KONSEP ASKEP KELENJAR TIROID
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus yang terletak di sebelah
kanan trakea, diikat bersama
oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan. Kelenjar ini
merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah, melekat
pada dinding laring. Atas pengaruh hormone yang di hasilkan oleh kelenjar
hipofise lobus anterior, kelenjar tiroid ini dpat memproduksi hormone tiroksin.
Adapun fungsi dari hormone tiroksin adalah mengatur pertukaran zat/metabolism
dalam tubuh dan mengatur pertumbuhan jasmani dan rohani.
Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar
vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epitalium silinder, disatukan oleh jaringan
ikat. Sel-selnya mengeluarkan sera, cairan yang bersifat lekat yaitu koloid tiroid yang mengandung zat senyawa
yodium dan dinamakan hormone tiroksin. Skret ini mengisi vesikel dan dari sini
berjalan ke aliran darah baik langsung maupun melalui saluran limfe.
Hipofungsi kelenjar ini menyebabkan penyakit
kretinismus dan penyakit miksedema. Hiperfungsi kelenjar ini menyebabkan
penyakit eksoftalmik goiter. Sekresi tiroid di atur oleh sebuah hormone dari
lobus anterior kelenjar hipofisis yaitu oleh hormone tirotropik. (Syarifudin.
2006)
Fungsi kelenjar tiroid sangat erat dengan kegiatan
metabolik
dalam hal pengaturan susunan kimia dan jaringan. Adapun fungsi dari kelenjar tiroid, sebagai berikut:
a.
Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
b.
Mengatur penggunaan oksidasi
c.
Mengatur penggunaan karbon dioksida
d.
Metabolic dalam hati pengaturan susunan kimia dalam
jaringan
e.
Mempengaruhi perkembangan fisik dan mental pada anak
Kelenjar ini mengahasilkan hormone tiroksin yang
memegang peranan penting dalam mengatur metabolism yang dihasilkannya,
merangsang laju sel-sel dalam tubuh melakukan oksidasi terhadap bahan makanan,
memegang peranan penting dalam pengawasan metabolism secara keseluruhan.
Hormone tiroid memerlukan bantuan hormone TSH (thyroid stimulating hormone)
untuk endositosis koloid oleh mikrovili, enzim proteolitik untuk memecahkan
ikatan hormone T3 (triiodotironin) dan T4 (tetraiodotironin) dari triglobulin
untuk melepaskan T3 dan T4.
Distribusi dalam plasma terikat pada protein plasma
(protein bound iodine, PBI). Sebagain besar PBI T4 dan sebagain PBI T3 terikat
pada protein jaringan yang bebas dan seimbang. Reaksi yang diperlukan untuk
sintesis dan sekresi hormone adalah:
a. Tranfor
aktif iodide (senyawa yodium) dari plasma dalam tiroid dan lumen folikel dari
folikel dibantu oleh TSH.
b. Dalam
kelenjar tiroid iodide dioksidasi menjadi ionin aktif di bantu TSH.
c. Iodine
mengalami perubahan kondensasi oksidatif bantuan peroksidase.
d. Tahap
terakhir pelepasan iodotironin yang bebas ke dalam darah. (Syarifudin, 2006)
Hiposekresi/hipotiroidisme terjadi bila kelenjar
tiroid kurang mengeluarkan secret pada waktu bayi, mengakibatkan suatu keadaan
yang dikenal sebagai kretinisme berupa hambatan pertumbuhan mental dan fisik.
Pada orang dewasa kekurangan sekresi menyebabkan miksedema, proses metabolik mundur dan terdapat kecenderungan
untuk bertambah berat, geraknya lambat, cara berpikir dan berbicara lamban,
kulit menjadi tebal dan berkeringat, rambut rontok, suhu badan dibawah normal
dan denyut nadi melambat.
Hioertiroid dimana gejalanya merupakan kebalikan
dari miksedema yaitu: kecepatan metabolisme meningkat, suhu tubuh tinggi,
berat badan turun, gelisah, mudah marah,, denyut nadi naik, pengaruhnya pada
vasculer mencakup fibrilasi atrium, kegagalan jantung. Pada keadaan yang
dikenal sebagai penyakit trauma atau gondok eksoftalmus, mata menonjol keluar.
Di atas telah
dijelaskan tentang kelenjar tiroid dan beberapa gangguan yang terjadi pada
kelenjar tiroid. Dan pada makalah ini akan membahas gangguan system endokrin
yang berhubungan dengan kelenjar tiroid yaitu “Hipotirodisme”
1.2.Tujuan
1.2.1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umumnya adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan “Hipotiroidisme”.
1.2.2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah agar
pembaca mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan:
a.
Pengkajian keperawatan pada pasien
yang mengalami hipotiroidisme.
b.
Diagnosa keperawatan pada pasien
yang mengalami hipotiroidisme.
c.
Intervensi keperawatan pada pasien
yang mengalami hipotiroidisme
d.
Implementasi keperawatan pada pasien
yang mengalami hipotiroidisme
e.
Evaluasi keperawatan pada pasien
yang mengalami hipotiroidisme
1.3.Manfaat
a.
Mahasiswa
dapat mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan hipotiroidisme.
b.
Mahasiswa
dapat mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan hipotiroidisme.
c.
Mahasiswa
dapat mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan intervensi
keperawatan pada pasien dengan hipotiroidisme.
d.
Mahasiswa
dapat mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan implementasi
keperawatan pada pasien dengan hipotiroidisme.
e.
Mahasiswa
dapat mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan evaluasi
keperawatan pada pasien dengan hipotiroidisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.
Pengertian
Hipotiroidisme (hypothyroidism)
yaitu keadaan abnormal karena hipofungsi kelenjar gondok. (Ramali, Ahmad. 2000)
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan
oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme
adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan
terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah.
Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema. ()
Hipotiroidisme
merupakan keadaan yang di tandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang
berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini
terjadi akibat kadar hormon tiroid berada di bawah nilai optimal. (Brunner &
Suddarth. 2002)
2.1.2.
Klasifikasi
Klasifikasi
Hipotiroid menurut penyebabnya :
a) Hipotiroidime
primer (tiroidal)
hipotiroidime
primer (tiroidal) ini mengacu kepada difungsi kelenjer tiroid itu sendiri.
lebih dari 95% penderita hipotiroidime mengalami hipotiroidime tipe ini.
b) Hipotiroidime
sentral (hipotiroidime sekunder/pituitaria)
adalah
disfungsi tiroide yang disebabkan oleh kelenjer hipofisis, hipolatamus, atau
keduanya.
c) Hipotiroidime
tertier (hipotalamus)
ditimbulkan
oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi tsh tidak adikuat aktibat
penurunan stimulasi TRH. (Brunner&Suddarth :1300)
Klasifikasi
hipotiroid menurut usia :
a) Kretinisme
(Hipotiroidisme congietal)
adalah
difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau segera sesudah lahir. pada keadaan
ini, ibu mungkin juga menderita difisiensi tiroid.
b) Hipotiroidisme
juvenilis
Timbul
sesudah usia 1 atau 2 tahun.
c)
Miksedema
adalah
penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan intersisial lainnya.
Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime yang sudah berlangsung lama dan bera,
istilah tersebut hanya dapat digunakan untuk menyatakan gejala ekstrim pada
hipotiroidime yang berat. (Brunner & Suddarth. 2002)
2.1.3.
Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi
akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila
disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila
hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak
adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH,
dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme
1.
Penyakit
Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi
yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT
disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal,
Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat
kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering
ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar
tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian
akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
2.
Penyebab kedua
tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif
maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3.
Gondok endemik
adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah
pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena
sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk
menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan
disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan
yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4.
Kekurangan
yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang.
5.
Karsinoma tiroid
dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk
kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid.
Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi,
terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga
dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. (Brunner &
Suddarth. 2002)
2.1.4.
Patofisiologi
Penyimpanan KDM
|
||||
|
||||
(sumber: )
2.1.5.
Tanda
dan Gejala
Gejala dini
hipotoroidisme tidak spesifik, namun kelemahan yang ekstrim menyulitkan
penderitanya untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh atau ikut
serta dalam aktifitas yang lazim dilakukannya. Laporan tentang adanya
kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang kering sering ditemukan,
dan keluhan rasa baal serta parestesia pada jari-jari tangan dapat terjadi.
Kadang-kadang suara menjadi kasar, dan mungkin pasien mengeluhkan suara yang
parau. Gangguan haid seperti menorhagia atau amenore akan terjadi di samping
hilangnya libido. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering
dibandingkan laki-laki dan paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga
60 tahun.
Hipotiroidisme
berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal. Pasien biasanya
mulai mengalami kenaikan berat badan yang bahkan terjadi tanpa peningkatan
asupan makanan, meskipun penderita hipotiroid yang berat dapat terlihat
kakeksia. Kulit menjadi tebal karena penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan
subkutan (asal mula istilah miksedema). Rambut menipis dan rontok; wajah tampak
tanpa ekspresi dan mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin meskipun
dalam lingkungan yang hangat.
Pada mulanya,
pasien mungkin mudah tersinggung dan mengeluh merasa lemah; namun dengan
berlanjutnya kondisi tersebut, respons emosional di atas akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul, dan pasien
tampak apatis. Bicar menjadi lambat, lidah membesar, dan ukuran tangan serta
kaki bertambah. Pasien sering mengeluh konstipasi. Ketulian dapat pula terjadi.
Hipotiroidisme
lanjut dapat menyebabkan dimensia disertai perubahan kognitif dan kepribadian
yang khas. Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat tidur dapat terjadi pada
hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi pericardial dan kelemahan otot
pernapasan dapat pula terjadi.
Hipotiroidisme
berat akan disertai dengan kenaikan kadar kolestrol serum, aterosklerosis,
penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel kiri yang jelek. Pasien
hipotiroidisme lanjut akan mengalami hipoterima dan kepekaan abnormal terhadap
preparat sedative, opioid serta anestesi. Oleh sebab itu, semua obat ini hanya
diberikan pada kondisi tertentu.
Pasien dengan
hipotiroidisme yang belum teridentifikasi dan sedang menjalani pembedahan akan
menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipotensi intra-operatif,
gagal jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan status mental.
Koma miksedema
menggambarkan stadium hipotiroidisme yang paling ekstrim dan berat, di mana
pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri. Koma miksedema dapat
terjadi sesudah peningkatan letargi yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian
koma. Hipotiroidisme yang tidak terdiagnosis dapat dipacu oleh infeksi atau
penyakit sistemik lainnya atau oleh penggunaan preparat sedative atau analgetik
opioid. Dorongan respiratorik pasien akan terdepresi sehingga timbul
hipoventilasi alveolar, retensi CO2 progresif, keadaan narcosis dan
koma. Semua gejala ini, disertai dengan kolaps kardiovaskuler dan syok
memerlukan terapi yang agresif dan intensif jika kita ingin pasien tetap hidup.
Meskipun demikian, dengan terapi yang intensif sekalipun, angka mortalitasnya
tetap tinggi. (Brunner & Suddarth. 2002)
2.1.6.
Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan diagnostic yang dapat di lakukan, yaitu:
a)
Pemeriksaan
radiologi
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan
perkembangan gigi. Komplikasi utama dari hipotirodisme konginital dan
hipotirodisme juvenilis yang tidak diketahui dan tidak diobati adalah retardasi
mental. Keadaan ini dapat dicegah dengan memperbaiki hipotirodisme secara dini.
Para ahli medis yang merawat bayi baru lahir dan bayyi kecil harus menyadari
kemungkinan ini.
b)
Tes laboratotium
Tes laboratotium yang digunakan untuk memastikan
hipotirodisme antara lain : kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang
rendah, BMR yang rendah dan peningkatan kolesterol serum. Kadar TSH serum makin
tinggi mungkin pula rendah, tergantung pada jenis hipotirodisme. Pada
hipotirodisme primer, kadar TSH serum akan tinggi, sedangkan kadar tiroksiin
rendah. Sebaliknya, kedua penguukuran tersebut akan rendah pada pasien dengan
hipotirodisme sekunder. (Price & Wilson. 1993)
2.1.7.
Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalaksanaan hipotiridisme adalah
memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolic normal dengan cara mengganti
hormon yang hilang. Levotiroksin sintetik (Syntroid atau Levothroid) merupakan
preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksik. Dosis terapi penggantian
hormonal didasarkan pada konsentrasi TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid
yang dikeringkan jarang digunakan karena sering menyebabkan kenaikan sementara
konsentrasi Tɜ
dan kadang – kadang disertai dengan gejala hipertiroidisme. Jika terapi penggantian
sudah memadai, gejala miksedema akan menghilang dan aktivitas metabolic yang
normal dapat timbul kembali.
Pada hipotiridisme yang berat dan koma miksedema,
penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai fungsi vital. Gas darah arteri
dapat di ukur untuk menentukan retensi karbon dioksida dan memandu pelaksanaan
bantuan ventilasi untuk mengatasi hipoventilasi. Penggunaan alat pulse
oximetry dapaat pula membantu kita untuk memantau tingkat saturasi oksigen.
Pemberian cairan dilakukan dengan hati- hati karena bahaya intoksikasi air.
Penggunaan panas eksternal (bantal pemanas) harus dihindari karena tindakan ini
akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vaskuler. Jika
terdapat hipoglikemia yang nyata, infuse larutan glukosa pekat dapat dilakukan
untuk memberikan glukosa tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan. Jika
kondisi miksedema berlanjut menjadi komamiksedema, maka hormone tiroid (biasanya
synthroid) diberikan secara intravena sampai kesadaran pasien pulih kembali.
Kemudian pasien melanjutkan pengobatan dengan terapi hormone tiroid per oral.
Karena disertai insufisiensi adrenokortikal, terapi kortikosteroid mungkin di
perlukan.
Adapun penatalaksanaan lain yang berhubungan dengan
hipotiroidisme, salah satunya adalah pada masalah kardiak. Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme untuk waktu yang lama hamper
dapat di pastikan akan mengalami
kenaikan kadar kolesterol, arterosklorosis dan penyakit arteri koroner. Setelah
sekian lama metabolism berlangsung subnormal dan berbagai jaringan termasuk
miokardium, memerlukan oksigen yang relative
sedikit, maka penurunan suplai darah dapat di tolerir tanpa terjadi
gejala – gejala penyakit arteri koroner yang nyata. Namun demikian, bila
hormone tiroid diberikan, maka kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi
pengangkutan oksigen tidak dapat di tingkatkan kecuali atau sampai keadaan
aterosklorosis diperbaiki. Kedaan ini akan berlangsung sagat lambat. Timbulnya
angina merupakan tanda yamg menunjukkan bahwa kebutuhan miokardium akan oksigen
melampaui suplai darahnya. Serangan angina atau aritmia dapat terjadi ketika
terapi penggantian tiroid di mulai karena hormone tiroid akan meningkatkan efek
katekolamin pada sistem kardiovaskuler.
Adapun pertimbangan-pertimbangan yang harus di pertimbangkan
sebelum proses terapi dilaksanakan, antara lain:
ü Pertimbangan
terapi berdasarkan komplikasinya
Iskemia atau infark miokard dapat terjadi sebagai
respons terhadap terapi pada penderita hipotiroidisme yang berat dan sudah
berlangsung lama atau pada penderita koma miksedema.
Perawat harus waspada agar dapat mengenali dengan
segera tanda – tanda angina, khususnya dalam fase awal terapi, dan jika tanda-
tanda tersebut di temukan, keadaan ini harus segera di laporkan serta di
tangani untuk menghindari infark miokard yang fatal. Dalam keadaan tersebut,
pemberian hormone tiroid jelas harus segera di hentikan dan kemudian ketika
terapi penggantian hormone tiroi sudah dapat dilanjutkan kembali dengan aman,
pelaksanaannya harus sangat hati – hati
dengan dosis yang lebih
rendah dan di bawah pengawasan ketat
dokter seta perawat.
Interaksi obat. Tindakan penjagaan harus di lakukan selam pelaksanaan
terapi tiroid karena adanya interaksi hormone tiroid dengan obat – obat lain.
Hormone tiroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga dosis pemberian
insulin dan obat hipogllikemia oral perlu di sesuaikan. Efek hormone tiroid
dapat di tingkatkan oleh fenitoin dan antidepresan trisiklik. Hormone tiroid
juga dapatmeningkatkan efek farmaklogis
glikosida digitalis, antikoagulan dan indometasin sehingga memerlukan
pengamatan dan pengkajian oleh perawat untuk mendeteksi efek samping preparat
ini. Pengeroposan tulang dapt terjadi pada terapi tiroid. Hipotiroidisme berat
yang tidak di tangani di tandai oleh peningkatan kerentanan terhadap semua obat
golongan hipnotik-sedatif.
Obat – obat golongan hipnotik-sedatif. Yang diberikan dengan dosis kecil sekalipun dapat
menimbulkan samnolen dan berlangsung lebih lama daripada yang diperkirakan.
Lagi pula obat – obat ini cenderung
menyebabkan depresi respirasi yang dapat membawa kematian akibat penurunan
cadangan respirasi dan hipoventilasi alveoler yangterjadi pada hipotiroidisme
berat serta koma miksedema.
Golongan hipnotik – sedative jarang di gunakan pada
hipotiridisme berat. Namun, jika pnggunaan preparat ini di perlukan, dosis
pemberiannya harus setengah atau sepertiga dari dosis yangbiasa di resepkan
bagi pasien – pasien dengan usia dan berat badan yang sama yang mempunyai
fungsi tiroid normal. Jika penggunaan preparat ini sangat di butuhkan, keadaan
pasien harus di pantau dengan ketat akan adanya tanda – tanda narcosis (keadaan
mirip stupor) atau kegagalan pernafasan.
ü
Pertimbangan Gerontologi
Sebagian besar penderita hipitiroidisme primer berusia
40 hingga 70 tahun dan biasanya di temukan mengalami hipotiroidisme ringan
sampai sedang yang telah berjalan lama. 98 % hingga 99 % kasus hipotiroidisme
pada individu berusia lanjut berupa hipotiroidisme primer atau tiroidial
(Braverman & Utiger, 1991). Prevalansi hipotiroidisme yang tinggi pada
manula berhubungan dengan perubahn fungsi imun yang menyertai pertambahan umur.
Namun demikian, meskipun terdapat insidens disfungsi tiroid yang tinggi pada
manula , insidens penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis atau yang didiagnosis secara keliru jauh lebih besar pada manula
ketimbang pada pasien – pasien yng lebih muda usianya (Sawin, 1991). Bahkan
kecurigaan yang paling kecil sekalipun terhadap kemungkkinan hipotiroidisme
pada lansia harus sudah merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan TSH
serum dan Tч.
Tanda – tanda dan gejala yang berubah. Tanda – tanda dan gejala hipotiroidisme sering tidak
khas pada manula, pasien yang berusia lanjut mungkin tidak atau hanya sedikit
yang menampakkan gejala sebelum disfungsi berat. Depresi , apati, penurunan
mobilitas atau aktivitas dapat menjadi gejala awal yang penting. Pada semua
penderita hipotiroidisme, pengaruh obat – obat analgesic , sedative dan
anastesi akan berlangsung lebih lama, tindakan penjagaan khusus diperlukan
dalam memberikan obat - obat ini kepada lansia karena sejumlah perubahan
terjadi pula secara bersamaan pada fungsi hati dan ginjal.
Tindakan pencegahan. Pada pasien lansia yang mengalami hipotiroidisme
ringan hingga sedang, terapi penggantian hormone tiroid harus di mulai dengan
dosis yang rendah dan kemudian di tingkatkan secara perlahan- lahan sekali
untuk mencegah efek samping kardiovaskuler dan neurologi yng serius. Sebagai
contoh, serangan angina dapat terjadi akibat terapi penngantian hormone tiroid
yang cepat disertai munculnya penyakit koroner sekunder akibat kondisi
hipotiroid. Kegagalan jantung kongestif dan takiaritmia dapat bertambah buruk
dalam proses peralihan dari status hipotiroid ke status metabolic yang normal.
Demensia dapat menjadi lebih nyata di awal terapi penggantian hormone tiroid
pada pasien yang berusia lanjut.
Lansia menderita hipotiroidisme barat dan
aterosklorosis yang berusia lanjut juga dapat menunjukkan gejala konfusi serta
agitasi jika laju metaboliknya di tingkatkan terlalu cepat pada miksedema.
Perbaikan klinik yang mencolok akan terjadi setelah pemberian preparat hormon
tiroid, pengobatan ini harus di lakukan terus seumur hidup meskipun tanda -
tanda hipotiroidisme akan menghilang
dalam tempo 3 hingga 12 minggu.
Miksedema dan koma miksedema umumnya hanya terjadi
pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun. Angka mortalitas yng tinggi pada
koma miksedema mengharuskan dilakukannya penyuntikan intravena hormone tiroid
dosis tinggi selain perawatan pendukung lainnya.
Perawatan tindak lanjut. Pemantauan tindak lanjut yang dilakukan secara berkala terhadap kadar
TSH serum perlu di anjurkan. Karena dapat terjadi komplikasi terapi yang buruk
atau karena kesalahan pasien dalam menggunakan obatnya, maka anamnesis yang
cermat terhadap riwayat penyakit akan dapat mengenali kebutuhan pendidikan
lebih lanjut mengenai pentingnya pengobatan. Berdasarkan prevalansi
hipotiroidisme, pemeriksaan kadar TSH serum pada lansia dianjurkan untuk
dilakukan setiap 5 tahun sekali (Sawin, 1991)
Adapun rencana-rencana
Penatalaksanaan Keperawatan, sebagai berikut:
a)
Modifikasi aktifitas
Penderita hipotiroidisme akan mengalami pengurangan
tenaga dan letargi sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, resiko komplikasi
akibat imobilitas akan meningkat. Kemampuan pasien untuk melakukan latihan dan
berperan dalam berbagai aktivitas menjadi terbatas akibat perubahan pada status
kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat hipotiroidisme. Peranan perawat
yang penting adalah membantu perawatan dan kebersihan diri pasien sambil
mendorong partisipasi pasien untuk melakukan aktivitas yang masih berada dalam
batas – batas toleransi yang di tetapkan untuk mencegah komplikasi imobilitas.
b)
Pemantauan yang
berkelanjutan
Pemantauan tanda – tanda vital dan tingkat kognitif
pasien dilakukan dengan ketat selama proses penegakan diagnosis dan awal terapi
untuk mendeteksi :
1)
Kemunduran status fisik serta mental
2)
Tanda – tanda serta gejala yang menunjukkan
peningkatan laju metabolik akibat terapi yamg melampaui kemampuan reaksi sistem
kardiovaskuler dan pernafasan
3)
Keterbatasan atau komplikasi miksedema yang
berkelanjutan.
Obat – obat harus di berikan dengan sangat hati- hati
kepada pasien hipotiroidisme meningat adanya perubahan metabolism serta
ekskresi obat, dan penurunan laju metabolic serta status pernafasan
c)
Pengaturan suhu
Pasien sering mengalami gejala menggigil dan menderita
intoleransi yang ekstrim terhadap hawa dingin meskipun ia berada dalam ruangan
bersuhu nyaman atau panas. Ekstra pakaian dan selimut dapat di beriakan, dan
pasien harus di lindungi terhadap hembusan angin. Jika pasien ingin
mennggunakan bantal panas atau selimut listrik untuk mengurangi gangguan rasa
nyaman dan gejala menggigil tersebut, perawat harus menjelaskan bahwa
penggunaan alat iniharus di hindari karena berisiko menyebabkan vasodilatasi
perifer, kehilangan panas tubuh yang lebih lanjut dan kolaps vaskuler. Di
samping itu, pasien tanpa sadar dapat terbakar ketika mennggunakan alat –alat
tersebut akibat respons pasien yang lambat dan status mental yang menurun.
d)
Dukungan emosional
Penderita hipotiroidisme sedang hingga berat dapat
mengalami reaksi emosional hebat terhadap perubahan penampilan serta citra tubuhnya
dan terhadap terlambatnya diagnosis, yamg sering di jumpai pada penyakt ini.
Gejala dini nonspesifik dapat menimbulkan reaksi negative dari anggota keluarga
serta sahabat dan pasien mungkin di anggap sebagai individu yang mentalnya
lebih, tidak kooperatif atau tidak mau berpartisipasi dalam aktivitas perawatan
kurang mandiri.
e)
Pendidikan pasien dan
pertimbangan perawatan di rumah
Pasien dan keluarganya sering sangat prihatin terhadap perubahan yang mereka
saksiakn akibat hipotiroid. Sering kita harus menenteramkan kembali pasien dan keluarganya dengan
penjelasan bahwa banyak di antara gejala – gejala tersebut akan menghilang setelah terapi berhasil di lakukan. Pasien di
beri tahu untuk terus minum obat seperti yang diresepkan dokter meskipun gejal
sudah membaik. Instruksi tentang diet diberikan untuk meningkatkan penurunan
berat badan begitu pengobatan di mulai, untuk mempercepat pemulihan pola
defekasi normal. Akibat pelambatan proses mental pada hipotiroidisme, maka
anggota keluarga harus di beri tahu dan di jelaskan tentang tujuan terapi,
program pengobatan serta efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter.
Selain itu, semua instruksi dan pedoman ini harus disampaikan pula secara
tertulis kepada pasien, keluarga dan perawat kunjungan rumah.
Penderita hipotiroidisme dan koma miksedema yang
biasanya merupakan wanita lanjut usia, memerlukan tindak lanjut penyuluhan dan
perawatan kesehatan. Sebelum keluar dari rumah sakit,beberapa program harus di
lakukan untuk memastikan bahwa pasien akan kembali kesuatu lingkungan yang akan
meningkatkan kepatuhannya terhadap rencana terapi yang di resepkan dokter.
Pasien memerlukan dorongan dan bantuan dalam penggunaan obat setiap hari.
Bantuan dalam menyusun jadwal atau catatan akan memastikan penggunaan obat yang
akurat dan lengkap. Pentingnya terapi penggantian hormone tiroid yang
berkelnjutan dan pemeriksaan tindak lanjut serta periodic harus di tekankan
kembali, dan pasien serta anggota keluarganya
perlu di ajarkan untuk mengetahui tanda- tanda pengobatan yang
berlebihan (overmedikasi) dan yang kekurangan (undermedikasi).
Jika diperlukan, rujukan kepada perawat yang akan
melakukan perawatan di rumah dapat di atur untuk mengkaji kepulihan pasien dan
kemampuannya dalam mengatasi berbagai perubahan yang baru terjadi. Perawat di
rumah melakukan pengkajian terhadap status fisik dan kognitif pasien ,
pemahaman pasien serta keluarganya terhadap pentingnya pengobatan jangka
panjang seperti yang di resepkan, dan kepatuhan pada jadwal pengobatan,
pemeriksaan tindak anjut sreta kunjungan untuk control seperti yang di
rekomendasikan. Tanda – tanda dan gejala yang samar tetapi dapat menunjukkan
apakah pemberian hormone tiroksin kurang memadai ataukah berlebihan harus di
catat atau di laporkan kepda dokter atau petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan primer. (Brunner & Suddarth. 2002)
2.1.8. Komplikasi
2.2. Konsep Asuhan
Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
a.
Data Biografi
1.
Identitas pasien.
Identitas
pasien meliputi:
·
Nama pasien
·
Umur :
paling sering terjadi pada usia antara 30 sampai 60 tahun.
·
Jenis kelamin : menyerang wanita lima kali
lebih sering daripada laki-laki.
·
Pekerjaan
·
Agama
·
Suku / bangsa
·
Alamat
2.
Identitas Penanggung Jawab. Identitas penanggung jawab
meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat dan hubungan dengan pasien.
b.
Riwayat Kesehatan
1)
Keluhan utama : cepat lelah saat
beraktivitas
2)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Peningkatan laju metabolik basal, kelelahan dan
letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan menstruasi yang dapat
memicu miksedema nyata.
3)
Riwayat penyakit dahulu
Pernah ke dokter karena sering mengalami
kelelahan dan penambahan berat badan selama beberapa bulan terakhir. Dokter
meminta pemeriksaan laboratorium yang tepat, yaitu kadar T4 dan TSH. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa kadar T4 rendah dan kadar TSH tinggi.
4)
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak
semua keluarga mengalami karena bukan merupakan penyakit keturunan.
c.
Kebutuhan Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
1)
Pernafasan :
·
Frekuensi pernapasan meningkat,
takipnea, dispnea, apnea saat tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme berat.
2)
Kebutuhan nutrisi
·
Mengalami kenaikan berat badan
·
Tidak ada peningkatan asupan makanan,
kehausan
·
mual dan muntah
·
Asupan dan keluaran setiap 8 jam
3)
Kebutuhan eliminasi
·
Mengalami konstipasi dan poliuria
4)
Kebutuhan istirahat tidur
·
Pasien biasanya
mengalami insomnia
5)
Kebutuhan aktifitas latihan
·
sensitivitas meningkat, otot lemah,
gangguan koordinasi.
·
Kelelahan berat.
6)
Kebutuhan aman nyaman
·
Adanya ketidaknyamanan (nyeri
tulang), lemah, parastesia.
7)
Kebutuhan seksual dan reproduksi
·
Gangguan haid
seperti menoraghia atau amenore akan terjadi disamping hilangnya libido.
8)
Kebutuhan psikologi
·
Ansietas, mudah tersinggung,
demensia, perubahan kognitif dan kepribadian yang khas.
9)
Integritas ego
·
Mengalami stress yang berat baik
emosional maupun fisik
10)
Kebutuhan social
·
Hubungan pasien dengan keluarga, tetangga,
tim medis, dan juga dengan pasien lain
11)
Kebutuhan spiritual
·
Rutinitas dalam beribadah, kebutuhan akan
rohaniawan.
d.
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum : lemah dan kelelahan
·
Kesadaran : apatis
·
Ekspresi wajah :
wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng.
2)
Pemeriksaan tanda-tanda vital
·
Suhu : suhu tubuh
subnormal
·
Nadi : frekuensi
nadi subnormal
·
RR : Frekuensi
pernapasan meningkat, takipnea, dispnea, apnea
saat tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme
berat.
·
TD : hipotensi
·
BB : meningkat
tanpa peningkatan asupan makanan
3)
Head to toes
Ø
Pemeriksaan
kepala dan leher
a) Leher : Adanya
perubahan ukuran dan bentuk pada leher. Adanya nyeri telan. Adanya perubahan
pada suara.
b) Kepala : Struktur
wajah simetris dan tidak ada pembengkakan.
c) Mata : Visus
normal, alis dan bulu mata tipis/jarang, tidak ada gangguan pada konjungtiva,
sklera, kornea, dan pupil.
d) Telinga : ketulian
dapat terjadi
e) Hidung
dan mulut : Tidak ada polip,
adanya
trismus (kesukaran membuka
mulut),
radang
pada bibir, gusi,
lidah
akibat dehidrasi yang dialami. Lidah membesar. Adanya kesusahan saat menelan
akibat radang pada faring dan laring. Adanya keterlambatan dalam berbicara.
Ø
Pemeriksaan
integumen
a)
Rambut : adanya kerontokan rambut sehingga menyebabkan
rambut menjadi tipis dan jarang.
b)
Kulit : Kulit
kasar, kering dan bersisik. Warna kulit pucat. Kulit menjadi tebal karena
penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan subkutan.
c)
Kuku : Kuku menjadi
tipis dan rapuh
d)
Kelenjar getah bening :
4)
Dada
Ø
Bentuk dada
simetris
Ø
Jantung : denyut
jantung meningkat,
Ø Paru : kelemahan
otot pernafasan, Frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispnea,
apnea saat tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme berat. Stridor laring,
bronkospasme.
5)
Abdomen
Ø Nausea,
vomitus, nyeri abdomen
6)
Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
Ø Ekstremitas
atas : keluhan
rasa baal serta parestesia pada jari-jari tangan. Ukuran tangan bertambah
besar.
Ø Ekstremitas
bawah : ukuran
kaki bertambah besar.
2.2.2. Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan (Brunner & Suddarth. 2002)
1.
Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
2. Tujuan: Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan
kemandirian
3. Intervensi:
a)
Atur interval
waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat
ditelerir.
Rasional: Mendorong aktivitas sambil
memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b)
Bantu aktivitas
perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional: Memberi kesempatan pada pasien
untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c)
Berikan
stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional: Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulkan stress pada pasien.
d)
Pantau respons
pasien terhadap peningkatan aktititas
Rasional: Menjaga pasien agar tidak
melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2.
Perubahan suhu
tubuh
4. Tujuan: Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
5. Intervensi:
a)
Berikan tambahan
lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional: Meminimalkan kehilangan panas
b)
Hindari dan
cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut
listrik atau penghangat).
Rasional: Mengurangi risiko vasodilatasi
perifer dan kolaps vaskuler.
c)
Pantau suhu
tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional: Mendeteksi penurunan suhu
tubuh dan dimulainya koma miksedema
d)
Lindungi
terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.
Rasional: Meningkatkan tingkat
kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
3.
Konstipasi
berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
6. Tujuan: Pemulihan fungsi usus yang normal.
7. Intervensi:
a)
Dorong
peningkatan asupan cairan
Rasional: Meminimalkan kehilangan panas
b)
Berikan makanan
yang kaya akan serat
Rasional: Meningkatkan massa feses dan
frekuensi buang air besar
c)
Ajarkan kepada
klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional: Untuk peningkatan asupan
cairan kepada pasien agar feses tidak keras
d)
Pantau fungsi
usus
Rasional: Memungkinkan deteksi
konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e)
Dorong klien
untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional: Meningkatkan evakuasi feses
f)
Kolaborasi:
untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan
Rasional: Untuk mengencerkan fees.
4.
Kurangnya
pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur
hidup
8. Tujuan: Pemahaman dan penerimaan terhadap program
pengobatan yang diresepkan.
9. Intervensi
a)
Jelaskan dasar
pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional: Memberikan rasional penggunaan
terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien
b)
Uraikan efek
pengobatan yang dikehendaki pada pasien
Rasional: Mendorong pasien untuk
mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi
hormon tiroid.
c)
Bantu pasien
menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi
penggantian hormon tiroid.
Rasional: Memastikan bahwa obat yang;
digunakan seperti yang diresepkan.
d)
Uraikan
tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional: Berfungsi sebagai pengecekan
bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
e)
Jelaskan
perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional: Meningkatkan kemungkinan bahwa
keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.
5.
Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
10. Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan
pemeliharaan pola napas yang normal.
11. Intervensi:
a)
Pantau
frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional: Mengidentifikasi hasil
pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi
efektifitas intervensi.
b)
Dorong pasien untuk
napas dalam dan batuk
Rasional: Mencegah aktifitas dan
meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c)
Berikan obat
(hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional: Pasien hipotiroidisme sangat
rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan
hipnotik-sedatif.
d)
Pelihara saluran
napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika
diperlukan.
Rasional: Penggunaan saluran napas
artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi
pernapasan
6.
Perubahan pola
berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
12. Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
13. Intervensi:
a)
Orientasikan
pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b)
Berikan
stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional: Memudahkan stimulasi dalam
batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c)
Jelaskan kepada
pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan
akibat dan proses penyakit.
Rasional: Meyakinkan pasien dan keluarga
tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif
dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat
7.
Miksedema dan
koma miksedema
14. Tujuan: Tidak ada komplikasi.
15. Intervensi:
a)
Pantau pasien
akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
1)
Penurunan
tingkat kesadaran; demensia
2)
Penurunan
tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
3)
pernapasan, suhu
tubuh, denyut nadi)
4)
Peningkatan
kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional: Hipotiroidisme berat jika
tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan
seluruh sistem tubuh
b)
Dukung dengan
ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional: Dukungan ventilasi diperlukan
untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
c)
Berikan obat
(misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional: Metabolisme yang lambat dan
aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat
pemberian tiroksin
d)
Balik dan ubah
posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
Rasional: Meminimalkan resiko yang
berkaitan dengan imobilitas.
e)
Hindari
penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional: Perubahan pada metabolisme
obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan miksedema
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Ø Hipotiroidisme
merupakan keadaan yang di tandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang
berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini
terjadi akibat kadar hormon tiroid berada di bawah nilai optimal. (brunner
& suddarth. 2002)
Ø Hipotiroidisme
terdiri dari beberapa tipe. Berdasarkan lokasi timbulnya masalah,
hipotiroidisme diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan usia
awitannya, diklasifikasikan menjadi hipoteroidisme dewasa atau miksedema,
hipotiroidisme juvenilis dan hipotirodisme konginetal.
Ø Hipotiroidisme dapat terjadi
akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus
Ø Gejala
dini hipotoroidisme tidak spesifik, namun kelemahan yang ekstrim menyulitkan
penderitanya untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh atau ikut
serta dalam aktifitas yang lazim dilakukannya.
Ø Hipotiroidisme
berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal.
Ø Beberapa
pemeriksaan diagnostik hipotiroidisme yang dilakukan, yaitu pemeriksaan
radiologi dan tes laboratorium.
Ø Pada
hipotiridisme yang berat dan koma miksedema, penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai fungsi vital.
Ø Dalam melakukan penatalaksanaan, ada beberapa hal
yang harus dipertimbangkan, yaitu terapi berdasarkan komplikasinya (interaksi
obat, obat-obat golongan hipnotik-sedatif) dan gerontologi atau berdasarkan
usia (tanda-tanda gejala yang berubah dan tindakan pencegahannya serta
perawatan tindak lanjut yang dilakukan)
3.2.Saran
Kita sebagai calon perawat harus mampu menguasai materi
tentang gangguan pada sistem endokrin seperti hipotiroidisme agar kita
mengaplikasikannya dan memberikan pelayanan secara optimal pada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar