Senin, 09 Juni 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA SISTEM MUSKULOSKELETAL AKIBAT FRAKTUR DAN DISLOKASI



MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA SISTEM MUSKULOSKELETAL AKIBAT FRAKTUR DAN DISLOKASI



Disusun Oleh :
                                                 SURANGGA JAYA



AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN SUBANG
Jl. Brigjen Katamso No 37 Telp. (0260) 412520 Subang
2013






KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-nya dan atas izinnyalah makalah  Keperawatan Medikal Bedah III dengan judulAsuhan Keperawatan pada Trauma Sistem Muskuloskeletal akibat Fraktur dan Dislokas” ini telah selesai. Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikan dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat berharap adanya kritikan dan saran dari semua pihak agar pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri.


Subang,  April 2013


Penyusun












DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................             2
DAFTAR ISI...............................................................................................             3

BAB I      PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................             5
B.     Tujuan....................................................................................             5

BAB II    TINJAUAN TEORI
A.    Teori Fraktur .........................................................................             5
1.      Pengertian........................................................................             5
2.      Etiologi ………………………………….......................             5
3.      Klasifikasi Fraktur …………………………………......             7
4.      Patofisiologi  ………………….......................................             8
5.      Manifestasi Klinis ……………………………………...             9
6.      Pemeriksaan Penunjang ..................................................           10
7.      Proses Keperawatan…………………………................           10
a. Pengkajian ...................................................................           10
b. Diagnosa …………………………………………….           12
c. Intervensi ……………………………………………           13
d. Implementasi ………………………………………..           13
e. Evaluasi ……………………………………………..           17

B.     Teori Dislokasi  .....................................................................           18
1.         Pengertian……………………………………………..           18
2.         Etiologi ………………………………..........................           18
3.         Patofisiologi ……………………………………..........           18
4.         Klasifikasi ………………………………….................           19
5.         Manifestasi klinis ………………………………..........           19
6.         Pemeriksaan Fisik ……………………………………. 19
7.         Pemeriksaan Diagnostik ………………………………           20
8.         Proses Keperawatan …………………………..............           20
a. Pengkajian …………………………………………..          20
b. Diagnosa ……………………………………………          22
c. Perencanaan  ………………………………………..          22
d. Implementasi ……………………………………….           22
e. Evaluasi ……………………………………………..          24

BAB IV   PENUTUP
A.    Kesimpulan ...........................................................................           25
B.     Saran .....................................................................................           25

DAFTAR PUSTAKA




















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Umumnya fraktur dan dislokasi disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, sehingga penyusun membuat makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medical bedah III sebab lainnya adalah untuk memngetahui lebih jauh mengenai fraktur dan dislokasi.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui dan mampu untuk mempraktekannya di lingkungan masyarakat bila ada yang mengalami fraktur ataupun dislokasi.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengertian fraktur dan dislokasi
b.      Mengetahui etiologi fraktur dan dislokasi
c.       Mengetahui patofisiologi fraktur dan dilokasi
d.      Mengetahui manifestasi fraktur dan dislokasi
e.       Mengetahui proses keperawatan fraktur dan dislokasi










BAB II
TINJAUAN TEORI

I.            ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR
A.    PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

B.     ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1.      Cedera traumatic.
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a.       Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b.      Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c.       Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2.      Fraktur Patologik,
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a.       Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b.      Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c.       Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

3.      Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C.     KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
1.      Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2.      Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
a.       Derajat I
1)      luka kurang dari 1 cm
2)      kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3)      fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
4)      Kontaminasi ringan.
b.      Derajat II
1)      Laserasi lebih dari 1 cm
2)      Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,avulse
3)      Fraktur komuniti sedang.
c.       Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
3.      Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
4.      Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
5.      Jenis khusus fraktur
a.       Bentuk garis patah
1)      Garis patah melintang
2)      Garis pata obliq
3)      Garis patah spiral
4)      Fraktur kompresi
5)      Fraktur avulse
b.      Jumlah garis patah.
1)      Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)      Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3)      Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c.       Bergeser-tidak bergeser
1)      Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
2)      Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).

D.    PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1.      Fase hematum
a.       Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur.
b.      Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat

2.      Fase granulasi jaringan
a.       Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
b.      Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
c.       Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3.      Fase formasi callus
a.       Terjadi 6 – 10 hari setelah injury
b.      Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4.      Fase ossificasi
a.       Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
b.      Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5.      Fase consolidasi dan remadelling.
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

E.     TANDA DAN GEJALA
1.      Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a.       Rotasi pemendekan tulang
b.      Penekanan tulang
2.      Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3.      Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
4.      Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5.      Tenderness/keempukan.
6.      Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).
8.      Pergerakan abnormal.
9.      Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
10.  Krepitasi (Black, 1993 : 199).

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Foto Rontgen.
a.       Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
b.      Mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic.
2.      Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.      Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.      Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5.      Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

G.    PROSES KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien pada pasien fraktur , yaitu:
a.       Aktivitas atau istirahat tidur
Tanda : Keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pda bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). Adanya kesulitan dalam istirahat – tidur akibat dari nyeri.
b.      Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
Tanda : Hipertensi ( kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau asientas) atau hipotensi ( hipovolemia ). Takikardia ( respon stress hipovolemia ). Penurunan atau tak teraba nadi distal , pengisian nkapiler lambat ( capillary refill) , kulit dan kuku pucat atau sianosis . Pembengkakkan jaringtan atau massa hematoma pada sisi cedera
c.       Neurosensori
Gejala: Hilang gerak atau sensasi , spasme otot . kebas atau kesemutan ( parestesi ).
Tanda: Deformitas local , angulasi abnormal , pemendekan , rotasi krepitasi, spasme otot, kelemahan atau hilang fungsi . agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.
d.      Nyeri atau keamanan
Gejala: Nyeri berat tiba tiba saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi , tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf. Spasme atau kerang otot ( setelah imobilisasi )
e.       Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
f.       Makanan / cairan
Gejala: Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
g.      Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

h.      Keamanan
Gejala : Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan , demam.
i.        Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: Pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
a.       Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
d.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
e.       Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

3.      PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :

a.       Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1)      Nyeri berkurang atau hilang
2)      Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
1)      Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2)      Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri.
Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri.
3)      Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
4)      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien
5)      Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
b.      Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
1)      Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
2)      Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
3)      Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
1)      Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2)      Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3)      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4)      Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
c.       Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
1)      Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2)      Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3)      Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
1)      Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2)      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3)      Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4)      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5)      Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
6)      Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7)      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

d.      Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
1)      Penampilan yang seimbang.
2)      Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3)      Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = Mandiri penuh
1 = Memerlukan alat Bantu.
2= Memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = Membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = Ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
1)      Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2)      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3)      Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4)      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5)      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
1)      Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
2)      Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2)      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3)      Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4)      Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

4. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1.      Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2.      Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.      Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
4.      Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5.      Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6.      Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.









II.            ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI
KONSEP DASAR PENYAKIT
A.   Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
B.     Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
1.      Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
2.      Trauma akibat kecelakaan
3.      Trauma akibat pembedahan ortopedi
4.      Terjadi infeksi di sekitar sendi
C.    Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
D.    Klasifikasi
1.      Dislokasi congenital
      Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.      Dislokasi patologik
      Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3.      Dislokasi traumatic
      Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)
E.     Manifestasi Klinis
1.      Nyeri
2.      Perubahan kontur sendi
3.      Perubahan panjang ekstremitas
4.      Kehilangan mobilitas normal
5.      Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6.      Deformitas
7.      Kekakuan
F.     Pemeriksaan Fisik
Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitasi, fungsiolaesa. Misalnya : bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi arteriol bahu.
1.      Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi
2.      Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
3.      Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
4.      Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi

G.    Pemeriksaan diagnostic
1.      Foto X-ray
Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
2.      Foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
3.      Pemeriksaan radiologi
 tulang lepas dari sendi
4.      Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya  tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit
H.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
1)      Nama
2)      Jenis kelamin
3)      Usia
4)       Status
5)      Agama
6)       Alamat
7)      Pekerjaan
8)      Pendidikan
9)      Bahasa
10)  Suku bangsa
11)  Dx Medis

b.   Riwayat kesehatan  
1)      Sekarang
2)      Dahulu
3)      Keluarga
4)      Genogram
5)      Keterangan genogram

c.    Status kesehatan
1)      Status kesehatan saat ini
a)      Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
b)      Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
c)      Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
2)      Status kesehatan masa lalu
a)      Penyakit yang pernah dialami
b)      Pernah dirawat
c)      Alergi Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan kesehatan)
3)      Riwayat penyakit keluarga
 Diagnosa Medis dan Therapi

d.      Pola Kebutuhan dasar (menurut Virginia Hunderson)
1)      Bernafas
2)      Makan dan minum
3)      Eleminasi
4)      Gerak dan aktifitas
5)      Istirahat tidur
6)      Pengaturan suhu tubuh
7)      Kebersihan diri
8)      Rasa nyaman
9)      Rasa aman
10)  Sosial
11)  Pengetahuan
12)  Rekreasi
13)  Spiritual
14)  Prestasi



e.       Pemeriksaan fisik
1)      Tanda – tanda vital (Nadi,Temp,RR,TD)
2)      Keadaan Fisik (IPPA)
a)      Pemeriksaan neurologis
b)      Ekstremitas (atas dan bawah )

f.       Pemeriksaan penunjang
1)      Foto X-ray
2)      Foto rontgen

g.      Data Subyektif :
1)      Terjadi kekauan pada sendi
2)      Adanya nyeri pada sendi
           
h.      Data Obyektif :
1)      Perubahan panjang ekstremitas
2)      Sulit menggerakkan ekstremitas
3)      Meringis
4)      Foto rontgen menunjukkan tulang lepas dari sendi

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang.
b.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi

3.      Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
a.       Diagnosa 1 :  Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang
Tujuan : Agar rasa nyeri pasien berkurang
Kriteria Hasil : setelah diberi asuhan keperawatan di harapkan :
1)      Pasien tenang
2)      Pasien tidak meringis
Intervensi Keperawatan :
1)      Lokasi dan skala nyeri
Rasional : Untuk menentukan rencana yang tepat selanjutny
2)      Observasi TTV
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan pasien
3)      Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian agar pasien tidak terfokus pada nyeri
4)      Kolaborasi berikan obat analgesic sesuai indikasi
Rasional : Membantu mengurangi nyeri
b.      Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi
Tujuan : Agar pasien dapat melakukan kembali mobilitas secara normal
Kriteria Hasil : setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan :
1)      Pasien dapat melakukan aktivitas kembali        
2)      Dapat mempertahankan gerakan sendi secara maksimal
3)      Kekuatan otot pasien maksimal
4)      Integritas kulit utuh
Intervensi Keperawatan :
1)      Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Rasional : Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik
2)      Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari.
Rasional : Menentukan kemampuan Mobilisasi
3)      Lakukan latihan ROM secara pasif.
Rasional : Mencegah terjadinya kontraktur
4)      Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Penekanan terus menerus menyebabkan dekubitus
5)      Observasi keadaan kulit.
Rasional : Mencegah secara dini dekubitus
6)      Berikan perawatan kulit dengan cermat seperti massage dan memberikan pelembab , ganti linen atau pakaian yang basah
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit serta menurunkan dekubitus
7)      Kolaborasi, koordinasikan aktivitas dengan ahli physiotherapy
Rasional : Kolaborasi penanganan physiotherapy

4.      Evaluasi
Diagnosa 1 : Nyeri berkurang
Diagnosa 2 : Dapat melakukan mobilitas secara normal






















BAB III

PENUTUP

A.       Kesimpulan

Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi. Dislokasi menimbulkan rasa nyeri yang sangat. Dislokasi sendi umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi memerlukan tindakan emergensi karena apabila tidak dilakukan tindakan secepatnya akan menimbulkan gangguan pada bagian distal sehingga mungkin terpaksa dilakukan Amputasi. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang.
B.     Saran
Bila terjadi fraktur harus memakai gips meskipun kelemahan dari pemakaian ini adalah perawatan yang lenih sulit. Akan tetapi cara ini berguna untuk mengurangi sakit atau immobilisasi. Jadi , saat olahraga aktivitas tubuhnya harus berhati-hati




























DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Lukman dan Nurna Ningsih, 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar