URETEROLITHIASIS
(BATU URETER)
A. PENGERTIAN
Ureterolithiasis
adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi
bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut
calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di
suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus
larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam
pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea,
muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
(Brunner and Suddarth, 2002: 1460).
Batu
ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu
ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan
kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 1998
Hal. 1027).
Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
Urolithiasis
adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat
terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium
oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium
fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan
sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH,
hal. 171).
Urolithiasis
adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih,
yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M.
Nurs & Fransica B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76).
B. ETIOLOGI
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2. Immobilisasi
Kurang
gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti pembentukan batu.
4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6. Iklim
: tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan
mengurangi produksi urin.
7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu saluran kemih.
8. Makanan,
kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan,
ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi,
teh, dan vitamin D.
C. KLASIFIKASI
Teori pembentukan batu renal :
1. Teori Intimatriks
Terbentuknya
Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti.
Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Terjadi
kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan
pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine
yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine
alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya
Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat
magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu
Saluran Kencing.
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika
batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi
(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal
Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
2. Batu di piala ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
c. Nyeri
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri
ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
e. Diare
dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal
ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal
ke lambung pancreas dan usus besar.
3. Batu yang terjebak di ureter
a. Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
4. Batu yang terjebak di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme
terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin
akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang
untuk pembentukan batu.
Supersaturasi
elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung
pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah
solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu
asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu
kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin.
Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi
yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan
terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu
yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan
akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi
akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan
pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena
ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal.
Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urinalisa
: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine
asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas).
4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
5. BUN/kreatinin
serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
6. Kadar
klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia.
8. Sel darah merah : biasanya normal.
9. Hb,
Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (
mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
10. Hormon
paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine).
11. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
12. IVP
: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik (
distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan efek obstruksi.
14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
G. KOMPLIKASI
1. Sumbatan : akibat pecahan batu
2. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
H. PENCEGAHAN
1. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai diuresis 1,5 liter/hari.
2. Pelaksanaan
diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa
asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin).
3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.
I. PENATALAKSANAAN
1. Pengurangan
nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin
diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air
hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali
pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau
kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan
hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga mendorong passase batu
tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi kosentrasi
kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang
besar.
2. Pengangkatan
batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan
segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3. Terapi
nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah
batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan
tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk
batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih
jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8
gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
a. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b. Batu fosfat, diet rendah fosfor
dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat, untuk
mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan
karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui
saluran intensial bukan ke system urinarius.
c. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d. Batu oksalat, urine encer dipertahankan
dengan pembatasan pemasukan oksalat. Makanan yang harus dihindari
mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e. Jika
batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi.
4. Lithotrupsi
Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur noninvasive yang
digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah
menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut
dikeluarkan secara spontan
5. Metode
Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa
pembedahan mayor.
6. Uteroskopi,
mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan
laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
7. Pelarutan
batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap
terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu
yang mudah larut (struvit).
8. Pengangkatan
Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal secara bedah
merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan
dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu
atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau
hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan pielolitotomi,
sedangkan batu yang diangkat dengan ureterolitotomi, dan sistostomi jika
batu berada di kandung kemih., batu kemudian dihancur dengan penjepit
alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
ASKEP UROLITHIASIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama :
Umur : Paling sering 30 – 50 tahun
Jenis kelamin : 3 x Lebih banyak pada pria
Alamat : Tinggal di daerah panas
Pekerjaan : perkerja berat
2. Keluhan Utama
a. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
b. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pernah menderita infeksi saluran kemih.
b. Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
c. Bekerja di lingkungan panas.
d. Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
e. Olahragawan.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Pernah menderita urolitiasis
b. Riwayat ISK dalam keluarga
c. Riwayat hipertensi
Pemahaman
pasien mengenai perawatan harus digali untuk mengidentifikasi kesalahan
konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.
6. Dasar – Dasar PengkajiaN
a. Aktifitas/istirahat
Gejala :
Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan
kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis).
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan ;pucat
c. Eliminasi
Gejala :
Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus). Penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
d. Makanan/cairan
Gejala :
muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat,
dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan
cukup.
Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke
seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain.
Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.
f. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,gout, ISK
Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin.
B. Diagnosis Keperawatan
Pre operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran kemih (ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah interpertasi informasi.
Post operasi
1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
2. Nyeri b.d insisi bedah
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
C. INTERVENSI KEPERAWATA
Pre operasi
1. DX. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral
Tujuan :
· Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
· Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat abstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahann kejadian / karakyeristik nyeri.
Rasional
: Berikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu (membantu
dalam meningkatkan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas).
c. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat.
Rasional : Menaikkan relaksasi menurunkan tegangan otot dan menaikkan koping
d. Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri abdomen.
Rasional : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area perineal.
e. Berikan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi IV yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi.
Rasional : Cairan membantu membersihkan ginjal dan dapat mengeluarkan batu kecil.
f. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic sebelum bergerak bila mungkin.
Rasional
: Gerakan dapat meningkatkan pasase dari beberapa batu kecil dan
mengurangi urine statis. Kenmyamanan meningkatkan istirahat dan
penyembuhan mual disebabkan oleh peningkatan nyeri.
2. DX.Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral
Tujuan :
· Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
· Tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
a. Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal, dan adanya komplikasi contoh infeksi dan perdarahan
b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan ekstibilitas yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera
c. Dorong meningkatjkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
d. periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa
Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
e. Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat menjadi toksik di SSP.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin
Rasional :Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit mengidentifikasikan disfungsi ginjal.
3. DX.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah
Tujuan :
· Mempertahankan keseimbangan cairan
· Membran mukosa lembab
· Turgor kulit baik
Intervensi
a. Awasi intake dan Output
Rasional : Membandingkan keluaran actual dan yang diantisifikasi membantu dalam evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal.
b. Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual / muntah dan diare.
Rasional
: Mual / muntah, diare secara umum berdasarkan baik kolik ginjal karena
saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit
Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektifian / kebutuhan intervensi.
d. Berikan cairan IV
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan oral tidak cukup,/ menaik fungsi ginjal.
e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
4. DX. Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih ( ginjal ).
Tujuan :
· Fungsi ginjal dalam batas normal
· Urine berwarna kuning / kuning jernih
· Tidak nyeri waktu berkemih.
Intervensi
a. PantauUrine berwarna,bau / tiap 8 jam, Masukan dan haluaran tiap 8 jam,PH urine , TTV setiap 4 jam
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
b. Saring semua urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal untuk dilihat dokter kirim ke laboratorium
Rasional : Untuk mendaptakan data- data keluarnya batu,perubahan diet yang didasari oleh komposisi batu
c. Konsultasi dengan dokter bila pasien sering berkemih,jumlah urine sedikit dan terus menerus,perubahan urine.
Rasional : Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan kebutuhan intervensi progresif.
d. Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan PH urine tepat.
Rasional : Dengan perubahan PH urine / peningkatan keasamaan / alkalinitas,factor solubilitas untuk batu dapat di control
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah interpertasi informasi.
Tujuan :
· menyatakan pemahaman proses penyakit.
· Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
· Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan di masa yang datang
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
b. Tekankan
pentingnya peningkatan pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per hari/
6-8 liter/ hari. Dorong pasien melaporkan mulut kering, diuresis
(keringat berlebihan) dan untuk peningkatan pemasukan cairan baik bila
haus atau tidak.
Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal atau pembentukan batu.
c. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua label produk/ kandungan dalam makanan
Rasional : obat-obatan diberikan untuk mengasamkan mengakalikan urine, tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu.
d. Mendengar dengan aktif tentang terapi / perubahan pola hidup.
Rasional : membantu pasien berkerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa kontrol apa yang terjadi.
e. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan kemandirian.
Post operasi
1. DX.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik
Tujuan :
· tanda tanda vital stabil
· kulit kering dan elastic
· intake output seimbang
· insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
intervensi
a. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter.
Rasional : mengetahui adanya perdarahan.
b. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah posisi.
Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi
c. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan.
Rasional : mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan
2. DX.Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan :
pasien
melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah untuk
bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi :
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
Rasional : menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
c. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
Rasional : dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri.
3. DX. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik ( kateter).
Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi :
a. Kaji pola berkemih normal pasien.
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
b. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan kateter.
c. Ukur intake output cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi.
Rasional : untuk melancarkan urine.
4. DX.Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter.
Tujuan :
· Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
· Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan, bengkak, nyeri tekan dan pus)
Rasional : . mengintervensi tindakan selanjutnya.
b. Kaji suhu tiap 4 jam.
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
Rasional : menghindarkan infeksi.
d. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.
Rasional : menghindari infeksi silang
DOWNLOAD MATERI INI DALAM BENTUK WORD??
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.(Edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.