang itu bukan bidang yang disuakainya. Alhasil nilai-nilainya jeblok dan Ia banyak dijauhi oleh teman-temannya.

Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
Tujuan:
1. Pasien dapat mengidentifikasi aspek positifnya
2. Pasien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
4. Pasien dapat mengetahui cara untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.
Tindakan Kperawatan
1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya mengenai pikiran, perasaan, dan pandangan dirinya:dulu dan saat ini, serta harapan yang ingin diwujudkan terhadap dirinya sendiri
2. Diskusikan aspek positif diri
3. Bantu pasien untuk menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
4. Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien
5. Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
6. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan kedalam jadwal harian

PELAKSANAAN TINDAKAN
ORIENTASI
Selamat pagi ? Perkenalkan nama saya Surangga Jaya, Saya senangnya dipanggil Mantri Rangga. Saya adalah Mahsiswa AKPER PEMDA SUBANG yang sedang praktek disini.Nama anda siapa ya? Senangnya dipanggil apa. Oh, jadi anda senangnya dipanggil Raka saja. Saya lihat dari tadi Raka melamun, ada yang sedang dipikirkan. Bagimana kalau kita ngobrol-ngobrol dulu Raka? Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, Jadi Raka maunya kita ngobrol-bgobrolnya 30 menit. Baiklah mau dimana kita ngbrolnya Raka? Oh, jadi kita ngobrolnya diruang ini saja.

KERJA
Bagaimana perasaan Raka saat ini? Oh jadi Raka merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi dan pengen mengakhiri hidup Raka. Mengapa Raka berkata demikian? Biasanya kalau dirumah Raka ngapain saja?Raka punya hobi apa saja? Oh, jadi Raka senangnya Jalan-jalan, menggambar desain dan membuat cerita komik. Menurut Raka dari hobi yang sudah Raka sebutkan tadi mana saja yang mungkin dan dapat kita lakuakan sekarang? Bagaimana jika menggambar desain? Jadi, Raka bersedia mau menggambar desain, kira-kira mau menggambar apa ya? Oh, Jadi Raka mau menggambar rumah. Sebentar saya sediakan peralatannya ya Raka. Kira-kira Raka menggambarnya mau ditemenin Rangga atau tidak. Wah bagus sekali gambarnya Raka. Kira-kira Raka mau menggambarnya berapa banyak ni, bagus lo gambarnya. Oh, Jadi Raka mau 5 kali sehari menggambarnya. Bagaimana kalau kegiatan menggambarnya Rangga buatkan jadwal buat Raka?. Apakah Raka mau? Oke, Jadi Raka bersedia ya Rangga buatkan Raka jadwalnya.

TERMINASI
Bagaimana perasaan Raka setelah kita bercakap-cakap? Wah! Ternyata Raka punya bayak kelebihan ya salah satunya tadi mengambar dan hasil gambarnya bagus lo. Rangga seneng itu dengan gambar buatan Raka. Baik besok kita akan bertemu kembali untuk ngobrol-ngobrol kembali mengenai kemampuan Raka yang lain yitu membuat cerita komik. Kira-kira besok Raka  maunya kita ketemu jam berapa ? Baik! Jadi Raka maunya kita ketemu jam 10.00 WIB dan tempatnya diruang ini saja. Baik Raka sampai jumpa besok. Selamat pagi menjelang siang.

SP Ke-2
Tujuan:
1. Pasien dapat melakukan dan memenuhi kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
2. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa diganggu.
Tindakan Kperawatan
1. Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakuakan
2. Melatih kemampuan ke-2 yang telah disebutkan oleh klien
3. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan tersebut jadwal kegiatan harian.

PELAKSAAN TINDKAAN
ORIENTASI
Pagi Raka? Bagaimana perasaan Raka hari ini? Apakah sudah dicoba kegiatan yang kemarin sudah dimasukkan kedalam jadwal harian Raka? Wah, bagus sekali. Sudah berapa banyak gambar yang Raka buat. Bolehkan Rangga melihatnya.Wah, hebat bagus sekali gambarnya. Oya Raka masih ingat ngaak kita mau ngapain hari ini? Iya, benar sekali jadi, kemarin Raka menyubutkan selain Raka suka menggambar desain rumah Raka juga suka membuat cerita komik. Jadi, hari ini kita akan latihan untuk membuat cerita komik. Apakah Raka bersedia? Kira-kira mau berapa lama dengan Rangga? Oh, jadi Raka maunya 30 menit. Baiklah ruangnya disini saja. Baiklah

KERJA
Bagaiamana perasaan Raka setelah menggambar begitu banyak gambar dan gambar-gambar desainnya bgasu-bagus sekali? Apa yang Raka rasakan. Oh, Raka jadi merasa Raka masih berguna, buktinya Raka masih bisa membuat gambar-gambar desain yang bagus sekali. Bagaiman dengan hobi Raka yang lain? Raka masih ingat? Ya, bagus sekali Raka masih ingat. Jadi Raka punya hobi lain yaitu: membuat cerita komik. Bagaiman kalau Raka selain membuat gambar desain juga membuat cerita komik. Apakah Raka bersedia? Baiklah,rangga Raka  sediakan ya alat tulis dan bukunya. Raka pengen ditemeni rangga atau tidak membuat komiknya. Kira-kira ceritanya seri atau drama. Oh, jadi Raka mau langsung membuat sekarang dan tidak ingin ditemani. Baiklah rangga tinggal dulu kira-kira 30 menit rangga balik lagi kesini bagaiman Raka? Baik Raka bagaiman cerita komiknya sudah dapat berapa halaman. Boleh rangga lihat dan baca. Oke rangga baca ya. Wah ceritanya bagus sekali Raka dan gambarnya sesuai dengan karakter ceritanya. Raka habat ya. rangga saja tidak bisa membuat komik. Bagaimana kalau Raka buat lagi cerita-cerita yang lainnya. Nanti hasil komiknya kita jadiin satu dan dibuat komik mini seri kan keren. Bagaimana Raka? Nah, kira-kira Raka mau buat berapa banyak nih dalam satu hari. Oh jadi Raka mau membuat dua cerita komik mini serialam satu hari. Bagaiman jika kegitan ini rangga masukin dalam jadwal kegiatan harian Raka. Apakah Raka bersedia?

TERMINASI
Bagaimana perasaanya setelah kita bercakap-cakap dan latihan tadi? Jadi berapa cara yang bisa Raka lakukan pada saat-saat merasa jenuh dan tidak berarti? Bagus sekali Raka bisa menyebutkannya kembali. Baik besok mantri Rangga akan bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua Raka, biasanya orang tua Raka berkunjung jam berapa? Oh, jadi orang tua Raka biasanya berkunjung jam satu siang. Baiklah besok Mantri Rangga akan berkunjung kesini dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua Raka di ruang depan kira-kira jam dua siang, bagaimana Raka bolehkah Mantri Rangga ngobrol dengan mereka? Baiklah samapai jumpa besok ya Raka. Selamat pagi menjelang siang.


STRATEGI PELAKSAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA
SP1 Keluarga Dx: Gangguan Citra Tubuh
Tujuan Khusus:
1. Keluarga dapat mengenal tanda dan gejala dari harga diri rendah
2. keluarga mengetahui cara mengatasi masalah klien dengan harga diri rendah
Tindakan Keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dirumah
2. Jelaskan tanda dan gejala harga diri rendah kepada keluarga yang dialami klien beserta proses terjadinya
3. menjelaskan kepada keluarga merawat klien dengan harga diri rendah
a. Latih keluarga mempraktekkan cara merawat klien harga diri rendah
b. Menyediakan fasilitas utnuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah.
c. Memfasilitasi interaksi di rumah
d. Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien
4. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah.

Proses Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI
Selamat pagi Bapak Ibu. Perkenalkan nama saya Surangga Jaya, bisa dipanggil . Saya adalah mahasiswa Ilmu Keperawatan AKPER SUBANG yang sedang praktek di RS ini dan sedang merawat anak Bapak dan Ibu yang bernama Raka. Bapak namanya siapa? Bapak senganya dipanggil apa Pak? Dan Ibu namanya siapa? Senangnya dipanggil apa Bu? Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu saat ini berhubungan dengan kondisi kesehatan Raka saat ini? Baiklah Pak Bu, bagaimana kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi kesehatan Raka selama 30 menit? Kita mau bercakap-cakap dimana? Oh, baiklah kita mengorol diruang tamu saja ya.

KERJA
Apa yang Bapak dan Ibu rasakan denagn kondisi kesehatan Raka saat ini? Bagaimana setelah melihat kondisi Raka saat ini? Kesulitan seperti apa yang Bapak dan Ibu rasakan dalam merawat Raka? Bapak dan Ibu tahu apa yang menyebabkan Raka keadaannya menjadi seperti sekarang ini? Ya, jadi anak Bapak dan Ibu keadaanya menjadi seperti sekarang ini karena Ia merasa gagal menjadi anak yang baik karena Ia merasa tidak mampu mewujudkan impian orang tuanya. Oleh karena itu Raka sering melamun dan terkadang tiba-tiba menangis krena Ia kecewa dengan dirinya sendiri dan jadi merasa rendah diri serta menganggap dirinya tidak tidak berguna, sehingga Raka memilki keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Tentunya Ibu dan Bapak sangat menyayangi Raka bukan dan tidak menginginkan hal tersebut terjadi? Nah, menurut Bapak dan Ibu bagaiman cara yang tepat dalam merawat Raka? Oh, jadi Bapak dan Ibu ingin memngikuti kemauannya dulu untuk kuliah dijurusan Tehnik desain. Oke, selain itu apa lagi yang dapat dilakukan Bapak dan Ibu jika nanti Raka menjalani perawatan dirumah. Iya, benar sekali Pak Bu. Kita harus mendukung kegiatan-kegiatan yang dapat Raka lakukan tapi tetap tidak dengan paksaan. Jadi, kemarin Raka mengatakan Ia sangat senag menggambar desain dan membuat cerita komik serta Jalan jalan, Jadi, nanti sebaiknya jika Ia dirumah sediakan peralatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut ya Pak Bu. Dan untuk meningkatkan semangatnya jangn lupa beri Ia pujian setelah melakukan kegitan tersebut atau Bapak dan Ibu sesekali dapat menemaninya. Bagaiman Bapak Ibu?. Ya, benar baik sekali Ibu Bapak. Oya Pak Bu saya sudah membuatkan Raka jadwal harian.   Nanti diperhatiakn juga ya bu jadwal harian tersebut agar dapat dilaksanakan oleh Raka tapi tidak dengan paksaan cukup ingatkan saja jika Raka terlupa.


TERMINASI
Bagiman perasaaan Bapak dan Ibu setelah kita bercakap-cakap mengenani kondisi kesehatan Raka dan apa saja yang perlu dilakukan oleh keluarga untuk mendukung proses penyembuhan Raka? Apakah Bapak dan Ibu bisa menyebutkan kembalai apa saja yang perlu dan dapat dilakukan untuk mendukung kesembuhan Raka? Ya, bagus sekali Ibu dan Bapak dapat menyebutkannnya kembali. Ada lagi Pak yang ingin ditambahkan. Ya, benar sekali Pak jangan pernah memaksakan kegiatan-kegiatan tersebut, tetapi mengingatkan itu penting. Baiklah Pak Bu nanti dua hari kedepan saya akan datang kembali kesini untuk mebicarakan rencana kepulangan Raka tempatn ya disini saja kira-kira pukul 10 pagi. Bagaiman Pak Bu. Baiklah Pak Bu Selamat siang dan sampai jumpa.

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT RESUSITASI JANTUNG PARU



MAKALAH
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
 RESUSITASI JANTUNG PARU
Dosen pembimbing : Ibu Ade Nureni, S.Kep,Ners, M.Kep


  Disusun oleh:
    Tingkat 2A
    Kelompok IX
1.    Surangga Jaya

AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN SUBANG
Jl. Brigjen Katamso No 37 Telp. (0260) 412520 Subang
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah wa syukurilah kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat jasmani dan rohani kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Gawat Darurat yang bertema “Resusitasi jantung paru”. Selain itu juga kami berterima kasih kepada dosen pembimbing kami yaitu Ibu Sri rejeki yang selama ini telah membimbing kami.
                 Makalah ini bertujuan untuk membantu dan menjelaskan bagaimana prosedur Resusitasi jantung paru.
                 Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pengetikan kata. Kami sangat berharap masukan berupa kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.




Subang, 20 Maret 2013
PENYUSUN





DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR.................................................................................................            I
DAFTAR ISI...............................................................................................................            II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.........................................................................................         1
B. Tujuan......................................................................................................         1
     1. Tujuan umum......................................................................................          1
     2. Tujuan khusus.....................................................................................          1

BAB II TINJAUAN TEORITIS

                 A.Pengertian Resusitasi jantung paru...................................................................                 2
                B. Indikasi Melakukan RJP...........................................................................
                C. Langkah Sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP).......................
               D. Henti Napas..............................................................................................
    E. Henti Jantung.........................................................................................
    F. Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi).........................................
   G. Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi, Anak dan Dewasa.........................
    H. Bantuan Hidup Dasar..............................................................................................
     I.  Bantuan Hidup Lanjut............................................................................................
BAB III PENUTUP
                
                 A. Kesimpulan.............................................................................................          11
                 B. Saran.......................................................................................................           11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................             12



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan  paru tidak berfungsi.
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar rekan-rekan dapat mengetahui tentang Resusitasi Jantung Paru.
2. Tujuan khusus
Agar rekan-rekan dapat mengetahui tentang :
1.     Dapat mengetahui tentang RJP
2.     Dapat mengetahui tentang Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)
3.     Dapat mengetahui mengenai tentang Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi, Anak dan Dewasa





BAB  II
PMBAHASAN
A. Pengertian Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP),j atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalm keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.

Mati Klinik                   RJP                  Mati Biologik
( Reversibel )           4-6 menit           ( Ireversibel )
Keterangan:
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Catatan:
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak tidak perlu dilakukan RJP.


B. Indikasi Melakukan RJP
1.  Henti Napas (Apneu)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.
2.  Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac arrest).
C.   Langkah Sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1.      Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban )    
Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki segera.
2.      Memanggil bantuan (call for help)
Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum memanggil bantuan.
3.      Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long board).  Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll”
4.      Posisi Penolong
         Korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban   .
5.      Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik.
1.            Tidak terlihat gerakan otot napas
2.            Tidak ada aliran udara via hidung
Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengan dan rasa, bila korban bernapas, korban tidak memerlukan RJP.
6.      Pemeriksaan Sirkulasi
1.     Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
2.     Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
3.     Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
4.     Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.
 D.  Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
1.      Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device”  (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %.
1.     Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
2.     Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban secara pelan-pelan sambil memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong itu masuk ke dalam paru-paru korban.
3.     Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semula.
2.      Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur Krikotiroidektomi tadi.
3.      Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan face mask.
4.      Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.
5.      Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.

E.           Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.
            Lokasi titik tumpu kompresi.
1.      1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2.      Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti
3.      Tempatkan  tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4.      Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung
5.      Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban

F.     Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)
1.      Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2.      Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
a.       Tekanan tidak terlalu kuat
b.      Tidak menyentak
c.       Tidak bergeser / berubah tempat
3.      Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )
4.      Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)
5.      Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6.      Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
untuk menyelamatkan nyawa sampai korban dapat dibawa atau
tunjangan hidup Ian jutan sudah tersedia. Di sini termasuk langkah-
langkah ABC dari RKP :

(Airway)             : Jalan nafas terbuka.
B(Breathing)   :Pernapasan, pernapasan buatan RKP.
C (Circulation)           : Sirkulasi, sirkulasi buatan.

Indikasi tunjangan hidup dasar terjadi karena :
1.Henti napas.
2.Henti jantung, yang dapat terjadi karena :
a.Kolaps kardiovaskular
b.Fibrilasi ventrikel atau
c.Asistole ventrikel.
Pernapasan buatan
Membuka jalan napas dan pemulihan pernapasan adalah
dasar pemapasan buatan.Cara mengetahui adanya sumbatan jalan napas dan apne
Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi, Anak dan Dewasa
Resusitasi Jantung Pada Bayi dan Anak
Hal yang harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak:
1.      Saluran Pernapasan (Airway =A)
Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak mendongakkan kepala bayi dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga dongakan yang kuat justru bisa menutup saluran pernapasan.
2.      Pernapasan (Breathing = B)
Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit hidungnya. Tutupi mulut dan hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1 hingga 1,5 detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk membuat dadanya mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan berikan hembusan seperti pada bayi.
3.      Peredaran Darah (Circulation = C)
Pemeriksaan Denyut:
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu. Pemeriksaan denyut pada anak keeiL sarna dengan orang dewasa.
1.      Resusitasi jantung paru pada bayi (  < 1 tahun)
a.       2 – 3 jari atau kedua ibu jari
b.      Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
c.       Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
d.      Rasio pijat : napas 15 : 2
e.       Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
2.      Resusitasi Jantung paru pada anak-anak ( 1-8 tahun)
a.       Satu telapak tangan
b.      Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus
c.       Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
d.      Rasio pijat : napas 30 : 2
e.       Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
A. Bantuan Hidup Dasar
Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.
Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya ialah,
  • Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
  • Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
  • Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
  • Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung. (5, 6, 7)
Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
  • gerakan dada waktu membesar dan mengecil
  • merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
  • dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
  • Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis. (5)
Circulation (Sirkulasi buatan)
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
  • Afiksi dan hipoksi
  • Serangan jantung
  • Syok listrik
  • Obat-obatan
  • Reaksi sensitifitas
  • Kateterasi jantung
  • Anestesi. (5)
Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
  • Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
  • Korban tidak sadar
  • Korban tampak seperti mati
  • Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.


Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena : (5)
  1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
  2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
  3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan. ( 5, 7)
RJPHal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah,
  1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
  2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
  3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
  4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
  5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus

  1. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP. (5)
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil,
  1. Korban menjadi sadar kembali
  2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
  3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL). (4)
B. Bantuan Hidup Lanjut
Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
1. Penting, yaitu :
·        Adrenalin
·        Natrium bikarbonat
·        Sulfat Atropin
·        Lidokain
2. Berguna, yaitu :
·        Isoproterenol
·        Propanolol
·        Kortikosteroid. (5)
·        Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.


Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.











EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.
Fibrillation Treatment
Fibrillation Treatment
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
Keputusan untuk mengakhiri resusitasi
Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat. (5)



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut / BHL Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat disembuhkan.
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.








DAFTAR PUSTAKA
  1. Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal : 4, 1984.
  2. Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 281, 1987.
  3. Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998.
  4. Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.
  5. Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus, No. 80, hal : 137-129, 1992.
  6. Emergency Medicine Illustrated, Editor Tsuyoshi Sugimoto, Takeda Chemical Industries, 1985.
  7. Mustafa I, dkk, Bantuan Hidup Dasar, RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, 1996.
  8. Sunatrio S, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Anesteiologi, Editor Muhardi Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, 1989.
  9. Otto C.W., Cardiopulmonary Resuscitation, in Critical Care Practice, The American Society of Critical Care Anesthesiologists, 1994.
  10. Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.




Bottom of Form
Posted on April 28, 2009 by ayurai
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
bagan-resus1
Apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi.?
Kira-kira 10 % bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1 %saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat.
baby
Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1. Apakah bersih dari mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit kemerahan?
5. Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan resusitasi.
FILM  RESUSITASI PADA BBLR 16 MINGGU
Bayi premature merupakan kelompok resiko tinggi, karena karekteristik bayi prematur berbeda dengan bayi aterm :
1. Paru-paru bayi premature kekurangan surfaktan sehingga lebih sukar dikembangkan
2. Kulit bayi premature lebih tipis dan permeable
3. Lebih rentan terhadap infeksi
4. Pembuluh darah kapiler otak rapuh dan mudah pecah jika bayi mengalami asphiksia
C. Mengapa diberikan resusitasi.?
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asphiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”.
D. Kapan Bayi perlu resusitasi.?
Tiga hal penting dalam resusitasi
1. Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Frekuensi Jantung:
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
• Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
• Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit :
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
resusitasi
Secara klinis keadaan apneu primer atau apneu sekunder sulit dibedakan. Hal ini berarti bahwa dalam menghadapi bayi dengan kondisi apneu, harus dianggap bahwa bayi mengalami apneu sekunder dan harus segera dilakukan resusitasi.
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Tindakan resusitasi mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC Resusitasi yaitu:
A : Airway, mempertahankan saluran nafas terbuka meliputi kegiatan meletakan bayi dengan posisi sedikit ekstensi, menghisap mulut dan hidung bayi .
B : Breathing, memberikan pernafasan buatan meliputi kegiatan melakukan rangsang taktil untuk memulai pernafasan, melakukan ventilasi tekanan positif dengan sungkup dan balon.
C : Circulation, mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah meliputi kegiatan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada.
Resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997). Keterampilan melaksanakan tindakan resusitasi merupakan salah satu kompetensi profesional yang harus dikuasai perawat dalam menghadapi situasi kritis.
Metode kanguru menjaga bayi dari hipotermia (penurunan suhu badan di bawah 36,5 derajat Celsius). Metode yang telah diujicobakan di sejumlah daerah ini bisa diterima masyarakat dan mampu meningkatkan fungsi fisiologi (suhu tubuh, detak jantung, dan pernapasan) sehingga menurunkan jumlah kematian bayi. Suhu tubuh ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah karena mampu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi.

Category Archives: Resusitasi Jantung Paru

Penyulit yang dapat terjadi akibat RJP adalah edema paru (46,0%), fraktur iga (34,0%), dilatasi lambung (28,0%), fraktur sternum (22,2%), vomitus orofaring (9,5%), vomitus trakea (8,9%), darah masuk ke dalam perikard (8,1%), salah penempatan pipa endotrakeal 3,9%), ruptur hati (1,9%), aspirasi (1,3%), ruptur lambung (0,1%), atau kontusio miokardial (1,3%).
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
5. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Pasien dinyatakan mati bila:
1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.

Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum. Sedangkan mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi.
Prinsip BHD pada bayi dan anak sama dengan pada orang dewasa. Perbedaannya terjadi karena ketidaksamaan ukuran sehingga diperlukan modifikasi teknik.

Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan napas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral dengan tetap diusahakan membuka jalan napas.

Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut ke mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumenya namun frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.

Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong. Hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala terletak di bawah melintang pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan. Hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang di atas lantai.

Kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis puting susu dengan sternum pada bayi dan pada pertengahan bawah midsternum pada anak karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks. Penekanaa sternum 1,5 – 2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5 – 4 cm. Pada anak yang lebih besar, hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.

Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 100 kali per menit pada bayi dan 80 kali per menit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5 : 1.

Posted on | Leave a comment

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)
Bantuan hidup dasar atau disebut juga ABC RJP bertujuan melakukan oksigenisasi darurat. Pada awal langkah ABC RJP dilakukan penilaian kesadaran dengan memberikan goncangan dan teriakan. Bila tidak ada tanggapan, korban/pasien diletakkan dalam posisi telentang dan bantuan hidup dasar segera diberikan. Sementara itu penolong dapat meminta pertolongan dan bila mungkin mengaktiikan sistem pelayanan medis darurat.

A. Airway Control (pembebasan jalan napas)
Pada pasien yang tidak sadar umumnya terjadi sumbatan jalan napas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring karena terjadi penurunan tonus. Hal ini dapat diatasi dengan tiga cara:
o Ekstensi kepala: ekstensikan kepala korban/pasien dengan satu tangan, bila perlu ganjal bahu.
o Ekstensi kepala dan mengangkat dagu: ekstensikan kepala dan angkat dagu ke atas.
o Ekstensi kepala dan mendorong mandibula: ekstensikan kepala, pegang angulus mandibula pada kedua sisi, kemudian dorong ke depan.
Ketiga hal di atas dikenal sebagai triple airway manouver dari Safar. Metode kedua atau ketiga lebih efektif dalam membuka jalan napas atas daripada metode pertama.

Bila diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan/dipindahkan bila memang mutlak perlu. Pada dugaan patah tulang leher, pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala merupakan metode paling aman untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila belum berhasil, dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

Bila terdapat pernapasan spontan dan adekuat (tidak ada sianosis), letakkan pasien dalam posisi miring mantap untuk mencegah aspirasi. Saat itu kita dapat meminta pertolongan ambulans. Sedangkan bila ventilasi adekuat tetapi napas tidak adekuat (ada sianosis), korban/pasien perlu berikan oksigen lewat kateter nasal atau sungkup muka.

B. Breathing Support (ventilasi buatan dan oksigenasi paru secara darurat)
Setelah jalan napas terbuka, segera nilai apakah korban/pasien dapat bernapas spontan dengan merasakan aliran udara pada daun telinga atau punggung tangan penolong, mendengarkan bunyi napas dari hidung dan mulut korban/pasien, serta memperhatikan gerak napas pada dadanya. Ventilasi buatan dilakukan bila pernapasan spontan tidak ada (apnu). Ventilasi dapat dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma (trakea).

Pada saat melakukan ventilasi mulut ke mulut, penolong mempertahankan kepala dan leher korban dalam posisi jalan napas tebuka dengan menutup hidung korban/pasien dengan pipi penolong atau memencet hidung dengan satu tangan. Selanjutnya lakukan dua kali ventilasi dalam, segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila tetap henti napas tetapi masih teraba denyut nadi, diberikan ventilasi dalam setiap lima detik.

Tanda-tanda jalan napas bebas saat diberikan ventilasi buatan yang adekuat adalah bila dada terlihat naik turun dengan amplitudo cukup, ada udara yang keluar melalui hidung dan mulut selama ekspirasi, serta tidak terasa tahanan dan compliance paru selama pemberian ventilasi.

Bila ventilasi mulut ke mulut atau ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan napas terbuka, periksa faring untuk melihat adanya sumbatan oleh benda asing atau sekresi.

Bila diduga ada sumbatan benda asing, lakukan hentakan punggung di antara dua skapula. Bila tidak berhasil, lakukan hentakan abdomen (abdominal thrust, manuver Heimlich), atau hentakan dada (chest thrust) untuk pasien anak atau ibu hamil. Urutan gerakan Heimlich adalah memberikan 6 – 10 kali hentakan abdomen, membuka mulut dan melakukan sapuan jari, reposisi korban/pasien, membuka jalan napas, dan mencoba memberikan ventilasi buatan. Urutan diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan berhasil diberikan. Teknik hentakan dada dapat dilakukan pada korban/pasien yang telentang. Teknik ini sama dengan kompresi dada luar.

Bila ada sekresi, lakukan penyapuan dengan jari. Bila gagal, lakukan hentakan abdo­men atau hentakan dada. Pada tindakan jari menyapu, gulingkan korban/pasien pada salah satu sisi. Sesudah membuka mulut korban/pasien dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain dari penolong ke dalam satu sisi mulut korban/pasien. Melalui bagian belakang faring kedua jari menyapu dan keluar lagi melalui sisi lain mulut korban/pasien dalam satu gerakan.

Bila sesudah dilakukan gerakan tripel (ekstensi kepala, membuka mulut, dan mendorong mandibula) serta pembersihan mulut dan faring, masih ada sumbatan, pasang pipa jalan napas (oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway). Bila belum berhasil, lakukan intubasi trakea. Bila tidak dapat dilakukan intubasi, sebagai alternatifnya adalah krikotirotomi atau pungsi membran krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misalnya kanula intravena 14G). Bila masih ada sumbatan di bronkus, lakukan pengeluaran benda asing (padat, cair) dari bronkus atau terapi bronkospasme dengan aminofilin atau adrenalin.


C. Circulation Support (bantuan sirkulasi)
Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan henti jantung. Aliran darah selama kompresi dada luar didasari oleh dua mekanisme yang berbeda, yaitu kompresi jantung antara sternum dan tulang belakang serta perubahan tekanan intratoraks global.

Korban/pasien telentang pada permukaan yang keras saat dilakukan kompresi dada luar. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan pangkal sebelah tangannya di atas pertengahan 1/3 bawah sternum korban/pasien, sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak dua jari sefalad dari persambungan sifoid-sternum. Tangan penolong yang lain diletakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus, dan kedua bahu tepat di atas stemum korban/pasien, berikan tekanan vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 – 5 cm dengan berat badan penolong. Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban/pasien. Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila hanya ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju: 80-100x/menit = 9 – 12 detik) harus diikuti dengan pemberian dua kali ventilasi dalam (2 – 3 detik). Dalam satu menit harus ada empat daur kompresi dan ventilasi, yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi. Jadi 15 kali kompresi ditambah 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 – 100 kali per menit dan 1 kali ventilasi dalam (1 – 1,5 detik) diberikan oleh penolong kedua sesudah kompresi kelima. Dalam 1 menit minimal ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi, 5 kompresi ditambah 1 ventilasi maksimal dalam 5 detik.

Kompresi dada dilakukan secara lembut dan berirama. Bila dilakukan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg dan tekanan rata-rata 40 mmHg pada arteri karotis. Antara dua kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 5 detik, kecuali pada waktu intubasi trakea dan transportasi (naik turun tangga) dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi (4 menit), lakukan reevaluasi pasien dengan memeriksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada, RJP dimulai lagi dengan 2 ventilasi diikuti dengan 15 kompresi. Bila sudah ada denyut, pernapasan diperiksa selama 3 – 5 detik. Bila ada pernapasan dan nadi pantau dengan ketat. Bila tidak ada pemapasan, lakukan ventilasi buatan 12 kali/menit dan pantau nadi dengan ketat. Bila denyut dan pernapasan belum ada, RJP dilanjutkan. Sesudah 4 daur, periksa kembali apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan, dan begitu seterusnya.

ABC RJP yang dilakukan pada korban dengan henti jantung dapat memberikan kemungkinan hasil:
o Korban/pasien menjadi sadar kembali.
o Korban/pasien dinyatakan mati.
o Korban/pasien belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut (bantuan hidup lanjut).
o Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban/pasien belum pulih kesadarannya. Ventilasi spontan bisa ada atau tidak.


Selain kompresi dada luar, yang juga termasuk bantuan sirkulasi adalah penghentian perdarahan dan penentuan posisi untuk mengatasi syok, yaitu dengan meletakkan kepala lebih rendah daripada kaki.

Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)
Bantuan hidup lanjut (BHL) bertujuan memulai kembali sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru dengan cara memulihkan transpor oksigen arteri mendekati normal. BHL diberikan setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan. Yang termasuk dalam BHL adalah DEF RJP, yaitu :

D. Drugs and Fluids Intravenous Infusion (pemberian obat-obatan dan cairan melalui infus intravena tanpa menunggu hasil EKG)
1. Adrenalin 0,5 – 1,0 mg dosis untuk dewasa, 10 µg/kg pada anak-anak. Pemberian dapat dilakukan secara intravena (iv), intratrakeal melalui pipa endotrakeal (1 ml adrenalin 1o/oo diencerkan dengan 9 ml akuades steril) atau intrakardiak. Pemberian secara intrakardiak hanya dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan saat ini sudah tidak dianjurkan lagi. Setiap 5 menit diulang dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.
2. Bila setelah 3 kali pemberian adrenalin tidak ada sirkulasi spontan, pikirkan pemberian natrium bikarbonat intravena dengan dosis awal 1 mEq/kg BB (bila henti jantung lebih dari 2 menit) dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Hati-hati pada pemberian pada anak-anak dan bayi.

E. Electrocardioscopy (cardiography)
Monitoring EKG dilakukan untuk melihat bentuk henti jantung apakah asistol ventrikular, fibrilasi ventrikular atau kompleks aneh yang lain seperti (disosiasi elektromekanis)

F. Fibrillation Treatment (terapi fibrilasi/defribrilasi)
Langkah ini merupakan cara mengatasi fibrilasi. Bila mulanya hentijantung disaksikan dengan EKG, lakukan precordial thumb. Bila tidak berhasil, lakukan defibrilasi ekstemal dengan syok listrik dan obat-obatan. Bila awalnya tidak disaksikan, langsung dengan defibrilasi eksternal. .

Elektroda dipasang di sebelah kiri puting susu kiri dan sebelah kanan sternum bagian atas. Defibrilasi luar diaktifkan dengan menggunakan arus searah 100 – 360 Wsec (joule) untuk dewasa, 100 – 200 Wsec untuk anak, dan 50 – 100 Wsec untuk bayi. Ulangi syok balik (countershock) bila perlu.

Bila belum berhasil, dapat diberi lignokain (lidokain) 1 – 2 mg/kg BB IV untuk menurunkan ambang rangsang. Bila diperlukan dapat diteruskan dengan tetesan infus (1 – 4 mg/menit). Kemudian ulangi syok listrik. Bila belum berhasil juga, dapat diberi prokainamid 1 – 2 mg/kg BB IV dengan tetap mengulangi syok listrik. Bila gagal juga, dapat diberikan bretilium 5 mg/kg BB IV dengan syok listrik tetap diulangi lagi. Bila belum berhasil juga, dosis bretilium dapat ditinggikan hingga 10 mg/kg BB sampai dosis total 30 mg/kg BB. Bretilium ini merupakan obat terakhir yang tersedia saat ini. Bila dengan obat ini juga tidak berhasil maka ditegakkan diagnosis kematian jantung.

Bila pada EKG terdapat asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis, ulangi tahap D, yaitu dengan memberikan kalsium, dan vasopresor seperlunya. Dosis kalsium klorida 10% : 500 mg/70 kg BB IV, bila perlu diulang tiap 10 menit. Pemakaian kalsium saat ini merupakan hal yang kontroversial.

Selain obat-obat tersebut di atas, yang juga berguna selama resusitasi jantung paru ialah isoproterenol, digoksin, noradrenalin, metaraminol, dopamin, dobutamin, atropin, natrium nitropusid, nitrogliserin, furosemid, efedrin, metoksamin, praktolol, heparin, dekstrose, garam faal, metoheksiton, diazepam, suksametonium, dan pankuronium.

Bantuan Hidup Jangka Panjang
Bantuan hidup jangka panjang merupakan pengelolaan intensif pascaresusitasi termasuk resusitasi otak. Jenis pengelolaan yang diperlukan pasien bergantung sepenuhnya pada hasil resusitasi. Yang termasuk bantuan hidup jangka panjang adalah GHI RJP, yaitu :

G. Gauging
Langkah ini dilakukan untuk menentukan dan memberi terapi penyebab henti jantung dan menilai tindakan selanjutnya, apakah penderita dapat diselamatkan atau tidak. Pasien yang tidak mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pemantauan intensif dan observasi terus-menerus terhadap sirkulasi, pernapasan, fungsi otak, ginjal, dan hati. Pasien yang mengalami kegagalan satu atau lebih sistem organ memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis, atau resusitasi otak.

H. Human Mentation
Mentasi manusia diharapkan dapat dipulihkan dengan tindakan resusitasi otak yang baru. Tindakan-tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak, dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intrakranial. Obat yang dianjurkan adalah tiopental dengan dosis 30 mg/kgBB dengan 1/3 dosis diberikan secara bolus intravena dan 2/3 dosis dengan infus/drip lambat. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajat sedang juga membantu (PaCO2 25 – 30 mmHg). Beberapa pengarang menganjurkan diberikan pada pasien yang mengalami koma barbiturat dan hipotermia sedang, tetapi keuntungannya masih kontroversial.

I. Intensive Care
Langkah ini merupakan pengelolaan intensif berorientasi otak pada penderita dengan kegagalan organ multipel pascaresusitasi.

Posted on | Leave a comment

Indikasi dilakukannya resusitasi adalah henti napas (apnu) dan henti jantung (cardiac arrest)
1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung.

Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
o Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crow­ing) yang menandakan laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius.
o Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:
o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.
o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia, terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.

2. Henti jantung (cardiac arrest)
Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik.

Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia, hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik, tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan; terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik).

Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
o Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.
o Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik henti jantung.
o Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai kelabu.
o Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.
o Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah henti jantung.

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
o Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
o Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis terutama pada asfiksia.
o Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.

Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat­-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberikan peluang hidup.

RJP tidak dilakukan pada:
1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.
2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP




Definisi
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung lan paru tidak berfungsi.

Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP.

Mati klinis merupakan periode dini suatu kematian yang ditandai dengan henti napas dan henti jantung/sirkulasi serta terhentinya aktivitas otak yang bersifat sementara reversibel. Mati biologis mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan RJP atau bila RJP tidak berhasil. Pada mati biologis terjadi proses nekrotisasi semua jaringan. Proses ini dimulai dari neuron-neuron serebral yang seluruhnya akan rusak dalam waktu _+ 1jam dan diikuti organ-organ lain, seperti jantung, ginjal, dan hati yang akan rusak dalam _+ 2 jam.

Dikenal pula istilah mati sosial, yaitu suatu kerusakan otak yang hebat dan ireversibel sehingga pasien tidak sadar dan tidak responsif, tetapi EEG aktif dan beberapa refleks masih utuh. Pernapasan bisa spontan atau dibantu dengan alat bantu napas (respirator). Kesadaran koma, kadang-kadang seperti bangun dan membuka mata, tetapi tidak bisa kontak dengan dunia luar.









Zen Zen Akatsuki pada Senin, September 12, 2011 0 Komentar
Categories :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgukbs-2jTGYUbe1yJG0Y4t6cHeoYZt4AXJCWloy-GDib1Hz3n8YfxCmE0vTybWeNVLpSAUYcVf4hN7KRO0qPlI1qZctZdGRE-JWErR-SIuGCdS8dgOiKYruZTbe2PTIGpnQRwxUmzvcU/s1600/Prosedur+RJP.jpg
 Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )

1. Definisi 
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan (bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalai henti jantung dan henti napas.

2. Klasifikasi 
Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni :

1. Bantuan hidup dasar / BHD 
Adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.

2. Bantuan hidup lanjut / BHL 
Adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien.

3. Penyebab 
Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah :
1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.
2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, karena hyperkalemia

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. 

Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal. 

Adapun sebab henti nafas adalah :
1.  Sumbatan Jalan Nafas 
Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).

2.  Depresi pernafasan Sentral
Obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam.Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

4. Tanda dan Gejala 
1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
4. Terlihat seperti mati (death like appearance)
5. Warna kulit pucat sampai kelabu
6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik) . 

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut arteri besar :

1. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
2. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
3. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
4. Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.

5. RJP yang Tidak Efektifa dan Komplikasinya
RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup). Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara efisien.

Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di bawah ini: 
1.  Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan napas buatan;
2.  Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;
3.  Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;
4.  Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan;
5.  Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;
6.  Irama kompresi yang tidak teratur.

Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam.

Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah.Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera tambahan. Masalah distensi gaster juga sering terjadi.

6. Penatalaksanaan RJP 
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. 

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.

1.  Resusitasi dilakukan pada :
a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
e. Sengatan listrik
f. Refleks vagal
g. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup. 

2.  Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. 

Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut :

1.  Airway (Jalan nafas) 
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan. 

Caranya ialah :
a. Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
b. Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
c. Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
d. Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. 

Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

2Breathing (Pernafasan) 
Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :

a. Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
b. Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
c. Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
d. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.

3.  Circulation (Sirkulasi buatan) 
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.

Sebab-sebab henti jantung :
a. Afiksi dan hipoksi
b. Serangan jantung
c. Syok listrik
d. Obat-obatan
e. Reaksi sensitifitas
f.  Kateterasi jantung
g. Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :
1. Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
2. Korban tidak sadar
3. Korban tampak seperti mati
4. Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut arteri carotis. 

Perabaan arteri carotis lebih dianjurkan karena : 
1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.

Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan. 

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC pada RJP tersebut adalah :
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

ABC pada RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil :
1. Korban menjadi sadar kembali
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. 

Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu : 
1. Bantuan Hidup Dasar (BDH).
2. Bantuan Hidup Lanjut (BHL).
3. Bantuan Hidup Jangka Lama. Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I. 

Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
(A) Airway Control : penguasaan jalan nafas. 
(B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat. 
(C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok. 

Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari : 
(D)  Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG. 
(E) Electrocardioscopy (Cardiography). 
(F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi). 

Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari : 
(G) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. 
(H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan 
(I) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

Fase I (Bantuan Hidup Dasar)
Bila terjadi nafas primer, jantung terus dapat memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang berada dalam paru darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai dengan fenomena listrik berikut : fibrilasi fentrikular, takhikardia fentrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis.

Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi meliputi posisi pembukaan jalan nafas buatan dan kompresi dada luar dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Pada korban yang tiba- tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan tindakan goncangan atau teriak yang terdiri dari menggoncangkan korban dengan lembut dan memanggil keras. Bila tidak dijumpai tanggapan hendaknya korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC BHD hendaknya dilakukan. Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifitaskan sistem pelayanan medis darurat. 

1.  Airway (Jalan Nafas) 
Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien yang tidak sadar dengan posisi terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka yaitu dengan metode ekstensi kepala angkat leher, metode ekstensi kepala angkat dagu dan metode angkat dagu dorong mandibula, dimana metode angkat dagu dorong mandibula lebih efektif dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher.

Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara jalan nafas atas tetap terbuka, pada pasien dengan dugaan patah tulang leher. Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan dalam posisi mantap untuk mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila memang mutlak diperlukan karena gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa ekstensi kepala merupakan cara yang paling aman untuk membuka jalan nafas, bila dengan ini belum berhasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

2.  Breathing (Pernafasan) 
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi buatan.Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam. Kemudian segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200 ml setiap 5 detik.

Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2 penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.

Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara dalam abdomen meningkat dan akan mendorong benda untuk keluar.Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan kompresi dada luar. 

Urutan yang dianjurkan adalah :
a. Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen.
b. Buka mulut dan lakukan sapuan jari.
c. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses.

Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong mandibula), pembersihan mulut dan faring ternyata masih ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil perlu dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakheal, sebagai alternatifnya adalah krikotomi atau fungsi membrane krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G). Bila masih ada sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda asing dari bronkhus atau terapi bronkhospasme dengan aminophilin atau adrenalin.

3.  Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah:
a. Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.
b. Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi).
c. Henti nafas atau megap- megap.
d. Terlihat seperti mati.
e. Warna kulit pucat sampai kelabu.
f. Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung)
g. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti jantung. 

Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat.Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada luar yang dilakukan efektif. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang lain diletakkan diatas tangan pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.

Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban, dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi). Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100 kali/ menit dan pemberian satu kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam 5 detik.Kompresi dada harus dilakukan secara halus dan berirama. 

Bila dilakkan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg, dan tekanan rata- rata 40 mmHg pada arteri karotis. Kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada intubasi trakheal, transportasi naik turun tangga dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi dengan rasio 15 : 2, lakukan reevaluasi pada pasien. 

Periksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut : Periksa pernafasan 3 sampai 5 detik bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan ketat. Bila tidak ada lakukan ventilasi buatan 12 kali per menit dan pantau nadi dengan ketat. Bila RJP dilanjutkan beberapa menit dihentikan, periksa apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan begitu seterusnya.

Fase II (Bantuan Hidup Lanjut)
Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF. 

1.  Drug and Fluid (Obat dan Cairan) 
Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :
a. Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak. 
Cara pemberian : iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin). 

Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati jantung.

b. Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.

Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama, yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.  

2.  EKG 
Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis. 

3.  Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi) 
Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas, defibrilasi luar arus searah:
a. 200 – 300 joule pada dewasa.
b. 100 – 200 joule pada anak.
c. 50 – 100 joule pada bayi.

Fase II ( bantuan Hidup Jangka lama atau Bantuan Hidup Pasca Resusitasi)
Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi. Pasien yang mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi otak.

Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang yang selamat dari henti jantung mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajad sedang juga membantu.

Keputusan Untuk Menghakhiri RJP
Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan. Tidak sadar ada pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat atau dalam anesthesia umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan jantung terhadap tindakan resusitasi. Tidak ada aktivitas listrik jantung selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.

Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika :
1. Terdapat tanda- tanda mati jantung.
2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai 30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum.

Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
4. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
5. Pasien dinyatakan mati.

Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Zen Zen Akatsuki pada Senin, September 12, 2011 0 Komentar
Categories :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgukbs-2jTGYUbe1yJG0Y4t6cHeoYZt4AXJCWloy-GDib1Hz3n8YfxCmE0vTybWeNVLpSAUYcVf4hN7KRO0qPlI1qZctZdGRE-JWErR-SIuGCdS8dgOiKYruZTbe2PTIGpnQRwxUmzvcU/s1600/Prosedur+RJP.jpg
 Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )

1. Definisi 
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan (bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalai henti jantung dan henti napas.

2. Klasifikasi 
Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni :

1. Bantuan hidup dasar / BHD 
Adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.

2. Bantuan hidup lanjut / BHL 
Adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien.

3. Penyebab 
Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah :
1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.
2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, karena hyperkalemia

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. 

Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal. 

Adapun sebab henti nafas adalah :
1.  Sumbatan Jalan Nafas 
Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).

2.  Depresi pernafasan Sentral
Obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam.Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

4. Tanda dan Gejala 
1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
4. Terlihat seperti mati (death like appearance)
5. Warna kulit pucat sampai kelabu
6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik) . 

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut arteri besar :

1. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
2. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
3. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
4. Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.

5. RJP yang Tidak Efektifa dan Komplikasinya
RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup). Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara efisien.

Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di bawah ini: 
1.  Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan napas buatan;
2.  Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;
3.  Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;
4.  Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan;
5.  Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;
6.  Irama kompresi yang tidak teratur.

Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam.

Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah.Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera tambahan. Masalah distensi gaster juga sering terjadi.

6. Penatalaksanaan RJP 
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. 

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.

1.  Resusitasi dilakukan pada :
a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
e. Sengatan listrik
f. Refleks vagal
g. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup. 

2.  Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. 

Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut :

1.  Airway (Jalan nafas) 
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan. 

Caranya ialah :
a. Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
b. Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
c. Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
d. Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. 

Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

2Breathing (Pernafasan) 
Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :

a. Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
b. Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
c. Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
d. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.

3.  Circulation (Sirkulasi buatan) 
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.

Sebab-sebab henti jantung :
a. Afiksi dan hipoksi
b. Serangan jantung
c. Syok listrik
d. Obat-obatan
e. Reaksi sensitifitas
f.  Kateterasi jantung
g. Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :
1. Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
2. Korban tidak sadar
3. Korban tampak seperti mati
4. Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut arteri carotis. 

Perabaan arteri carotis lebih dianjurkan karena : 
1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.

Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan. 

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC pada RJP tersebut adalah :
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

ABC pada RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil :
1. Korban menjadi sadar kembali
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. 

Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu : 
1. Bantuan Hidup Dasar (BDH).
2. Bantuan Hidup Lanjut (BHL).
3. Bantuan Hidup Jangka Lama. Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I. 

Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
(A) Airway Control : penguasaan jalan nafas. 
(B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat. 
(C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok. 

Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari : 
(D)  Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG. 
(E) Electrocardioscopy (Cardiography). 
(F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi). 

Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari : 
(G) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. 
(H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan 
(I) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

Fase I (Bantuan Hidup Dasar)
Bila terjadi nafas primer, jantung terus dapat memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang berada dalam paru darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai dengan fenomena listrik berikut : fibrilasi fentrikular, takhikardia fentrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis.

Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi meliputi posisi pembukaan jalan nafas buatan dan kompresi dada luar dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Pada korban yang tiba- tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan tindakan goncangan atau teriak yang terdiri dari menggoncangkan korban dengan lembut dan memanggil keras. Bila tidak dijumpai tanggapan hendaknya korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC BHD hendaknya dilakukan. Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifitaskan sistem pelayanan medis darurat. 

1.  Airway (Jalan Nafas) 
Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien yang tidak sadar dengan posisi terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka yaitu dengan metode ekstensi kepala angkat leher, metode ekstensi kepala angkat dagu dan metode angkat dagu dorong mandibula, dimana metode angkat dagu dorong mandibula lebih efektif dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher.

Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara jalan nafas atas tetap terbuka, pada pasien dengan dugaan patah tulang leher. Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan dalam posisi mantap untuk mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila memang mutlak diperlukan karena gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa ekstensi kepala merupakan cara yang paling aman untuk membuka jalan nafas, bila dengan ini belum berhasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

2.  Breathing (Pernafasan) 
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi buatan.Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam. Kemudian segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200 ml setiap 5 detik.

Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2 penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.

Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara dalam abdomen meningkat dan akan mendorong benda untuk keluar.Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan kompresi dada luar. 

Urutan yang dianjurkan adalah :
a. Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen.
b. Buka mulut dan lakukan sapuan jari.
c. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses.

Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong mandibula), pembersihan mulut dan faring ternyata masih ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil perlu dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakheal, sebagai alternatifnya adalah krikotomi atau fungsi membrane krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G). Bila masih ada sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda asing dari bronkhus atau terapi bronkhospasme dengan aminophilin atau adrenalin.

3.  Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah:
a. Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.
b. Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi).
c. Henti nafas atau megap- megap.
d. Terlihat seperti mati.
e. Warna kulit pucat sampai kelabu.
f. Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung)
g. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti jantung. 

Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat.Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada luar yang dilakukan efektif. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang lain diletakkan diatas tangan pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.

Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban, dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi). Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100 kali/ menit dan pemberian satu kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam 5 detik.Kompresi dada harus dilakukan secara halus dan berirama. 

Bila dilakkan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg, dan tekanan rata- rata 40 mmHg pada arteri karotis. Kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada intubasi trakheal, transportasi naik turun tangga dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi dengan rasio 15 : 2, lakukan reevaluasi pada pasien. 

Periksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut : Periksa pernafasan 3 sampai 5 detik bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan ketat. Bila tidak ada lakukan ventilasi buatan 12 kali per menit dan pantau nadi dengan ketat. Bila RJP dilanjutkan beberapa menit dihentikan, periksa apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan begitu seterusnya.

Fase II (Bantuan Hidup Lanjut)
Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF. 

1.  Drug and Fluid (Obat dan Cairan) 
Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :
a. Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak. 
Cara pemberian : iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin). 

Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati jantung.

b. Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.

Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama, yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.  

2.  EKG 
Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis. 

3.  Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi) 
Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas, defibrilasi luar arus searah:
a. 200 – 300 joule pada dewasa.
b. 100 – 200 joule pada anak.
c. 50 – 100 joule pada bayi.

Fase II ( bantuan Hidup Jangka lama atau Bantuan Hidup Pasca Resusitasi)
Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi. Pasien yang mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi otak.

Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang yang selamat dari henti jantung mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajad sedang juga membantu.

Keputusan Untuk Menghakhiri RJP
Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan. Tidak sadar ada pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat atau dalam anesthesia umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan jantung terhadap tindakan resusitasi. Tidak ada aktivitas listrik jantung selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.

Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika :
1. Terdapat tanda- tanda mati jantung.
2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai 30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum.

Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
4. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
5. Pasien dinyatakan mati.

Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.




http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP1-300x240.jpgKita sering medengar berita di layar kaca dipenuhi oleh kronologi kematian mendadak tokoh selebriti setelah kelelahan bermain sepak bola. Masyarakat seolah tidak percaya, bagaimana seorang figur publik dalam usianya yang relatif muda tiba-tiba harus pergi meninggalkan seorang istri cantik dan karirnya yang tengah melambung untuk selama-lamanya. Sampai kurang lebih 1 bulan setelah kejadian itu,unit gawat darurat Pusat Jantung Nasional penuh sesak oleh antrian pasien baik tua maupun muda,yang tiba-tiba meningkat awareness-nya akan bahaya serangan jantung. Jumlah pendaftar per harinya mencapai tiga kali lipat jumlah kunjungan biasanya, bahkan mereka rela membayar lebih mahal untuk pelayanan di luar jam poliklinik rawat jalan untuk mendapatkan jawaban: “Apakah saya punya penyakit jantung?” Begitu kewalahan dokter jaga menanggapi situasi ini, dan di kalangan kami muncul istilah baru untuk fenomena ajaib ini: Adjie Massaid Syndrome.
Serangan jantung bisa datang kapan saja, dimana saja, terhadap siapa saja, termasuk orang-orang yang anda kasihi. Dasarnya adalah penyakit jantung koroner, dimana selama bertahun-tahun terbentuk plak  pada lapisan dalam pembuluh darah jantung (aterosklerosis). Sedikit demi sedikit saluran pembuluh menyempit, akibatnya aliran darah yang membawa oksigen serta nutrisi ke otot jantung terganggu sebagian, kadang bermanifestasi sebagai nyeri dada saat aktivitas (angina). Bagaikan bisul, sunyi tapi ganas, plak koroner dapat pecah kapan saja saat matang. Bedanya, nanah dari jerawat dapat segera anda seka dengan tisu, tapi bekuan darah serta serpihan plak koroner dapat dengan segera menyumbat total pembuluh tersebut  mematikan otot jantung yang kekurangan suplai darah; inilah serangan jantung itu. Sebagai pembunuh nomor satu, prestasi serangan jantung cukup menakutkan: setiap 2 menit di dunia ada satu orang yang meninggal karenanya dan 45% terjadi pada usia kurang dari 65 tahun.
Salah satu komplikasi dari serangan jantung adalah henti jantung (cardiac arrest), dimana jantung kehilangan fungsinya sebagai pompa sehingga darah sebagai pembawa oksigen tidak lagi bersirkulasi ke seluruh tubuh. Penderita menjadi hilang kesadaran, karena kurangnya aliran darah ke otak dan pasien juga berhenti bernafas. Sel-sel otak hanya sanggup bertahan 4-6 menit saja tanpa oksigen dari darah sebelum mengalami kerusakan permanen, yang akan semakin luas seiring tempo hilangnya sirkulasi. Dari 1,5 juta kejadian serangan jantung tiap tahun, sekitar 350.000 diantaranya meninggal sebelum sampai ke rumah sakit. Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah pertolongan pertama yang bisa anda berikan sebagai orang awam terdekat yang menyaksikan kejadian henti jantung, sebelum tenaga medis tiba. Faktanya, 70% dari kejadian kegawatan jantung terjadi di rumah, saat ada kerabat dekat di sekitarnya. American Heart Association memperkirakan 100.000-200.000 nyawa dapat diselamatkan tiap tahunnya apabila RJP dilakukan sedini mungkin.
Baca terus sampai selesai artikel ini, karena 10-15 menit yang anda pakai untuk meresapi paparan teknik RJP berikut, mungkin adalah perbedaan tipis antara hidup dan mati seseorang. Anda adalah bagian dari rantai keselamatan (chain of survival) dan perpanjangan tangan kami, tenaga medis.
1.  Amankan kondisi sekitar
  • Bila anda menemukan seseorang tidak sadar, perhatikan keadaan sekitar, adakah sumber bahaya yang dapat mencederai pasien maupun anda sebagai penolong seperti kabel listrik, kebakaran atau kendaraan yang lalu lalang.
  • Kalau sumber bahaya ini tidak dapat dikendalikan, pindahkan pasien ke lokasi aman dan sebisanya bertanah datar
2.  Periksa kesadaran pasien
  • Panggil pasien dengan suara keras dan jelas : “Bapak/Ibu, anda tidak apa-apa?” sambil menepuk atau menggoyang pundak pasien.
  • Apabila tidak ada respon dari pasien, artinya pasien benar-benar tidak sadar
3. Panggil bantuan
Langkah berikutnya segera memanggil bantuan. Bila ada orang lain disana mintalah mereka untuk melakukannya supaya anda bisa segera kembali ke pasien. Telepon ambulans di nomor 118 atau rumah sakit terdekat untuk meminta dukungan medis. Biasanya anda akan mendapat panduan dari operator.
http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP_Checkpulse.tiff
Cek nadi di pembuluh darah leher (kiri) atau pembuluh darah pergelangan tangan (kanan)
4.  Cek nadi pasien
  • Pemeriksaan nadi harus dilakukan dengan cepat, tidak melebihi 10 detik dengan menggunakan dua jari.
  • Lokasi nadi yang dapat diraba antara lain di pembuluh nadi leher (karotis), terletak di samping kiri dan kanan jakun. Pembuluh ini berukuran lebih besar dan lebih dekat dengan jantung dibandingkan pembuluh darah di pergelangan tangan (radialis), sehingga lebih mudah dirasakan.
  • Bila nadi tidak berdenyut, segera mulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)
 5.  Lakukan RJP dengan mengingat singkatan “C-A-B”
  • C-A-B adalah kependekan dari Chest Compression (tekanan pada dada) – Airway (pembebasan jalan nafas) – Breathing (meniupkan bantuan nafas buatan)
  • Rekomendasi ini dibuat oleh American Heart Association tahun 2010 berdasarkan beberapa penelitian mutakhir yang menunjukkan bahwa prioritas terhadap kompresi dada yang lebih cepat dan lebih kuat mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa, tanpa menunda terlalu lama pemberian nafas buatan.
C : Compression
  • Letakkan tangan anda, satu diatas yang lain pada sternum yaitu bagian tengah tulang dada, kira-kira diantara kedua puting.
http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP_Compression.tiff
Lokasi kompresi
  • Berikan tekanan pada dada kurang lebih sedalam 2 inci (5 cm), dengan lengan lurus tanpa menekukkan siku
  • Lakukan 30 kali tekanan dengan kecepatan 100x/menit (artinya satu tekanan kurang lebih 1,5 detik). Tetap berikan waktu rongga dada untuk membal kembali ke posisi semula diantara tiap tekanan yang diberikan agar jantung mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.
  • Satu siklus kompresi yang terdiri dari 30 kali tekanan dada hanya memerlukan waktu 18 detik saja.
  • Bila ada interupsi atau ingin bergantian untuk melakukan kompresi, jeda waktunya jangan melebihi 10 detik.
  • Saat melakukan RJP, perhatikan posisi poros lutut anda jangan terlalu jauh dari tubuh pasien agar anda tidak mudah lelah.
A : Airway
  • Perhatikan daerah dalam mulut pasien, bila ada sisa makanan atau benda asing yang menghalangi, bebaskan jalan nafas memakai jari dengan gerakan mengorek keluar. Hati-hati jangan sampai semakin terdorong ke dalam.
http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP_Airway.tiff
Selalu periksa jalan napas, apakah ada yang menghalangi atau tidak
  • Lakukan manuver head tilt-chin lift untuk melapangkan jalan nafas. Caranya dengan mendongakkan dahi ke belakang dengan satu tangan, dan mengangkat dagu ke atas dengan dua jari tangan lainnya. Bila anda curiga ada cedera leher, kerjakan dengan perlahan tanpa manipulasi berlebihan pada leher.
http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP_Breathing.tiff
Cara memberikan bantuan nafas
  • Pindahkan tangan yang tadinya di dahi pasien untuk menjepit hidungnya, sementara dua jari tangan lain tetap mengangkat dagu pasien.
  • Tarik nafas dan hembuskan perlahan nafas buatan ke mulut pasien selama 1 detik. Bila tiupan terlalu kuat, kadang-kadang udara bisa meleset masuk ke lambung. Karena itu sambil meniup biarkan mata melirik ke dada, apakah mengembang naik atau tidak seiring masuknya udara ke paru-paru.
  • Pastikan mulut anda menempel rapat ke mulut pasien sehingga udara yang diberikan efektif & tidak bocor keluar lagi.
  • Bila nafas buatan belum masuk dengan benar, posisikan kepala kembali dan ulangi. Apabila sudah masuk maka nafas buatan diberikan sekali lagi, sehingga totalnya adalah dua hembusan efektif.
6. Lanjutkan RJP : Ulangi siklus pemberian 30 kompresi dada + 2 nafas buatan
  • RJP harus dilakukan setidaknya selama 2 menit (5 siklus kompresi + nafas buatan) sebelum memeriksa kembali denyut nadi.
  • Lanjutkan RJP hingga : ada orang lain yang menggantikan anda, tenaga medis datang, atau kembalinya tanda-tanda kehidupan (denyut nadi/gerakan nafas)
  • Bila anda terlalu lelah untuk melanjutkan berhentilah untuk istirahat sejenak jangan sampai justru anda yang akhirnya butuh pertolongan.
 7.  Posisi pemulihan bila RJP berhasil
  • Bila RJP berhasil dimana nadi dan nafas spontan sudah nyata, maka pasien diberikan posisi pemulihan untuk mencegah tersedak bila pasien tiba-tiba muntah.
  • Caranya letakkan lengan pasien yang terdekat dengan anda terlentang dengan telapak menghadap ke atas. Lalu, letakkan tangan lainnya diatas dada. Angkat lutut pasien yang terjauh sehingga kaki pasien menekuk dan telapak kaki menjejak lantai. Tarik lutut pasien ke arah anda sehingga pasien akan terguling ke sisi. Kemudian, tarik telapak tangan yang tadi diatas dada ke bawah kepala sebagai bantalan, sehingga telapak tangan yang bersentuhan dengan lantai dan kepala tersanggah oleh punggung tangan.

http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2011/09/RJP_Recovery.tiff
Posisi pemulihan
Bagaimana? Sederhana bukan, tetapi mungkin anda baru akan faham sepenuhnya setelah mencoba mempraktekkannya sendiri atau berlatih dengan manekin. RJP tidak disarankan untuk diterapkan pada pasien yang masih bernafas atau nadi masih berdenyut karena justru jantung bisa berhenti karenanya. Di era teknologi ini, video bisa berbicara lebih banyak daripada ribuan kata. Google, Youtube dan lain-lain menyediakan ilustrasi visual yang tersedia gratis. Salah satunya yang berasal dari American Heart Association dapat anda saksikan di berikut ini:

Apabila merasa masih kurang mahir, anda dapat mengikuti kursus atau pelatihan yang secara berkala diadakan oleh pusat-pusat kesehatan.
Yang pertama harus diingat adalah jangan panik dan lakukan saja RJP secepat mungkin apabila saatnya tiba tanpa ragu. Lebih baik anda melakukannya walaupun tidak sempurna daripada tidak melakukannya sama sekali. Sekitar 30% dari pasien yang menerima RJP, mengalami patah tulang dada, terutama manula. Namun, apalah artinya retak satu dua iga dibanding nyawa yang tak tergantikan sekali direnggut oleh dewa maut.
Akhir kata saya ucapkan: Selamat ! Hari ini anda sudah belajar satu hal menarik: bagaimana membantu menyelamatkan nyawa manusia.