Jumat, 29 Maret 2013

ASKEP HARGA DIRI RENDAH


SURANGGA JAYA  AMD,KEP

                                                                        BAB I
                                                              PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah.
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 1998).
B.     Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1.      Pengertian harga diri rendah
2.      Penyebab harga diri rendah
3.      Tanda & gejala harga diri rendah
4.      Proses terjadinya masalah
5.      Akibat harga diri rendah
6.      Faktor predisposisi dan presipitasi
7.      Mekanisme koping
8.      Asuhan keperawatan
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Tujuan umum
Perawat mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.      Tujuan khusus
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada klien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut.
D.    Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari referensi yang berkaitan dengan pokok bahasan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa   gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
  1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, ditubuh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
               Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:
a.      Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan ( pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).
b.      Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c.      Perlakuan petugas kesehatan yang yidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
  1. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

A.     Penyebab Harga Diri Rendah
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).





B.    Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah adalah:
  1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
  2.  Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
  3. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
  4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, suka menyendiri.
  5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan.
              Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin    mengakhiri kehidupan.

C.    Proses terjadinya Masalah
Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan gagal mengembangkan kemampuan sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan sesuatu termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan banyak menuntut diri sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi harga diri rendah dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara. Kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Harga diri rendah dapat terjadi karena adanya kegagalan atau berduka disfungsional dan individu yang mengalami gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif atau kopingnya maladaptive.
Resiko yang dapat terjadi pada individu dengan gangguan harga diri rendah adalah isolasi sosial: menarik diri karena adanya perasaan malu kalau kekurangannya diketahui oleh orang lain. ( Stuart dan Sundeen, 1991 )
D.     Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 1998)











B.     Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1.      Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif. (Stuart & Sundeen, 1991)
2.      Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau stresor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Stresor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen, 1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran yang dapat menimbulkan stres tersendiri bagi individu.

Stuart dan Sundeen, 1991 mengidentifikasi transisi peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a.       Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b.      Transisi Peran situasi.
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau peran berlebihan.
c.       Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)










G.    Mekanisme Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu:
1.      Koping jangka pendek
  1. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya : pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton televisi.
  2. Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
  3. Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga, prestasi akademik, kelompok anak muda.
  4. Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2.   Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja mungkin menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan “saya mungkin lebih baik menjadi anak tidak baik”.
Individu dengan gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-oriented reaction (mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri. Macam mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri criminal, persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan.

H.    Asuhan Keperawatan
Klien yang mengalami harga diri rendah menyebabkan klien merasa sukar berhubungan dengan orang lain.dan tidak mempunyai kemandirian Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara terapeutik dalam merawat klien dan meningatkan hara diri klien untuk memberikan motivasi klien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam perasaan yang sedang dirasakan klien dan tidak menyangkalnya.
2.2.1        Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan, pada tahap ini semua data informasi tentang klien yang dibutuhkan dan di analisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, L, J, 1997).
Tahap pertama pengkajian meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien. (Stuart & Sundeen, 1999. dikutip oleh kuliah, B. A., 1998 ).
Pengkajian meliputi beberapa faktor yaitu :




a)      Faktor Predisposisi
1)      Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis.
2)      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.
3)      Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, dan kultur sosial yang berubah.
b)      Faktor Presipitasi
1)      Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.
2)      Konflik peran adalah ketidak sesuaian peran antara yng dijalankan dengan yang diinginkan.
3)      Peran yang tidak jelas adalah kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang dilakukannya.
4)      Peran berlebihan adalah kurangnya sumber adekuat untuk menampilkan seperangkat peran yang kompleks.
5)      Perkembangan yang transisi yaitu perubahaan norma yang berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri.
6)      Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.
c)      Perilaku (Stuart dan Sundeen, 1998) :


1)            Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2)            Produktivitas menurun
3)            Destruktif pada orang lain
4)            Gangguan berhubungan
5)            Merasa diri lebih penting
6)            Merasa tidak layak
7)            Rasa bersalah
8)            Mudah marah dan tersinggung
9)            Perasaan negatif terhadap diri sendiri
10)        Pandangan hidup yang pesimis
11)        Keluhan – keluhan fisik
12)        Pandangan hidup terpolarisasi
13)        Mengingkari kemampuan diri sendiri
14)        Mengejek diri sendiri
15)        Menciderai diri sendiri
16)        Isolasi sosial
17)        Penyalahgunaan zat
18)        Menarik diri dari realitas
19)        Khawatir
20)        Ketegangan peran



d)     Mekanisme Koping
Jangka Pendek :
1)      Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : Pemakaian obat – obatan, kerja keras, nonton TV terus – menerus.
2)      Kegiatan mengganti identitas sementara (Ikut kelompok sosial, keagamaan, politik).
3)      Kegiatan yang memberi dukungan sementara (Kompetisi olah raga kontes popularitas).
4)      Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (Penyalahgunaan obat).
Jangka Panjang :
1)      Menutup identitas
2)      Identitas negatif : Asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat

2.2.2        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan gangguan status kesehatan jiwa klien baik aktual maupun potensial yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan yang dilakukan didalam diagnosa keperawatan terdapat pernyataan respon klien dimana perawat bertanggung jawab dan mampu mengatasinya (Gaffar, L. J, 1997).
Diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah :
a)      Harga Diri Rendah Kronis
b)      Koping Individu Tidak Efektif
c)      Isolasi Sosial
2.2.3         Perencanaan
                            i.     Tujuan Umum : Meningkatkan aktualisasi diri dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidak mampuan.
                          ii.     Tujuan Khusus : Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.
                         iii.     Tindakan Keperawatan : Membantu kilen mengidentifikasi penilaian tentang diri dan kemudianmelakukan perubahaan perilaku :
-          Memperluas kesedaran diri
-          Menyelidiki diri
-          Mengevaluasi diri
-          Membuat perencanaan yang realistis
-          Bertanggung jawab dalam bertindak
Berdasarkan pohon masalah diatas dan masalah keperawatan diangkat dua diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1)      Diagnosa Keperawatan I
Harga Diri Rendah Kronis
Tujuan    :  Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi
1.1  Ekspresi wajah bersahabat
1.2  Ada kontak mata
1.3  Mau berjabat tangan
1.4  Mau menyebutkan nama
1.5  Mau duduk berdampingan dengan perawat
1.6  Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1.1.1  Sapa ramah klien (verbal, non verbal)
1.1.2  Perkenalan diri dengan sopan
1.1.3  Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.1.4  Jelaskan tujuan pertemuan
1.1.5  Jujur, menepati janji
1.1.6  Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
1.1.7  Beri klien perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tujuan    :  Klien Dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki




Kriteria evaluasi :
2.1  Kemampuan yang dimiliki klien
2.2  Aspek positif keluarga
2.3  Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
Intervensi :
2.1.1  Diskusikan kemampaun dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1.2  Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian yang negatif
2.1.3  Utamakan memberi pujian yang realistik
Tujuan    :  Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Kriteria evaluasi :
 kemampuan yang dapat digunakan
Intervensi :
3.1.1  Diskusikan dengan klien kemampian yang masih dapat di gunakan selama sakit
3.1.2  Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
Tujuan    :  Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang di miliki
Kriteria Evaluasi :
4.1  Klien dapat membuat rencana kegiatan harian
Intervensi :
4.1.1  Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan : Kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.1.2  Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.1.3  Beri contoh cara pelaksanan kegiatan yang boleh di lakukan
Tujuan    :  Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Kriteria Evaluasi:
5.1  Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi :
5.1.1  Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah di rencanakan
5.1.2  Beri pujian atas keberhasilan klien
5.1.3  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Tujuan    :  Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga.
Kriteria Evaluasi :
6.1  Kilen memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga
Intervensi :
6.1.1  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah.
6.1.2  Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3  Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
2)      Diagnosa Keperawatan II
Koping individu tidak efektif
Tujuan       :  Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi :
1.1.1  Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa adanya dan bersifat empati
1.1.2  Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi, simpati)
1.1.3  Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang suportif
1.1.4  Beri waktu untuk klien berespon pujian


Tujuan       :  Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
Intervensi :
2.1.1  Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa adanya
2.1.2  Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
2.1.3  Bantu klien mengekspresikan perasaanya
2.1.4  Bantu mengidentifikasi area situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
Tujuan      :  Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
Intervensi :
3.1.1  Diskusikan masalah yang dihadapi klien
3.1.2  Identifikasi pemikiran negatif, bantu menurunkan interupsi/ subsitusi
3.1.3  Bantu meningkatkan pemikiran yang positif
Tujuan       :  Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping
Intervensi :
4.1.1  Terima klien apa adanya, jangan menentang keyakinannya
4.1.2  Kenalkan realitas
4.1.3  Beri umpan balik tentang perilaku, stressor dan sumber koping
4.1.4  Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional
4.1.5  Beri batasan perilaku maladaptif
Tujuan       :  Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik, dan aktivitas yang terjadwal
Intervensi :
5.1.1  Beri klien aktivitas yang produktif
5.1.2  Beri latihan fisik sesuai bakatnya
5.1.3  Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan sehari – hari
5.1.4  Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya
3)      Diagnosa Keperawatan III
Isolasi Sosial
Tujuan                   :  Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Kriteria Evaluasi :
1.1  Klien dapat menerima kehadiran perawat.
                Intervensi :
1.1.1  Bina hubungan saling percaya.
Tujuan                   :  Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan prilaku menarik diri.
Kriteria Evaluasi :
2.1  Klien dapat menyebutkan penyebab/ alasan menarik diri.
Intervensi :
2.1.1  Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2  Diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri.
2.1.3  Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan  perasaannya.
Tujuan    :  Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :
3.1  Klien dapat menebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
3.1.1  Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2  Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
3.1.3  Beri pijian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.

Tujuan                   :  Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Evaluasi :
4.1  Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
4.1.1  Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan  orang lain.
4.1.2  Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1.3  Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan.
4.1.4  Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai.
Tujuan    :  Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :
5.1  Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain : diri sendiri dan orang lain
Intervensi :
5.1.1  Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
5.1.2  Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3  Beri reinfircement positif atas kemampuan klien mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan        :  Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :
6.1  Keluarga dapat : menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.
Intervensi :
6.1.1  Bisa berhubungan saling percaya dengan keluarga : salam perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi perasaan keluarga.
6.1.2  Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
6.1.3  Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.1.4  Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal 1 minggu sekali.
6.1.5  Beri reinforcement atas hal – hal yang telah dicapai oleh keluarga.

2.2.4        Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal – hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan Harga Diri Rendah kronis dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan :
a)      Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP).
b)      Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c)      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d)     Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
e)      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit damn kemampuannya.
f)       Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga. Hal ini dimaksudkan agar tindakan keperawatan selanjutnya dapat dilanjutkan (Gaffar L. J., 1997).
2.2.5        Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien (Keliat, B.A., 1997). Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi masalah Harga Diri Rendah Kronis diharapkan klien dapat :
a)      Ancaman integritas fisik atau Harga Diri Rendah klien sudah berkurang.
b)      Perilaku klien menunjukkan kemajuan dalam menerima, menghargai dan meyakini diri sendiri.
c)      Sumber koping yang adekuat sudah dimiliki klien dan digunakannya.
d)     Klien dapat memperluas kesadaran diri, menyelidiki dan mengevaluasi diri.
e)      Klien menggunakan respon koping yang adaptif.
f)       Klien sudah mempelajari strategi baru untuk beradaptasi, dan meningkatkan aktualisasi diri.
g)      Klien sudah menggunakan pemahaman yang tinggi tentang diri sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan kepribadian.

































BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa   gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar