Kamis, 19 Desember 2013

laporan pendahuluan diare acut


A.    Pengertian
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong, 2001 : 883).
Diare adalah pasase feses dan konsistensi lunak atau cair, sering dengan atau tanppa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh efek-efek kemoterapi pada apitelium (Tusker, 1998 : 816).
Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behiman, 1999 : 1273).
Diare adalah keadanan frekuensi air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau adapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997 : 143).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi dengan bagian feces tidak terbentuk (Nettina, 2001 : 123).
Jadi diare adalah gejala kelainan pencernaan berupa buang air besar dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair dengan frekuensi lebih dari 3 x sehari pada anak sehingga mengacu kehilangan cairan dan elektrolit.
B.     Klasifikasi
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Diare akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan kualitas defekasi.
2.      Diare kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari 2 minggu.
C.    Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1.      Faktor infeksi
a.       Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut:
-          Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia, aeromonas, dsb.
-          Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain
-          Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
b.      Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2.      Faktor malabsorbsi 
-          Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi laktasi.
-          Malabsorbsi lemak
-          Malabsorbsi protein
3.      Faktor makanan 
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4.      Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
D.    Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1.      Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare tidak karena peningkatan isi rongga usus.
3.      Gangguan motilitas usus
Hiper akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut :
-          Masuknya jada renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
-          Jasad renik tersebut berkembangbiak (multiplikasi) di dalam usus halus.
-          Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
-          Akibat toksin hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronis :
Lebih koplek  dan faktor-faktor yang menimbulkan wabah infeksi, bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi, dll.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
-          Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengatakan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (osidosis, metabolik, hipokalamia).
-          Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah).
-          Hipoklikemia
-          Gangguan sirkulasi darah (FK UI, 1995).

E.     Pathway
 

7. Kurang pengetahuan
 

F.     Manifestasi Klinis
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nasfu makan berkurang atau tidak ada.
-          Kemudian disertai diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah.
-          Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu
-          Anus dan daerah sektiar timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sehingga akibat makin lama makin asam sehingga akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari latosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien banyak kehilangan cairan dan elektrolit, mata dan ubun-ubun cekugn (pada bayi) selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 1997).
G.    Penatalaksanaan
Medik :
Dasar pengobatan diare adalah :
1.      Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
2.      Dietetik (cara pemberian makanan)
3.      Obat-obatan.
1.      Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a.       Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.
b.      Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai engan kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantugn tersedianya cairan stempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / rignan dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan BB-nya.
-          Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
-          Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral
selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
-          Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
-          Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.
2.      Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis makanan :
-          Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
-          Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
-          Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang / tidak sejuh.
3.      Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
-          Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
-          Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
-          Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis / bronkopneumonia.
H.    Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
1.      Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2.      Rinjatan hipovolemik
3.      Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak, bradikardia, perubahan elektrokardiagram).
4.      Hipoglikemia
5.      Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktasi.
6.      Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
7.      Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
(Ngastiyah, 1997 : 145)
I.        Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1.      Biodata umum
Tempat tinggal : di daerah sanitasi buruk.
2.      Riwayat kesehatan
Riwayat gastroenteritis, glardiasis, penyakit seliakus, sindrom iritabilitas kolon, otitis media akut, tondilitas, ensefalitis dan lainnya.
3.      Riwayat kesehatan dahulu
Pernah mengalami diare, pernah menderita penyakit pencernaan.
4.      Riwayat kesehatan keluarga
Pernah menderita penyakit saluran pencernaan.
5.      Keluhan utama
Anak sering menangis, tidam mau makan dan minum, badan lemas.
6.      Pola kesehatan fungsional
a.       Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku anak, cuci tangan sebelum makan, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi.
b.      Nutrisi dan metabolik
Hipertermi, penuturan berat badan total sampai 50%, dnoteksia, muntah.
c.       Eliminasi BAB
Feces encer, frekuensi bervariasi dari 2 sampai 20  per hari.
d.      Aktifitas
Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.
e.       Sensori
Nyeri ditandai dengan menangis dan kaki diangkat ke abdomen.
7.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
Tampak lemah dan kesakitan.
b.      Tanda vital
Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
TD menurun karena dehidrasi
RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam (kusmoul)
Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi
Nadi meningkat (nadi perifer melemah)
c.       Mata: cekung
d.      Mulut: mukosa kering
e.       Abdomen: turgor jelek
f.       Kulit: kering, kapilari refil > 2’
b. Diagnosa keperawatan
1.      Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
3.      Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandi dengan kerusakan pada mukosa usus.
4.      Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
5.      Gangguan tidur berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan sering defekasi.
6.      Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak.
7.      Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi.
c. Fokus Intervensi
1. Diagnosa     : Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.
Tujuan        :  Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.
Hasil yang diharapkan :
a.       Pengisien kembali kapiler < dari 2 detik
b.      Turgor elastik
c.       Membran mukosa lembab
d.      Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi :   
-          Kaji intake dan output, otot dan observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
-          Kaji TTV
Rasional : membantu mengkaji kesadaran pasien.
-          Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuan cairan.
-          Ukur BB setiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
-          Anak diistirahatkan
Rasional : meningkatkan sirkulasi.
-          Kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral
Rasional : meningkatkan konsumsi yang lebih.
-          Pemberian obat antidiare, antibiotik, anti emeti dan anti piretik sesuai program.
Rasional : menurunkan pergerakan usus dan muntah.
2. Diagnosa     : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake absorbsi makanan.
Tujuan        :  Anak-anak toleran diet yang sesuai.
Hasil yang diharapkan :
-          BB dalam batas normal
-          Tidak terjadi kekambuhan diare.
Intervensi :   
-          Timbang BB tiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan dalam pemberian nutrisi./
-          Pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
Rasional : mengurangi reyurtasi.
-          Jaga kebersihan mulut pasien
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
-          Monitor intake dan output
Rasional : observasi kebutuhan nutrisi.
3.Diagnosa      : Hiperermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan kerusakan pada mukosa usus. 
Tujuan        :  mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.
Hasil yang diharapkan :
-          Suhu tubuh kembali normal 36-37oC
Intervensi :   
-          Hindarkan dan cegah penggunaan sumber dari luar
Rasional : mengurangi resiko vasodilatasi perifer dan kolaps paskuler.
-          Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan peningkatan dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional : mendeteksi peningkatan suhu tubuh dan mulainya hipertermi.
-          Anjurkan pada anak agar tidak memakai pakaian / selimut tebal. 
Rasional : mengurangi peningkatan suhu tubuh.
-          Kolaborasi pemberian obat anti infeksi à anti gronik.
4.Diagnosa      : Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
Tujuan        :  integritas kulit normal. 
Hasil yang diharapkan :
-          Iritasi berkurang
Intervensi :   
-          Kaji kerusakan kulit / iritasi setiap buang air besar
Rasional : menentukan intervensi lebih lanjut.
-          Gunakana kapas lembab dan sabun bayi (pH normal) untuk membersihkan anus setiap buang air besar.
Rasional : menghindari resiko infeksi kulit.
-          Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
Rasional : mengurangi infeksi secara dini.
5.Diagnosa      : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering defekasi ditandai dengan mata merah dan sering menguap
Tujuan        :  Agar pola tidur pasien dapat terpenuhi.
Hasil yang diharapkan :
-          Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam
-          Secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar.
Intervensi :   
-          Berikan susu hangat sebelum tidur
Rasional : meningkatkan tidur
-          Anjurkan makanan yang cukup satu jam sebelum tidur.
Rasional : meningkatkan tidur.
-          Keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal yang nyaman.
Rasional : meningkatkan tidur.
-          Lakukan persiapan untuk tidur malam sesuai dengan pola tidur pasien.
Rasional : mengatur pola tidur.
6.Diagnosa      : Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak 
Tujuan        :  Anak dan orang tua menunjukkan rasa cemas atau takut berkurang.

Hasil yang diharapkan :
-          Orang tua aktif marawat anak dan bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi atau klasifikasi dan anak tidak menangis.
Intervensi :   
-          Anjurkan pada orang tua mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas, dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati dengan sentuhan terapeutik.
Rasional : mengurangi rasa cemas dan takut yang dialami oleh orang tua.
-          Gunakan komunikasi terapeutik, kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.
Rasional : orang tua anak merasa diperhatiakn akan rasa cemas yang dihadapinya.
-          Jelaskan setiap prosedur yang akan dlakukan pada anak kepada orang tua.
Rasional : mengurangi rasa cemas orang tua.
-          Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Rasional : anak tidak merasa kehilangan perhatian akan orang lain.
-          Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan
Rasional : meningkatkan pengetahuan orang tua dan agar orang tua mengetahui kondisi anak.
7.Diagnosa      : Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan        :  Agar keluarga mengetahui informasi tentang diare.
Hasil yang diharapkan :
-          Keluarga mengerti tentang diare
-          Keluarga mengetahui cara pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan apabila terjadi lagi diare.
Intervensi :   
-          Kaji tingkat pemahaman orang tua
Rasional : ajarkan orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk mengetahui kontaminasi.
-          Jelaskan pentingnya kebersihan
-          Ajarkan tentang positif diet dan kontrol diare
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan cara mencegah diare.
-          Membiasakan bersih agar air di jamban dan jamban harus selalu bersih agar tidak ada lalat.
Rasional : Mencegah penyebaran kuman dan diare

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v  Di era globalisasi ini penyakit diare semakin meningkat, hal ini dikarenakan masyarakat kurang menjaga kebersihan lingkungan dan kebiasaan makan makanan yang hygiennya kurang serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diare dan pencegahannya.
v  Dampak dari penyakit diare dapat menyebabkan berbagai masalah pada anak seperti aktivitas anak berkurang, kebutuhan nutrisi tidak seimbang sehingga menyebabkan tumbuh kembang anak terganggu.
v  Diare terjadi pada balita dan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan.
Saran
v  Diharapkan orang tua mengetahui tentang diare dan cara mengatasinya.
v  Hendaknya orang tua mengajarkan cara personal hygiene yang baik pada anak.
v  Apabila anak mengalami diare, penanganan pertama yang dilakukan adalah dengan memberikan oralit.
v  Mahasiswa diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien, keluarga dan masyarakat bagaimana cara mencegah dan mengatasi diare.
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing. (Ed. 6). Missouri : Mosby.
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan, dkk. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk. Jakarta : EGC.
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15. Alih Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.
        
         Dinas Kesehatan RI

Senin, 09 September 2013

mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan neonatus di indonesia

SITUASI DERAJAT KESEHATAN
A. MORTALITAS
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu,kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian.
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena akibat yang spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun, hingga, rata-rata mortalitas sebesar 9.5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian per tahun. Mortalitas berbeda dengan morbiditas yang merujuk pada jumlah individual yang memiliki penyakit selama periode waktu tertentu.

  1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Data kematian yang terdapat pada komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian pada fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka kematian bayi yang tercatat di Kabupaten Jombang pada tahun 2007 ini mengalami peningkatan dibandingkan angka kematian bayi yang tercatat pada tahun 2006. AKB 2006 adalah sebesar 10.15 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB pada tahun 2007 adalah sebesar 13.7 per 1000 kelahiran hidup. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau factor aksesbilitas dan pelayanan kesehatan dengan tenaga medis yang terampil, serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat AKB. Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir ini memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.
2. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)
Pada tahun 2007, angka kematian ibu yang tercatat di Kabupaten Jombang adalah sebesar 94.5 per 100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian ibu ini 50% diantaranya akibat penyakit yang memperburuk kehamilannya (penyakit jantung, paru, ginjal, dan hepatitis). Angka kematian ibu ini kembali meningkat dibandingkan dengan angka kematian ibu pada tahun 2006 yang sebesar 70.32 per 100.000 kelahiran hidup.

 
 
B. MORBIDITAS
Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari masyarakat (community based data) melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan dalam hal ini bersumber dari puskesmas maupun dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.
1. Penyakit Menular
Penyakit menular yang disajikan dalam profil kesehatan Kabupaten Jombang tahun 2007 antara lain adalah penyakit Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
a. Penyakit malaria
Penyakit Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia , dimana perkembangan penyakit Malaria ini dipantau melalui Annual Parasite Incidence (API). Di Kabupaten Jombang sendiri telah ditemukan 33 kasus positif Malaria dan seluruhnya diberi pengobatan untuk Malaria.
b. Penyakit TB Paru
Menurut hasil Surkesnas 2001, TB Paru menempati urutan ke 3 penyebab kematian umum, selain menyerang paru, Tuberculosis dapat menyerang organ lain (extra pulmonary). Dari data yang berhasil dikumpulkan menunjukkan kasus BTA(+) pada kohort 2006 sebanyak 610 orang, diobati 610 penderita dan yang telah sembuh (catatan kohort mulai bulan Januari – Desember 2006) sebanyak 492 orang (80,66%)
c. Penyakit HIV AIDS
Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia , meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebarab HIV/AIDS.
 
Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemic yang terkonsentrasi, yaitu adanya prevalensi lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu, misal pada kelompok PSK (pekerja sex komersial) dan penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif menularkan didalam suatu sub populasi tertentu. Di Kabupaten Jombang sendiri ditemukan 29 kasus HIV AIDS, meningkat cukup tajam dibandingkan dengan tahun 2005 yang (hanya) ditemukan 8 kasus HIV AIDS. Keberadaan penderita HIV AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dari penderita yang sebenarnya ada. Sehingga tidak menutup kemungkinan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupeten Jombang jauh lebih besar lagi. Untuk itu diperlukan upaya bersama dalam pemberantasan penyakit HIV/AIDS,yang tidak saja ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skinning HIV/AIDS terhadap darah donor dan pengobatan penderita penyakit menular seksual.
d. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA masih menjadi penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia . Dari beberapa hasil kegiatan SKRT diketahui bahwa 80 sampai 90 % dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pnemonia. Pnemonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil dari Surkesnas 2001. Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut lebih difokuskan pada upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita pnemonia balita yang ditemukan. Jumlah balita penderita pnemonia yang dilaporkan di Kabupaten Jombang sebanyak 2023 penderita yang keseluruhannya dapat ditangani.
e. Penyakit Kusta
Meskipun Indonesia mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta maih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih tingginya jumlah penderita kusta di Indonesia dan merupakan negara dengan urutan ketiga penderita terbanyak didunia.. Di Kabupaten Jombang, terdapat 15 penderita kusta PB (kohort 2006) dan 104 penderita kusta MB (kohort 2005). Adapun penderita yang sudah RFT, masing-masing untuk PB adalah 14 orang (93,3%) dan RFT MB adalah 97 orang (93,3%)
2. Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi, pada profil kesehatan ini akan dibahas penyakit tetanus neonatorum, campak, diferi, dan polio.
a. Tetanus Neonatorum
Pada tahun 2007 sudah tidak dilaporkan adanya kasus Tetanus Neonatorum. Penanganan kasus tetanus neonatorum memang tidak mudah tetapi juga bukannya tidak mungkin untuk dicegah. Yang terpenting adalah upaya pencegahannya melalui pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi TT pada ibu hamil.
b. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB). Sepanjang tahun 2007 ditemukan jumlah kasus campak sebanyak 86 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 255 kasus, pada tahun 2007 telah terjadi penurunan kasus yang cukup besar hampir 75 %.
c. Difteri
Difteri termasuk penyakit menular yang kasusnya relatif rendah. Rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Di Kabupaten Jombang selama kurun waktu 2007 ditemukan 2 kasus difteri yaitu di Kecamatan Jelakombo.
d. Polio
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan
imunisasi polio, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur < 15 tahun. Namun demikian, masih juga ditemukan kasus AFP pada tahun 2007 ini yaitu sebanyak 8 kasus3. Penyakit Potensi KLB / Wabah
a. Demam Berdarah Dengue
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah Kabupaten Jombang. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan angka kematian yang relatif tinggi. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Jombang selama kurun waktu 2007 adalah sebanyak 695 kasus dengan 20 kematian. Jumlah kasus DBD ini meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan kasus yang sama pada tahun 2006 (pada tahun 2006 terdapat 365 kasus DBD). Gambar berikut menunjukkan betapa jumlah penderita DBD mengalami peningkatan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.
 
Upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M), pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Kegiatan lain dalam upaya pemberantasan DBD adalah pengasapan (fogging).
b. Diare
Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita. Jumlah kasus diare pada balita di Kabupaten Jombang pada tahun 2007 yang dilaporkan adalah sebanyak 5.692 kasus dari 15.817 kasus diare yang ada dengan angka kesakitan 13 per 1000 penduduk.
c. Filariasis
Program eliminasi filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu ’The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020”. Di Kabupaten Jombang, sepanjang tahun 2007 ditemukan 5 kasus filariasis, dimana jumlah ini menurun dibanding tahun 2006 dimana dicatat 3 kasus
 
 
 
C. STATUS GIZI
Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indicator, antara lain bayi dengan Berat Badan Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi Protein (WUS KEK)
 
1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu factor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Jumlah BBLR yang dilaporkan di Kabupaten Jombang sebanyak 556 (2.92%) dari 19.042 bayi lahir hidup.
2. Status Gizi Balita
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat status gizi masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah dengan pengukuran antopometri yang menggunakan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U), (3,85%)..Perkembangan kasus BGM dapat dilihat pada grafik berikut yang merupakan hasil penimbangan di posyandu yang tercatat dalam Kartu Menuju sehat (KMS).
 
Dari Susenas 2004 hasil perhitungan AKB dengan Mortpak 4 adalah adalah 52 per 1000 kelahiran dengan referensi waktu Mei tahun 2002. Artinya di Indonesia pada tahun 2002, diantara 1000 kelahiran hidup ada 52 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun.. 
Tabel 2. AKB menurut Propinsi dan Kabupaten, tahun 2002, Sumber: Susenas 2003 dan 2004 (BPS dan UNFPA, 2005)
Propinsi/Kabupaten
AKB Laki-laki
AKB perempuan
Sumatera Selatan
44,59
33,45
Kab. OKI
49,48
37,12
Kota Palembang
26,68
20,02
Jawa Barat
52,00
39,01
Kuningan
53,71
40,29
Kota Bandung
26,28
19,72
NTT
56,00
42,01
Flores Timur
53,14
39,86
Timor Tengah Utara
57,14
42,87
 
Komitmen untuk mencapai tujuan Millenium Development Goal (MDG)  
Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai komitmen untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan Angka Kematian Anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1000 kelahiran bayi pada tahun 2015 dan menurunkan kematian ibu sebesar tiga perempatnya menjadi 124 per 100.000 kelahiran. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai instansi terkait, mulai dari pemerintah baik pusat maupun daerah, LSM dan masyarakat pada umumnya.
  

Perspektif Keperawatan Anak

A.    MORTALITAS DAN MORBIDITAS PADA BAYI DAN ANAK-ANAK
1.      Mortalitas
Mortalitas  Bayi : Angka mortalitas bayi merupakan jumlah kematian per 1000 kelahiran hidup selama tahun pertama kehidupan, yang kemudian dibagi menjadi mortalitan neonatal (usia <28 hari) dan mortalitas pascanatal (usia 28 hari-11 bulan)
Mortalitas anak-anak : Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah (Budi Utomo, 1985).
2.      Morbiditas
Morbiditas berasal dari bahasa latin yang berarti sakit atau tidak sehat. Morbiditas dapat merujuk kepada pernyataan terkena penyakit, derajat kerasnya penyakit, meratanya penyakit atau jumlah kasus pada populasi, insiden penyakit yaitu jumlah kasus baru pada populasi dan cacat.
Morbiditas anak-anak banyak disebabkan oleh penyakit akut (penyakit pernapasan 50%, infeksi dan penyakit parasit 11%), cedera 15 %, dan ketidakmampuan yang dapat diukur dengan aktivitas dalam derajat tertentu (Pless dan Pless,1997). Morbiditas meningkat pada mereka yang mengalami kesulitan ekonomi.Penyebab utama hal ini adalah terbatasnya akses ke pelayanan kesehatan.
B.     EVOLUSI PELAYANAN KESEHATAN ANAK DI INDONESIA
Pelayanan yang bersifat medis khususnya di pelayanan keperawatan mengalami perkembangan teknologi informasi yang sangat membantu dalam proses keperawatan dimulai dari pemasukan data secara digital ke dalam komputer yang dapat memudahkan pengkajian selanjutnya, intervensi apa yang sesuai dengan diagnosis yang sudah ditegakkan sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang diharapkan oleh perawat setelah klien menerima asuhan keperawatan, dan semua proses tersebut tentunya harus sesuai dengan NANDA, NIC, dan NOC yang sebelumnya telah dimasukkan ke dalam database program aplikasi yang digunakan. Namun ada hal yang perlu kembali dipahami oleh semua tenaga kesehatan yang menggunakan teknologi informasi yaitu semua teknologi yang berkembang dengan pesat ini hanyalah sebuah alat bantu yang tidak ada gunanya tanpa intelektualitas dari penggunanya dalam hal ini adalah perawat dengan segala pengetahuannya tentang ilmu keperawatan..
C.    PENGARUH BUDAYA, AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP KESEHATAN ANAK
Keyakinan keluarga tentang kesehatan, pola didik dan pola asuh terhadap anak juga dipengaruhi oleh nilai budaya, agama dan moral yang dianutnya. Ini akan mempengaruhi kesehatan anak bahkan dimulai sejak ia masih di dalam kandungan ibunya. Setiap keluarga memiliki pandangan yang berbeda dalam membesarkan anaknya, seperti yang memiliki perbedaan budaya antara keluarga dengan budaya minang dan keluarga berbudaya batak. Hal-hal yang ditanamkan terhadap anak-anak mereka berbeda sehingga pola hidup dan kesehatan anaknya juga berbeda misalnya dalam kesehatan emosional.
D.    KEPERAWATAN PEDIATRIK
Pediatrik berkenaan dengan kesehatan bayi, anak remaja,  pertumbuhan dan perkembangannya dan kesempatannya untuk mencapai potensi penuh sebagai orang dewasa.Lebih dari seabad yang lalu ilmu pediactrik muncul sebagai kekhususan dalam menanggapi meningkatan kasadaran bahwa problem kesehatan anak berbeda dengan orang dewasa dan bahwa respon anak terhadap sakit dan stres berdeda beda sesuai dengan umur
E.     ASUHAN BERPUSAT PADA KELUARGA, ASUHAN TRAUMATIK
a.       Perawatan berfokus pada keluarga (family centered care)
       Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga. Oleh karena itu,dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak, diperlukan keterlibatan keluarga.
b.      Atraumatic care
       Atraumatic care yang dimaksud disini adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma.  
      Beberapa prinsip yang dapat dilakukan oleh perawat, antara lain:
ü  Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
ü  Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
ü  Mencegah atau mengurangi cedera ( injury) dan nyeri (dampak psikologis)
ü  Tidak melakukan kekerasan pada anak
ü  Modifikasi lingkungan fisik
                                                
F.     PERAN PERAWAT PEDIATRIK
a.       Hubungan terapeutik
Diterapkan dalam berkomunikasi dengan anak dan keluarga, bersifat empati dan professional dengan memisahkan peran perawat dari keluarga tanpa mengganggu kenyamanan anak dan keluarga
b.      Family advocacy/caring
Advokasi meliputi jaminan bahwa keluarga akan mengetahui yankes yang tersedia, diinformasikan tentang prosedur dan pengobatannya secara benar. Caring berarti memberikan yankes secara langsung pada anak.
c.       Disease prevention/Health promotion
Melakukan dan mengajarkan keluarga tentang bagaimana cara mencegah penyakit baik dari luar maupun dari dalam tubuh.\
d.      Health education
Memberikan pendidikan kesehatan yang bertujuan membantu orangtua dan anak memahami suatu pengobatan medis, mengevaluasi pengetahuan anak tentang kesehatan mereka, memberi pedoman antisipasi
e.       Support/counseling
Memberikan perhatian pada kebutuhan emosi melalui dukungan dan konseling. Dukungan diberikan dengan mendengar, menyentuh dan kehadiran fisik untuk memudahkan komunikasi nonverbal. Sedangkan, konseling dalam bentuk pertukaran pendapat, melibatkan dukungan, penyuluhan teknik untuk membantu keluarga mengatasi stress dan mendorong ekspresi perasaan dan pikiran. Yang membantu keluarga mengatasi stress dan memampukan untuk mendapatkan tingkat fungsi yang lebih tinggi.
f.       Pengambil keputusan etis
Prinsipnya, tindakan yang ditentukan adalah yang paling menguntungkan klien, dan sedikit bahayanya terhadap segala aspek yang berhubungan denagn pelaksanaan asuhan keperawatan. Seperti dalam kerangka kerja mesyarakat, standar praktik professional, hukum, aturan lembaga, tradisi religius, sistem nilai keluarga dan nilai pribadi perawat.
g.      Coordination/Collaboration
Bekerjasama dengan spesialis / profesi lain dalam mengatasi kesehatan anak.
h.      Peran restorative
Keterlibatan perawat secara langsung dalam aktivitas pemberi asuhan yang dilakukan atas daar konsep teori yang berfokus pada pengkajian dan evaluasi status yang berkesinambungan. Perawat punya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap tindakannya.
i.        Research
melakukan praktik berasarkan penelitian, menerapkan metode inovatif dalam memberikan intervensi pada anak, melakukannya berdasarkan penelitian dan sesuai rasional.
j.        Health care planning
menggunakan perencanaan & metode yang tepat untuk perawatan anak. Perawat melibatkan penyediaan layanan yang baru, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
k.      Trend masa depan
Ada beberapa hal yang dituntut : Pengobatan penyakit (kuratif) menjadi promosi kesehatan (promotif), Filosofi asuhan berpusat pada keluarga bukan pilihan melainkan kewajiban, Perawat dituntut meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, komputer, membuktikan keunikan peran mereka dan dituntut lebih mandiri dan melebihi lingkungan asuhan terdahulu.
G.    TAHAPAN PERKEMBANGAN
1.      Masa bayi (0 – 1 ½ th) : Pada masa ini semua kebutuhan harus tercukupi, masa penanaman kepercayaan bahwa dunia ini adalah tempat yang baik baginya, masa yang penuh dengna pembelajaran tentang hal-hal baru yang tak akan dapatkan pada masa selanjutnya.
2.      Masa Toddler (1 ½ - 3 th) : Masa ketika anak mulai memisahkan diri dari lingkungan mulai menguasai diri lingkungan dan masyarakat. Tetapi tentunya dengan bantuan-bantuan yang diberikan dari orang tuanya.
3.      Awal masa kanak-kanak (4 – 7 th)  : Masa dimana tindakan orang tua akan ditiru oleh anak-anak. Anak mulai belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman sepermainanya.
4.      Akhir masa kanak-kanak (8 – 11 th) : Pada masa ini anak mulai berkelompok dan memilih teman bermain berdasarkan kehendak hati, pada masa inilah anak harus dikenalkan pada rumah, pekerjaan rumah, disini orang tua bertugas membimbing anaknya, mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.
5.      Akhir masa remaja (12 – 15 th) : Masa transisi dari anak-anak menjadi remaja dimana pada masa ini. Masa mulai pencarian jati diri dengan melakukan hal-hal sesuai dengan kehendak orang tua. Pada masa ini, orang tua sangat berperan penting untuk kebaikan anak, kebaikan dimasa akan datang
6.      Masa remaja yang sejati (16 – 18 th) : Masa-masa transisi berkurang, disini remaja sudah mulai menemukan jati dirinya. Mulai menghadapi pilihan yang akan menentukan masa depannya.
7.      Awal masa dewasa (19 – 25 th) : Anak mulai hidup mandiri, dan sudah mulai berfikir untuk masa depannya, dan juga tidak tergantung pada orang tua.
8.      Kedewasaan dan masa tua (25 th ke atas) : Seseorang sudah mulai suka terhadap anak-anak dan sifat keibuan mulai muncul.
H.    POLA TUMBUH KEMBANG DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL
Pola tumbuh kembang bersifat jelas, dapat diprediksi, kontinu, teratur, dan progresif. Pola atau kecenderungan ini juga bersifat universal dan mendasar bagi semua individu, namun unik cara dan waktu pencapaiannya.  
Kecenderungan arah : tumbuh kembang terjadi dengan arah/tahapan yang teratur dan terikat serta mencerminkan perkembangan dan maturasi fungsi neuromuscular
Kecenderungan Urutan:  Pada semua dimensi tumbuh kembang terdapat urutan yang jelas dan dapat diperkirakan, yang bisanya dialami oleh setiap anak.
Perbedaan Individual  : Setiap anak tumbuh dengan keunikan dan caranya sendiri. Terdapat variasi yang besar dalam hal usia pencapaian tahap perkembangan. Urutannya dapat diprediksi tapi tidak dengan waktunya.
I.       PERTUMBUHAN BIOLOGIS DAN PERKEMBANGAN FISIK
1.      Proporsi Eksternal
Variasi laju pertumbuhan jaringan dans system organ yang berbeda menghasilkan perubahan yang signifikan pada proporsi tubuh selama masa kanak-kanak. Kecenderungan perkembangan sefalokaudal paling nyata terlihat pada pertumbuhan tubuh total seperti yang ditunjukan oleh perubahan-perubahan tersebut.
2.      Determinan Biologis dari Pertumbuhan dan Perkembangan
Gambaran paling menonjol dari masa kanak-kanak dan remaja adalah pertumbuhan fisik. Selama perkembangan, berbagai jaringan di dalam tubuh mengalami perubahan pertumbuhan, komposisi, dan struktur. Pada sebagian jaringan, perubahan tersebut terjadi secari kontinu (mis.pertumbuhan tulang dan gigi).
3.      Pertumbuhan Dan Maturasi Tulang Rangka
Pengukuran yang paling akurat dari perkembangan umum adalah tulang rangka atau usia tulang karena usia tulang rangka erat hubungannya dengan pengukuran maturitas lainnya. Oleh karena itu, radiograf tangan dan pergelangan tangan menjadi bagian yang paling bermanfaat untuk skrining dalam menentuka usia tulang rangka terutama sebelum usia 6 tahun.
4.      Maturasi Neurologik
System syaraf tumbuh proposional lebih cepat sebelum kelahiran.pertumbuhannya terjadi secara cepat pada masa bayi sampai masa kanak-kanak awal dan malambat pada masa kanak-kanak akhir dan remaja.
5.      Jaringan Limfoid
Jaringan limfoid (terdapat dalam nodus limfe, timus, limpa, tonsil, adenoid, limfosit darah) berukuraan kecil, tetapi telah berkembang dengan baik pada saat lahir. Jaringan ini mencapai ukuran dewasa dengan cepat pada usia 6 bulan. Pada usia 10-12 bulan, jaringan ini mencapai perkembangan maksimal yang kira-kira dua kali ukuran dewasa.
6.      Perkembangan system organ
Jaringan dan system orgam mengalami perubahan pada masa perkembangan, baik secara mencolok maupun samar-samar. Perubahan tersebut berpengaruh pada pengkajian dan perawatan.
7.      Perubahan fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi di semua organ dan system didiskusikan berkaitan dengan disfungsinya. Perubahan yang sering dikaji adalah frekuensi nadi pernafasan, dan tekanan dartah. Perubahan lainnya yaitu :
·         Metabolisme
BMR menunjukkan perubahan jelas semasa kanak-kanak. BMR tertinggi pada bayi baru lahir (108 kkal/kg Bb), menurun progresif sampai maturitas (40-45 kkal/Kg BB), proporsi sedikit lebih tinggi pada laki-laki pada semua usia dan meningkat selama masa pubertas melampaui perempuan. Laju metabolisme menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh anak.
·         Suhu
Suhu tubuh mencerminkan metabolisme, menunjukkan penurunan yang sama dari masa bayi ke maturnitas. Pada neonates yang sehat, hipotermi dapat menyebabkab konsekuensi metabolic negative seperti hipoglikemi. Bayi dan anak kecil rentan terhadap fluktuasi suhu, beespon terhadap perubahan suhu lingkungan, kerena menangis, marah,emosi, aktifitas fisik, maupun karena infeksi.
·         Tidur dan Istirahat
Tidur adalah mekanisme protektif tubuh utuk pemulihan dan perbaikan jaringan. Jumlah dan distribusi tidur anak beragam. Bayi baru lahir, tidur selama waktu yang tidak digunakan dan aspek-aspek lain dalam perawatannya.. selama akhir tahun pertama, sebagian anak tidur sepanjang malam disertai tidur 1-2 kali siang harinya. Usia 3 tahun anak-anak tidak lagi tidur siang, usia 4-10 tahun waktu tidur menurun dan meningkat pada priode pubertas.
·         Temperamen
Temperamen adalah cara berfikir, berperilaku atau bereaksi dan merujuk pada cara seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kategori umum temperamen berdasarkan atribut temperamen :
a. The easy child. Berkepribadian santai, teratur, mudah diprediksi. Jumlah anak 40%
b. The difficult child. Sangat aktif, sensitive, dantidak teratur. Jumlah anak 10%
c. The slow-to-warm-up child. Bereaksi secara negative, penolakan ringan, sulit beradabtasi pada paparan berulang, pasif pada situasi barum ketidakteraturan tingkat sedang. Jumlah anak 15%
d. Rentang luas dan tidak konsisten. Jumlah anak 35%.