SURANGGA JAYA AMD,KEP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam hidup di
masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang
harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam
kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang
menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan identitas
diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan
maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga
diri rendah.
Faktor psikososial
merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak,
remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan
sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi
stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan
memunculkan gangguan kejiwaan.
Salah satu
gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri rendah, yang
mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini
tidak segera ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih
berat. Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap
diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan
hubungan sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai
mencederai diri (Townsend, 1998).
B.
Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi
penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1. Pengertian harga diri rendah
2. Penyebab harga diri rendah
3. Tanda & gejala harga diri rendah
4. Proses terjadinya masalah
5. Akibat harga diri rendah
6. Faktor predisposisi dan presipitasi
7. Mekanisme koping
8. Asuhan keperawatan
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan umum
Perawat mampu mendiskripsikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Tujuan khusus
Untuk mengidentifikasi permasalahan
yang muncul pada klien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep
diri : harga diri rendah dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut.
D.
Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini
menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari referensi yang berkaitan
dengan pokok bahasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Gangguan harga
diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga
diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif
terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan
masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang
sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci
diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif
seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga
diri rendah dapat terjadi secara:
- Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, ditubuh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga
diri rendah karena:
a. Privacy
yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan ( pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perineal ).
b. Harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/
sakit/ penyakit.
c. Perlakuan
petugas kesehatan yang yidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan
dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan
pada klien gangguan fisik.
- Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
A.
Penyebab Harga Diri Rendah
Faktor yang
mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik
maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi
peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit.
(Stuart & Sundeen, 1991).
B.
Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada
gangguan harga diri rendah adalah:
- Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
- Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
- Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
- Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, suka menyendiri.
- Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan.
Mencederai diri, akibat harga diri rendah
disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
C. Proses terjadinya Masalah
Individu yang kurang mengerti akan
arti dan tujuan hidup akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri dan
orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan gagal mengembangkan kemampuan
sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan sesuatu termasuk kemungkinan
berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan banyak menuntut diri
sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi
harga diri rendah dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri
dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya
terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara. Kesalahan dan
kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung jawab
terhadap diri sendiri.
Harga diri rendah dapat terjadi
karena adanya kegagalan atau berduka disfungsional dan individu yang mengalami
gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif atau kopingnya
maladaptive.
Resiko yang dapat terjadi pada
individu dengan gangguan harga diri rendah adalah isolasi sosial: menarik diri
karena adanya perasaan malu kalau kekurangannya diketahui oleh orang lain. (
Stuart dan Sundeen, 1991 )
D.
Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami gangguan harga
diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri,
perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan
yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 1998)
B.
Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang
mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-kanak merupakan
suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri.
Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan,
sosial serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan
mempunyai keraguan atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang
mengerti akan arti dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri, tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan
diri. Sedangkan faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa
menyebabkan harga diri rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif. (Stuart
& Sundeen, 1991)
2. Faktor Presipitasi
Masalah khusus
tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu
yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau stresor dapat mempengaruhi
konsep diri dan komponennya. Stresor yang mempengaruhi harga diri dan ideal
diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti :
pola asuh anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita
yang tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart
Sundeen, 1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran
yang dapat menimbulkan stres tersendiri bagi individu.
Stuart dan Sundeen, 1991 mengidentifikasi
transisi peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Transisi Perkembangan
Setiap
perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap
perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan
yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b. Transisi Peran situasi.
Transisi peran
situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua
atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau peran
berlebihan.
c. Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh
dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran
diri, identitas diri, peran dan harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)
G.
Mekanisme Koping
Menurut
Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi
dua yaitu:
1. Koping jangka pendek
- Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya : pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton televisi.
- Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
- Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga, prestasi akademik, kelompok anak muda.
- Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping
jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penyelesaian
positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif
merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja mungkin
menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan
identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan “saya mungkin lebih baik
menjadi anak tidak baik”.
Individu dengan
gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-oriented reaction
(mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri. Macam
mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi,
proyeksi.
Dalam keadaan yang
semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan penyesuaian sebagai
berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri criminal,
persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan.
H. Asuhan Keperawatan
Klien yang
mengalami harga diri rendah menyebabkan klien merasa sukar berhubungan dengan
orang lain.dan tidak mempunyai kemandirian Untuk itu, perawat harus mempunyai
kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan
sendiri sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara terapeutik dalam merawat
klien dan meningatkan hara diri klien untuk memberikan motivasi klien.
Dalam memberikan
asuhan keperawatan, perawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan,
tidak larut dalam perasaan yang sedang dirasakan klien dan tidak menyangkalnya.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian
merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan, pada tahap ini semua data informasi tentang klien yang dibutuhkan
dan di analisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, L, J, 1997).
Tahap pertama
pengkajian meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda dan tingkah
laku klien dan mekanisme koping klien. (Stuart & Sundeen, 1999. dikutip
oleh kuliah, B. A., 1998 ).
Pengkajian
meliputi beberapa faktor yaitu :
a) Faktor Predisposisi
1) Faktor
yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis.
2) Faktor
yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan jenis
kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.
3) Faktor
yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya pada anak,
tekanan teman sebaya, dan kultur sosial yang berubah.
b) Faktor Presipitasi
1) Ketegangan
peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam
peran atau posisi yang diharapkan.
2) Konflik
peran adalah ketidak sesuaian peran antara yng dijalankan dengan yang
diinginkan.
3) Peran
yang tidak jelas adalah kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang
dilakukannya.
4) Peran
berlebihan adalah kurangnya sumber adekuat untuk menampilkan seperangkat peran
yang kompleks.
5) Perkembangan
yang transisi yaitu perubahaan norma yang berkaitan dengan nilai untuk
menyesuaikan diri.
6) Situasi
transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam kehidupan
individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.
c) Perilaku (Stuart dan Sundeen, 1998) :
1) Mengkritik diri sendiri atau orang
lain
2) Produktivitas menurun
3) Destruktif pada orang lain
4) Gangguan berhubungan
5) Merasa diri lebih penting
6) Merasa tidak layak
7) Rasa bersalah
8) Mudah marah dan tersinggung
9) Perasaan negatif terhadap diri
sendiri
10) Pandangan hidup yang pesimis
11) Keluhan – keluhan fisik
12) Pandangan hidup terpolarisasi
13) Mengingkari kemampuan diri sendiri
14) Mengejek diri sendiri
15) Menciderai diri sendiri
16) Isolasi sosial
17) Penyalahgunaan zat
18) Menarik diri dari realitas
19) Khawatir
20) Ketegangan peran
d) Mekanisme Koping
Jangka Pendek :
1)
Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara
dari krisis : Pemakaian obat – obatan, kerja keras, nonton TV terus – menerus.
2)
Kegiatan mengganti identitas sementara (Ikut
kelompok sosial, keagamaan, politik).
3)
Kegiatan yang memberi dukungan sementara
(Kompetisi olah raga kontes popularitas).
4)
Kegiatan mencoba menghilangkan identitas
sementara (Penyalahgunaan obat).
Jangka Panjang :
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif : Asumsi yang
bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah suatu pernyataan gangguan status kesehatan jiwa klien baik
aktual maupun potensial yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan yang dilakukan didalam diagnosa keperawatan terdapat pernyataan
respon klien dimana perawat bertanggung jawab dan mampu mengatasinya (Gaffar,
L. J, 1997).
Diagnosa
keperawatan yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah :
a) Harga Diri Rendah Kronis
b) Koping Individu Tidak Efektif
c) Isolasi Sosial
2.2.3 Perencanaan
i. Tujuan
Umum : Meningkatkan aktualisasi diri dengan membantu menumbuhkan,
mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidak mampuan.
ii. Tujuan
Khusus : Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu klien agar lebih
mengerti akan dirinya secara tepat.
iii. Tindakan
Keperawatan : Membantu kilen mengidentifikasi penilaian tentang diri dan
kemudianmelakukan perubahaan perilaku :
- Memperluas kesedaran diri
- Menyelidiki diri
- Mengevaluasi diri
- Membuat perencanaan yang realistis
- Bertanggung jawab dalam bertindak
Berdasarkan
pohon masalah diatas dan masalah keperawatan diangkat dua diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1)
Diagnosa Keperawatan I
Harga Diri Rendah Kronis
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi
1.1
Ekspresi wajah bersahabat
1.2
Ada kontak mata
1.3
Mau berjabat tangan
1.4
Mau menyebutkan nama
1.5
Mau duduk berdampingan dengan perawat
1.6
Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1.1.1
Sapa ramah klien (verbal, non verbal)
1.1.2
Perkenalan diri dengan sopan
1.1.3
Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.1.4
Jelaskan tujuan pertemuan
1.1.5
Jujur, menepati janji
1.1.6
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
1.1.7
Beri klien perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tujuan :
Klien Dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki
Kriteria evaluasi :
2.1
Kemampuan yang dimiliki klien
2.2
Aspek positif keluarga
2.3
Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
Intervensi :
2.1.1
Diskusikan kemampaun dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1.2
Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian yang negatif
2.1.3
Utamakan memberi pujian yang realistik
Tujuan :
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Kriteria evaluasi :
kemampuan yang dapat digunakan
Intervensi :
3.1.1
Diskusikan dengan klien kemampian yang masih dapat di gunakan selama
sakit
3.1.2
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
Tujuan
:
Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang di miliki
Kriteria Evaluasi :
4.1 Klien dapat membuat rencana kegiatan harian
Intervensi :
4.1.1 Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat
di lakukan setiap hari sesuai kemampuan : Kegiatan mandiri, kegiatan dengan
bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.1.2
Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.1.3
Beri contoh cara pelaksanan kegiatan yang boleh di lakukan
Tujuan :
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Kriteria Evaluasi:
5.1 Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
dan kemampuannya
Intervensi :
5.1.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah di rencanakan
5.1.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.1.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Tujuan : Klien
dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga.
Kriteria Evaluasi :
6.1 Kilen memanfaatkan sistem pendukung yang ada
dikeluarga
Intervensi :
6.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah.
6.1.2
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
2)
Diagnosa Keperawatan II
Koping individu tidak efektif
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi :
1.1.1 Lakukan pendekatan yang hangat, menerima
klien apa adanya dan bersifat empati
1.1.2 Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan
dan reaksi diri perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi, simpati)
1.1.3 Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina
hubungan yang suportif
1.1.4 Beri waktu untuk klien berespon pujian
Tujuan :
Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
Intervensi :
2.1.1
Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa adanya
2.1.2
Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
2.1.3
Bantu klien mengekspresikan perasaanya
2.1.4 Bantu mengidentifikasi area situasi
kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
Tujuan : Klien
dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
Intervensi :
3.1.1
Diskusikan masalah yang dihadapi klien
3.1.2
Identifikasi pemikiran negatif, bantu menurunkan interupsi/ subsitusi
3.1.3
Bantu meningkatkan pemikiran yang positif
Tujuan : Klien
dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping
Intervensi :
4.1.1
Terima klien apa adanya, jangan menentang keyakinannya
4.1.2
Kenalkan realitas
4.1.3
Beri umpan balik tentang perilaku, stressor dan sumber koping
4.1.4
Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional
4.1.5
Beri batasan perilaku maladaptif
Tujuan : Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik,
dan aktivitas yang terjadwal
Intervensi :
5.1.1
Beri klien aktivitas yang produktif
5.1.2
Beri latihan fisik sesuai bakatnya
5.1.3
Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan sehari – hari
5.1.4
Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya
3)
Diagnosa Keperawatan III
Isolasi Sosial
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Kriteria
Evaluasi :
1.1
Klien dapat menerima kehadiran perawat.
Intervensi
:
1.1.1
Bina hubungan saling percaya.
Tujuan :
Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan prilaku menarik diri.
Kriteria Evaluasi :
2.1
Klien dapat menyebutkan penyebab/ alasan menarik diri.
Intervensi :
2.1.1
Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2
Diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri.
2.1.3
Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Tujuan :
Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :
3.1 Klien dapat menebutkan 2 dari 3 manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
3.1.1
Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2
Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
3.1.3 Beri pijian terhadap kemampuan klien dalam
menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Evaluasi :
4.1 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan
dengan orang lain.
Intervensi :
4.1.1 Dorong klien untuk menyebutkan cara
berhubungan dengan orang lain.
4.1.2 Dorong dan bantu klien berhubungan dengan
orang lain secara bertahap.
4.1.3 Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL
ruangan.
4.1.4 Reinforcement positif atas keberhasilan yang
telah dicapai.
Tujuan :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
Kriteria Evaluasi :
5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah
berhubungan dengan orang lain : diri sendiri dan orang lain
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
bila berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat
berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Beri reinfircement positif atas kemampuan
klien mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung
atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria Evaluasi :
6.1 Keluarga dapat : menjelaskan perasaannya,
menjelaskan cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan cara perawatan
klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.
Intervensi
:
6.1.1 Bisa berhubungan saling percaya dengan
keluarga : salam perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi
perasaan keluarga.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi
jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien
menarik diri.
6.1.3 Dorong anggota keluarga untuk memberikan
dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.1.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk klien minimal 1 minggu sekali.
6.1.5 Beri reinforcement atas hal – hal yang telah
dicapai oleh keluarga.
2.2.4
Implementasi
Implementasi
adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal – hal yang harus diperhatikan
ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan
implementasi pada klien dengan Harga Diri Rendah kronis dilakukan secara
interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu
melakukan :
a) Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP).
b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan.
d) Klien dapat menetapkan atau merencanakan
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit damn kemampuannya.
f) Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada dikeluarga. Hal ini dimaksudkan agar tindakan keperawatan
selanjutnya dapat dilanjutkan (Gaffar L. J., 1997).
2.2.5
Evaluasi
Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien (Keliat, B.A., 1997). Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses
dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi
hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang
telah ditentukan. Evaluasi masalah Harga Diri Rendah Kronis diharapkan klien
dapat :
a)
Ancaman integritas fisik atau
Harga Diri Rendah klien sudah berkurang.
b) Perilaku klien menunjukkan kemajuan dalam
menerima, menghargai dan meyakini diri sendiri.
c) Sumber koping yang adekuat sudah dimiliki
klien dan digunakannya.
d)
Klien dapat memperluas kesadaran diri, menyelidiki dan mengevaluasi
diri.
e) Klien menggunakan respon koping yang
adaptif.
f) Klien sudah mempelajari strategi baru
untuk beradaptasi, dan meningkatkan aktualisasi diri.
g) Klien sudah menggunakan pemahaman yang
tinggi tentang diri sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan kepribadian.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu
perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri
rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat
kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang
negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC,
1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck,
1998).
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal
diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi
peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari
keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar